View Full Version
Kamis, 28 Feb 2019

Shalat Penghubung Hamba kepada Rabbnya

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Shalat menempati rukun Islam kedua setelah ikrar dua kalimat syahadat. Dua kalimat Syahadat ini menjadi pondasi dasar dienul Islam dan pintu masuk ke Islam. Ia menyatakan siap ibadah kepada Allah semata (ikhlas) dan beribadah dengan syariat yang dibawa utusan Allah.Adapun shalat, ia menjadi ujian pertama atas persaksian tersebut. Siapa yang menjalankan shalat maka ia telah menegakkan agama pada dirinya. Sebaliknya, siapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan bangunan agama dalam dirinya.  

Shalat menjadi media efektif yang menghubungkan hamba kepada Rabb-nya; Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalat menghubungkan hamba yang berada di bumi dengan Rabb-Nya yang Maha tinggi. Ia berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala bermunajat kepada-Nya. Hamba berdiri, ruku, dan sujud di hadapan Allah. Hamba bertakbir, memuji Allah, menyanjung-Nya, dan mengagungkan-Nya. Kemudian hamba menyampaikan hajat-hajatnya dalam munajatnya itu kepada Rabbnya. Hamba meminta hidayah, ampunan, rahmat, kebaikan dalam urusan dien, dunia, dan akhirat hanya kepada Allah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam hadits qudsi,

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى – فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ

Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’Al-Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku.

Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘Al-Rahmanir Rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.

Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘Maaliki Yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku.

Jika hamba mengucapkan ‘Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in (hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Aku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.

Jika hamba mengucapkan ‘Ihdiinash Shiroothol Mustaqiim, Shirootol Ladzina An’amta ‘Alaihim, Ghoiril Magdhuubi ‘Alaihim wa Laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (HR. Muslim no. 395, dari jalur Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu)

Al-Hafidz Ibnu Rajab Rahimahullah menyebutkan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa Allah menyimak bacaan orang yang shalat di mana ia bermunajat kepada-Nya, kemudian Allah menjawab munajatnya perkalimat.”

فهذا الحديث يدل على أن الله يستمع لقراءة المصلي حيث كان مناجيا له ، ويرد عليه جواب ما يناجيه به كلمة كلمة

Karenanya, hendaknya seorang hamba menjaga adab kepada Rabbnya saat shalat. Janganlah ia meludah ke arah depannya. Karena hakikatnya, ia sedang berhadapan dengan-Nya.

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam melihat ludah di dinding kiblat (masjid), lalu beliau menggosoknya agar hilang. Kemudian menghadap ke orang-orang dan bersabda :

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقُ قِبَلَ وَجْهِهِ، فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ إِذَا صَلَّى

Apabila salah seorang di antara kalian shalat, janganlah meludah ke arah depan karena Allah berada di hadapannya ketika ia sedang shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Demikian pula, janganlah ia menoleh ke kanan atau ke kiri seperti orang yang berpaling saat shalat. Dengan sebab ini, Allah berpaling darinya.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

لا يزال الله مقبلا على العبد في صلاته ما لم يلتفت، فإذا صرف وجهه انصرف عنه

Allah akan senantiasa menghadap hamba dalam shalatnya selama tidak menoleh. Apabila ia palingkan wajahnya maka Allah berpaling darinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Nasa’i)

Nabi Yahya ‘Alaihis Salam  berwasiat kepada Bani Israil:

وَآمُرُكُمْ بِالصَّلَاةِ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْصِبُ وَجْهَهُ لِوَجْهِ عَبْدِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ، فَإِذَا صَلَّيْتُمْ فَلَا تَلْتَفِتُوا

Dan aku perintahkan kalian mengerjakan shalat, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menghadapkan wajah-Nya kepada wajah hamba-Nya (dalam shalatnya) selama ia tidak berpaling. Karenanya, apabila kalian shalat janganlah ia berpaling (menoleh).” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi dari hadits al-Harits al-Asy’ari, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam)

Faidah Doa Al-Fatihah

Surat al-Fatihah salah satu rukun shalat. Setiap orang yang shalat wajib membacanya di setiap rakaat shalatnya. Di dalam surat ini terdapat doa yang sangat penting untuk agama dan dunianya. Yaitu doa memohon hidayah kepada Allah untuk dirinya.

Setiap hamba sangat butuh kepada hidayah Allah. Yakni, Allah menunjukinya kepada al-Shirath al-Mustaqim (jalan yang lurus). Yaitu jalan Islam yang Allah ridhai sebagai dien, yang akan menghantarkan manusia ke surga.

Butuhnya manusia kepada hidayah ini lebih besar daripada butuhnya kepada makan, minum, dan oksigen. Karena kalau seseorang tidak dapat makan, minum, dan oksigen resikonya adalah kematian di dunia. Sedangkan jika kehilangan hidayah maka resikonya adalah kehancuran hidup di dunia dan akhirat. Di dunia ia mendapat berbagai kekacauan dan bencana. Sementara di akhirat ia mendapat siksa yang tiada tara. Semua itu sebagai akibat menyimpang dari petunjuk.

Imam Ibnu Abi Al-‘Izz Al-Hanafi dalam Syarh Aqidah Thawiyah menyebutkan keutamaan doa al-Fatihah ini, “Doa yang paling dibutuhkan manusia dalam hidupnya terdapat dalam surat Al-Fatihah. Yakni:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

"Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (QS. Al-Fatihah: 6-7)

Karena jika Allah telah menunjukinya kepada jalan yang lurus, maka Allah akan menolongnya dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Sehingga ia tidak akan tertimpa keburukan, baik di dunia maupun di akhirat.”

Sesungguhnya selamat dari adzab dan meraih kebahagiaan hanya didapatkan dengan hidayah ini.

[Baca: Maksud 'Mohon Petunjuk' Dalam Surat Al-Fatihah]

Karena pentingnya doa ini bagi hamba, Allah wajibkan membacanya di setiap rakaat shalat. Ia mengulangi doa ini -minimal- 17 kali dalam sehari semalam. Dan bisa lebih banyak lagi dalam shalat-shalat Sunnah, sesuai kehendak Allah. Setiap ia berdiri shalat maka ia membaca doa ini di rakaat shalatnya. Maka shalat menjadi penghubung seorang kepada Allah untuk mendapatkan hajat terpentingnya ini dan juga doa-doa kebaikan lainnya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version