Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah berkata,
بلوغُ شهر رمضان وصيامُه نعمةٌ عظيمة على مَن أقدره الله عليه
“Datangnya bulan Ramadhan dan bisa berpuasa padanya adalah nikmat yang agung bagi orang yang Allah mampukan melaksanakannya.”
Beliau berdalil dengan hadits tiga orang yang berjihad di jalan Allah. Dua orang telah syahid. Yang satunya meninggal di kemudian hari. Ia wafat di atas kasurnya. Bukan di medan jihad. Ada seseorang yang bermimpi bahwa kemuliaan orang ini melampaui kedua sahabatnya yang gugur di medan jihad. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أليس صلى بعدهما كذا وكذا صلاةً، وأدرك رمضان فصامه؟ فوالذي نفسي بيده، إن بينهما لأبعدَ مما بين السماء والأرض
“Bukankah ia telah melaksanakan shalat sebanyak ini dan itu sesudahnya dan mendapati Ramadhan lalu ia berpuasa? Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesuangguhnya jarak antara keduanya sejauh langit dan bumi.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan Syaikh Al Albani di Shahih Sunan Ibni Majah)
Kalau kita mau merenungkan, berapa banyak orang yang tahun lalu shalat tarawih di samping kita, namun sekarang sudah berpindah alam. Jasad mereka sudah terbaring di dalam tanah. Pada bulan Ramadhan, mereka menunggu doa-doa tulus dari orang yang masih hidup. Seandainya ia boleh berangan, maka pastilah ia ingin diberi kesempatan mendapati Ramadhan sehingga bisa beramal padanya walau hanya sesaat saja.
Berapa banyak hati yang rindu berjumpa dengan Ramadhan, tapi jasad pemiliknya sudah terkubur di dalam tanah. Berapa banyak orang sakit yang berkeinginan berpuasa, namun fisik lemahnya menghalangi dari shiyam. Karenanya, bersyukurlah kepada Allah yang telah menyampaikan kita kepada bulan mulia dan memberikan kesehatan.
Jika kita benar-benar memahami nikmat agung ini maka kita bersyukur kepada Allah atasnya. Menjaga nikmat ini dengan sebaik-baiknya. Caranya, dengan memanfaatkan Ramadhan untuk menegakkan ketaatan dan ibadah. Dengan ini Allah akan menjaga nikmat ini dan menambahkannya untuk kita.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu..”.” (QS. Ibrahim: 7)
Sebagian salah berkata, “ikatlah nikmat Allah dengan bersyukur kepada-Nya.”
Seorang salaf pernah mengatakan, “nikmat ‘ibarat’ hewan liar, maka ikatlah ia dengan syukur.”
Umar bin Abdul Aziz berkata,
قيدوا نعم الله بشكر الله
“Ikatlah nikmat-nikmat Allah dengan bersyukur kepada-Nya.”
Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhah- berkata kepada laki-laki dari Hamadzan, “sesungguhnya nikmat itu berhubungan dengan syukur. Syukur itu terkait mazid (tambahan nikmat). Keduanya berada dalam satu ikatan. Bertambahnya nikmat tidak akan terputus sehingga terputus syukur dari hamba.”
Lebih-lebih kita masih berada di masa pandemi Civid-19. Kematian yang dikaitkan dengan Virus Corona ini sangat tinggi. Dan Allah masih memberikan nikmat umur panjang dan kesehatan kepada kita sehingga mendapati Ramadhan tahun (1442 H) ini. Tidak ada pilihan bagi kita kecuali bersyukur kepada Allah atas nikmat itu.
Sesungguhnya mendapati Ramadhan merupakan nikmat yang sangat agung dari Allah kepada seorang hamba. Dengannya, dia bisa menghasilkan ketaatan dan amal ibadah yang sangat banyak. Lebih-lebih, pahala ibadah dan ketaatan dilipatgandakan lebih banyak daripada di bulan-bulan selainnya. Dia juga berkesempatan menyucikan diri dari dosa dan kesalahan dengan ampunan-Nya. Dan doa-doanya lebih dijamin di bulan yang penuh keberkahan ini. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]