Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Puasa harian kita berakhir saat masuk malam. Yaitu dengan terbenamnya matahari di ufuk barat. Bahasa lainnya sudah masuk waktu maghrib. Tandanya, dengan dikumandangkan adzan maghrib.
Apabila telah yakin telah masuk malam dengan menyaksikan langsung terbenamnya matahari atau berdasar kabar yang yakin dan terpercaya telah masuk maghrib seperti adzan dan seliannya dianjurkan untuk segera berbuka (ta'jil ifthar).
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'd Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (Muttafaq ‘alaih)
Imam al-Nawawi Rahimahullah menjelaskan bahwa hadits ini mengandung anjuran untuk menyegerakan berbuka setelah yakin terbenam matahari atau masuk malam. Artinya, urusan umat ini masih teratur dan berada dalam kebaikan jika mereka masih nenjaga sunnah ini. Jika mereka sudah mengakhirkannya itu menjadi tanda terjadinya kerusakan di tengah-tengah umat.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Rabbnya ‘Azza wa Jalla,
أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
“Sesungguhnya hambaku yang paling kucintai adalah yang menyegerakan berbuka.” (HR. al-Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)
Adapun yang dimaksud dengan ifthar adalah menyantap makanan ringan atau minuman untuk membatalkan puasa sebelum shalat Maghrib -berjamaah-.
Diriwayatkan Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasanya berbuka puasa dengan menyantap beberapa buah kurma segar (ruthab) sebelum mendirikan shalat Maghrib. Dan bila tida ada kurma segar (ruthab) maka beliau menyantap beberapa buah kurma kering (tamr), dan bila tidak ada kurma, maka beliau meneguk beberapa teguk air.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dari hadits ini dan hadits lainnya, disunnahkannya berbuka dengan kurma basah (ruthob). Jika tidak ada maka dengan kurma kering (tamr). Jika tidak ada maka berbuka dengan air; baik air mineral, teh, dan semisalnya. Jika tidak ditemukan maka berbuka dengan buah-buahan atau makanan ringan lainnya. Dan berbuka ini dikerjakan sebelum pergi shalat Maghrib. Inilah bentuk ta’jil ifthar.
Kesalahan Cara Berbuka
Sebagian orang ada yang duduk di jamuan berbukanya untuk berbuka dan langsung makan malam atau makan besar sehingga ia tertinggal shalat Maghrib berjamaah di masjid. Akibatnya, ia tertinggal dari meraih pahala besar shalat berjamaah di bulan penuh berkah ini. Cara berbuka semacam ini sebuah kesalahan besar. Hakikat shiyam adalah proses pembiasaan diri dengan ketakwaan dan amal-amal ibadah utama.
Bagi orang yang berpuasa -saat tiba maghrib- diperintahkan untuk berbuka terlebih dahulu, lalu shalat, kemudian setelah itu baru makan malam.
Dianjurkan saat berbuka untuk berdoa dengan doa yang diinginkannya. Karena waktu berbuka adalah di antara waktu mustajab untuk berdoa. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,“Sesungguhnya bagi orang yang puasa punya doa yang ta tertolak saat berbuka.” (HR. Ibnu Majah)
Di antara dzikir atau doa khusus setelah menyantap hidanngan berbuka adalah:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
"Telah hilang rasa dahaga, dan dan telah basah kerongkongan, serta telah tetap pahala insya Allah." (HR. Abu Daud)
Inilah sebagian hukum-hukum berbuka yang harus diperhatikan setiap muslim sehingga ia menjalani puasa sesuai ketentuan syariat dan mengikut sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam agar puasanya benar dan diterima. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]