View Full Version
Kamis, 04 Jan 2018

Sibuk Main HP saat Khutbah Hilangkan Pahala Jum'at?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Zaman now hampir setiap orang terkoneksi dengan telepon genggam atau Hand Phone (HP). Alat komunikasi yang dilengkapi aplikasi dan layanan canggih dan beragam ini telah menjadi ‘candu’ bagi manusia modern. Seolah-olah manusia zaman now tidak bisa lepas dari HP. Kemana-mana HP selalu menyertai. Sampai-sampai ketika pergi shalat Jum’at.

Tidak jarang ditemui di pelaksanaan shalat Jum’at, ada beberapa orang yang masih memainkan HP nya saat khutbah berlangsung. Tentu ini memiliki dampak terhadap shalat jum’atnya.

Sibuk memiankan HP –jari sibuk menggeser layar atau menekan tombol- saat khutbah berlangsung menyebabkan hilang pahala shalat Jum’at bagi pelakunya.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang mendengarkan khutbah,

وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

"Barangsiapa bermain-main krikil –saat berlangusng khutbah-, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah)

Imam an Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim menjelaskan,

فيه النهي عن مس الحصى وغيره من أنواع العبث في حال الخطبة، وفيه إشارة إلى إقبال القلب والجوارح على الخطبة، والمراد باللغو ها هنا الباطل المذموم المردود

"Dalam hadits ini terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan makna laghaa (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."

Masih dari Abu Hurairah dalam Shahihain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "Diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih, lafadz milik al Bukhari)

Al-Hafidh Ibnul Hajar dalam Fathul Baari berkata, "dalam hadits ini, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menetapkan bahwa memerintahkan diam saat khutbah adalah bentuk lahwun, walaupun bentuknya perintah yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar. Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. Dan bila ingin memerintahkan diam orang yang bicara, maka dengan isyarat."

Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya, "Apakah boleh memainkan HP saat khutbah Jum'at berlangsung?"

Beliau menjawab: "Tidak. Tidak boleh memainkan HP, memotret, memainkan bolpoint, dan tidak boleh pula sibuk dengan apapun  saat imam berkhutbah. Semua ini tidak boleh. Ia wajib diam menyimak khutbah.” Selesai dari rekaman audio.

Maksud Sia-sia Jum’atannya?

Maksud “laghauta” yang sering diterjemahkan telah berbuat sia-sia, menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam, ". . . makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.”

Dari Ibnu 'Abbas Radliyallah 'Anhu bercerita, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ

"Siapa yang berbicara pada hari Jum'at, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya, 'diamlah!', tidak ada Jum'at baginya." (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).

Maksud dari penyerupaan orang yang berbicara saat imam berkhutbah dengan keledai yang membawa kitab yang tebal-tebal adalah karena dia tidak mendapat manfaat yang besar, padahal dia telah susah-susah datang dan capek untuk sampai ke masjid.

Sedangkan Makna "tidak ada Jum'atan baginya" berarti dia tidak mendapatkan Jum'at secara sempurna. Nilai Shalat Jum'atnya seperti shalat Dzuhur. (lihat Fathul Baari: II/184 dan Subulus Salam: III/172). Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version