Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang ibadah puasa,
الصيام جُنَّة
“Puasa sebagai perisai.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya: puasa itu menghalangi dan melindungi seseorang dari apa yang ditakutkan. Apa itu? Disebutkan dalam hadits dengan redaksi lain,
الصِّيَامُ جُنّةٌ مِنَ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ القِتَالِ
“Puasa adalah perisai dari neraka sebagaimana perisai kalian dalam perang.”
Bahwa puasa yang dikerjakan seseorang bisa menghalangi dan melindunginya dari mengerjakan maksiat. Maksiat itu adalah sebab seseorang mendapat siksa neraka.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
“Puasa itu adalah perisai, maka janganlah (seseorang yang sedang berpuasa) mengucapkan ucapan yang kotor, dan janganlah bertindak bodoh, dan jika ada orang yang sewenang-wenang merebut haknya atau mencelanya, maka katakan, ‘Saya sedang puasa’ -dua kali-.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnu al-Atsir rahimahullah dalam Al-Nihayah berkata: makna puasa sebagai Junnah (perisai/tameng) adalah puasa melindungi pelakunya dari syahwat (keinginan-keinginan nafsu) yang akan menyakitinya.
Puasa menjadi hijab (pembatas) di mana orang yang berpuasa berlindung di baliknya sehingga tidak memperturutkan hawa nafsunya. Memperturutkan hawa nafsu menyebabkan dirinya jatuh ke dalam dosa. Dengan dosa ini dia terancam dengan siksa neraka. Dari sini, puasa menjadi hijab dari neraka. Karena puasa melindungi dirinya dari memperturutkan syahwatnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
"Neraka diliputi oleh syahwat (kesenangan-kesenangan) sedangkan surga diliputi oleh sesuatu yang dibenci." (Muttafaq 'Alaih, lafaz milik Al-Bukhari)
Siapa yang memperturutkan kesenangan syahwatnya, hakikatnya, ia telah menjebol batas yang menghalangi dirinya dari neraka.
[Baca: Waspadalah! Lisanmu Bisa Menghancurkan Puasamu]
Meninggalkan Maksiat Saat Shiyam
Puasa itu bukan hanya meninggalkan makan dan minum saja. Namun lebih dari itu agar orang yang berpuasa meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan tidak berguna.
Sesungguhnya tidak akan sempurna taqarrub seseorang kepada Allah dengan puasa yang ia meninggalkan perkara-perkara mubah di luar shiyam, kecuali setelah ia meninggalkan perkara-perkara haram kapan dan dimanapun. Seperti berdusta, bersumpah palsu, bersaksi palsu, berkata seronok dan jorok, mencaci, mencela, menggunjing, menipu, curang, mendzalimi orang lain, adu mulut dan berkelahi serta perbuatan buruk lainnya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ اَلزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ, وَالْجَهْلَ, فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya serta berlaku bodoh, maka Allah tidak butuh kepada ia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud. Lafadznya menurut riwayat Abu Dawud)
“Puasa itu adalah perisai, maka janganlah (seseorang yang sedang berpuasa) mengucapkan ucapan yang kotor, dan janganlah bertindak bodoh, dan jika ada orang yang sewenang-wenang merebut haknya atau mencelanya, maka katakan, ‘Saya sedang puasa’ -dua kali-.” (HR. Al-Bukhari)
Bagi orang yang berpuasa dituntut menjaga puasanya. Caranya? Menghiasi diri dengan amal shalih dan akhlak mulia, serta menjauhi maksiat dan akhlak tercela. Dengan ini ia akan memetik buah manispuasa dan memperoleh ampunan.
Bagi shaimin, jangan fokus terhadap pembatal puasa saja. Tapi juga perhatian kepada perbuatan buruk dan sia-sia –dijauhi dan ditinggalkan- sehingga puasa terjaga. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]