Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- dan keluarganya.
Al-Raghib al-Ashfahani rahimahullah menjelaskan makna Rahim dan Silaturahim. Menurut beliau, “Al-Rahim: rahimul Mar’ah (rahim wanita). . . dari sini kata al-rahim dipakai untuk kekerabatan (saudara kerabat) karena kalian keluar dari rahim yang satu.”
Maksud al-rahim di sini adalah para kerabat dari pihak laki-laki atau wanita dari jalur bapak dan ibu. Adapun makna silaturrahim adalah bersikap/berbuat baik kepada saudara kerabat dengan perkataan dan perbuatan. Termasuk di dalamnya mengunjungi mereka, mengetahui kondisi mereka dan menanyakan kabar mereka, mengulurkan bantuan kepada orang yang kekurangan dari mereka.
Silaturahim memiliki kedudukan agung dalam Islam. Al-Qur’an dan sunnah benar-benar memerintahkan umat ini untuk menyambung tali kekerabatan (silaturahim) dan memuji pelakunya. Tidak cukup di situ, Al-Qur’an dan Sunnah juga sangat mencela pemutus silaturahim dan mengancamnya dengan neraka. Bahkan sejumlah ulama telah menukil kesepakatan umat atas wajibnya silaturahim dan haramnya memutus tali persaudaraan; seperti Imam al-Qurthubi, al-Qadhi ‘Iyadh, dan ulama lainnya.
[Baca: Bagaimana Cara Menyambung Silaturahim?]
Keutamaan Silaturahim
Banyak sekali keutamaan silaturahim yang telah dituturkan para ulama. Tentu keutamaan tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah. Di antaranya:
Pertama, silaturahim bagian dari Iman. Karenanya, siapa yang menghendaki kesempurnaan imannya, ia harus menyambung tali persuadaraan dengan kerabat-kerabatnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya menyambung tali kekerabatannya (silaturahim).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kedua, silaturahim sebab keberkahan dalam rizki dan umur.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ له فِي رِزْقِهِ، وأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka agar dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan usianya hendaknya ia menyambung tali kekerabatan (silaturahim).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ketiga, silaturahim sebab Allah menyambung kepada hamba dan memuliakannya.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الرَّحمُ معلَّقةٌ بالعرش تقولُ: مَن وصلني وصله اللهُ، ومَن قطعني قطعه اللهُ
“Ar-Rahim (kekerabatan) tergantung kepada 'Arsy. Ia berkata: barangsiapa menghubungkan aku, niscaya Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku, niscaya Allah akan memutus hubungan dengannya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kebahagiaan itu didapatkan apabila Allah menyambung hubungan dengannya. Siapa yang Allah sambung hubungan baik kepadanya maka ia akan beruntung di dunia dan akhirat.
Silaturahim paling utama adalah menyambung kembali hubungan kekeluargaan (kekerabatan) kepada orang yang memutuskannya. Inilah silaturahim paling besar keutamaan dan pahalanya. Karena pelakunya benar-benar menundukkan dirinya untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
ليس الواصِلُ بالمُكافِئ، ولكن الواصل الَّذي إذا قُطِعتْ رَحِمُه وصلَها
“Orang yang menyambung silaturahim bukan orang yang membalas kebaikan orang. Tetapi penyambung silaturahim adalah orang menyambung hubungan baik kepada kerabatnya apabila hubungan itu diputus dari dirinya." (HR. Al-Bukhari)
Kendati membalas kebaikan kerabat dan saling mengunjungi tetaplah sebuah kebaikan yang besar nilainya. Menjaga silaturahim dan memperkuatnya tetap termasuk amal shalih yang sangat diridhai Allah Ta’ala.
Keempat, silaturahim salah satu sebab masuk surga.
Dari Abdullah bin Salam, berkisah tentang sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang pertama didengarnya saat beliau tiba di Madinah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali persaudaraan, shalatlah di malam hari ketika manusia terlelap tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Al-Tirmidzi, Ibun Majah, Al-Hakim, dan selainnya)
Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu 'Anhu bercerita, ada seseorang yang berkata, “wahai Rasulullah, beritahu aku tentang amal yang akan memasukkanku ke surga. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “engkau beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali kekerabatan.”
Ringkasnya, bahwa keutamaan silarahim ini sangat banyak dan besar; di dunia dan akhriat. Didunia, silaturahim akan memperkuat iman dan menyempurnakannya, Allah senantiasa membersamainya dan merahmatinya, mendangkan keberkahan pada rizki dan umur. Sedangkan di akhirat, silaturahim akan menjadi sebab masuk ke surga.
Apa hubungannya dengan hari Jum’at?
Hari Jum’at dalah hari agung dan istimewa di sisi Allah Ta’ala. Hari raya pekanan untuk umat Islam meningkatkan ibadah dan kedekatannya dengan Allah Ta’ala. Hari, di mana Allah curahkan rahmat untuk hamba-hamba Nya yang beriman; ada pahala berlimpah, ampunan dosa, dan ijabah atas doa-doa mereka.
Terdapat ibadah khusus dan sangat istimewa di hari Jum’at, seperti shalat Jum’at, membaca surat Al-Kahfi, memperbanyak shalawat, dan berdoa di penghujung harinya.
[Baca: Hari Jum’at Tiba, Rasulullah Menunggu Shalawat Kita!]
Benar, tidak boleh khususkan amal tertentu di malam atau siang hari Jum’at kecuali ada dalil khusus tentangnya. Sebagaimana sabdaRasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam besabda,
لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي ، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ ، إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Menghususkan malam Jum’at untuk mengerjakan shalat dari malam-malam lainnya, dan janganlah menghususkan siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa dari hari-hari lainnya, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang kalian.” (HR. Muslim, al-Nasai, al-Baihaqi, dan Ahmad)
Namun, menjaga amal rutin harian dan meningkatkanya di hari Jum’at sangat di anjurkan, seperti sedekah, ziarah, silaturahim, dan selainnya. Maka berharap amal yang dicintai Allah dan Rasulnya ini bertambah besar pahalanya ketika dikerjakan di waktu mulia. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]