Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Meningkatnya kasus Covid 19 pasti menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan. Saat seperti itu kita membutuhkan ketenangan dan harapan. Dengan ketenangan kita akan bisa bersikap tepat sesuai tuntutan kondisi. Harapan akan membuat kita bersemangat melakukan kebaikan-kebaikan.
Kekhawatiran dan ketakutan berlebih bisa membuat seseorang menjadi sangat panik. Akibatnya, ia bisa berbuat sesuatu yang tidak terukur. Bahkan bisa menimbulkan bahaya yang lebih besar. Tepat disebutkan, “kepanikan separuh dari penyakit.”
Kekhawatiran dan ketakatan bersumber dari dalam diri. Sebagaimana ketenangan dan harapan juga berpusat di hati. Sementara hati akan menjadi tenang dan tentram dengan zikrullah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al-Ra’d: 28)
Allah mengabarkan bahwa hati orang beriman akan tenang, tentram, dan merasakan kenyamanan dengan berzikir kepada Allah. Hatinya tentram dengan membaca tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan tilawah Al-Qur’an. Demikian pula hatinya tenang dan tentram dengan zikir anggota badan dengan mengerjakan amal-amal shalih seperti shalat, puasa, umrah, haji, dan selainnya.
Dengan semua itu maka dada menjadi lapang dan hati menjadi tentram. Tumbuh pengagungan kepada Allah dan perintah-Nya sehingga takutnya hanya kepada-Nya. Bersamaan dengan itu, tumbuh rasa harap yang sempurna kepada-Nya. Dari sini akan tegak tawakkal kepada kepada Allah. Dengan tawakkal ini, maka Allah akan mencukupkan bagi hamba-Nya.
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Al-Thalaq: 3)
Ibnul Qayyim rahimahullah pernah datang menemui gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan ingin menanyakan sesuatu kepadanya. Beliau mendapati gurunya sedang duduk berzikir. Ia sungkan untuk berbicara kepada gurunya sehingga beliau selesai dari zikirnya.
Saat sang guru selesai dari zikirnya dan menoleh kepada muridnya. Beliau bertanya, “sejak kapan kamu berada di sini?”
Ibnul Qayyim menjawab, “sejak anda seperti ini dan seperti ini, saya sudah menunggu.”
Kemudian sang guru berkata kepadanya, “ini adalah makananku, jika aku tidak menyantapnya maka aku tidak kuat untuk beramal di hari itu.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,
اَلذِّكْرُ لِلْقَلْبِ كَالْمَاءِ لِلسَّمَكِ، فَكَيْفَ يَكُوْنُ حَالُ السَّمَكُ إِذَا أُخْرِجَ مِنَ الْمَاءِ
“Zikir bagi hati seperti air bagi ikan. Bagaimanakah kondisi ikan apabila dikeluarkan dari air?”
Ini muslim sejati, tidak bisa lepas dari zikrullah. Karena zikrullah adalah makanan pokok hati yang akan memberikan kehidupan dan kekuatan pada diri untuk mengerjakan berbagai amal shalih.
‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata tentang rutinitas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
“Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam selalu berdzikir (mengingat Allah) dalam setiap keadaannya.” (HR. Muslim)
Berzikir Dalam Situasi Bahaya
Saat Nabi Ibrahim di hadapkan kepada api yang disiapkan untuk membakarnya, maka beliau berdzikir,
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Kalimat ini pula yang diucapkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in saat ditakut-takuti dengan pasukan musuh yang siap menyerang. Karenanya, siapa yang berada dalam kondisi genting dan penuh kekhawatiran untuk membacanya. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ali Imran: 173)
Demikian pula Nabi Yunus, saat berada dalam perut ikan, didasar lautan, beliau berdoa,
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87) Kemudian Allah menyelamatkannya dengan cara yang dikehendaki-Nya.
Allah juga perintahkan kepada kaum mukminin saat berhadapan dengan pasukan musuh di medan perang untuk memperbanyak dzikrullah. Karena zikrullah menjadi sebab datangnya pertolongan Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung."(QS. Al-Anfal: 45)
Berzikir kepada Allah saat berperang adalah dengan banyak menyebut nama Allah dalam bentuk tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan semisalnya. Juga hatinya tidak sampai lupa Allah sehingga ia senantiasa memohon pertolongan kepada-Nya dan bertawakkal (menyerahkan urusan) kepada Allah semata.
Berzikir saat berhadapan dengan musuh juga mengandung makna doa, yakni memohon kemenangan atas musuh-musuh yang diperanginya. Lalu zikir ini disempurnakan dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam kancah peperangan tersebut, apa yang Allah perintahkan ia kerjakan dan apa yang Allah larang maka ia tinggalkan. Kesemuanya ini menjadi sebab datangnya pertolongan Allah sehingga mereka lebih dekat kepada kemenangan.
Dari sini maka dzikir merupakan bekal sangat penting yang wajib siapkan oleh mujahidin. Mereka harus menghafalkan zikir-zikir yang matsur dari Al-Qur'an dan Sunnah dan membiasakan diri dengannya.
[Baca: Jangan Seperti Orang Mati, Perbanyaklah Dzikir!]
Zikrullah Menghubungkan Hamba Kepada Rabbnya
Zikrullah adalah sarana terbaik yang menghubungkan hamba kepada Rabb-nya. Dengannya, Allah akan membersamai hamba-Nya dengan pertolongan dan perlindungannya. Allah juga akan menjaga hamba tersebut dan menunjukinya kepada jalan yang diridhai-Nya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Allah berfirman dalam hadits Qudsi,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعهُ إِذَا ذَكَرَنيفَإن ذَكرَني في نَفْسهِ، ذَكَرْتُهُ في نَفسي، وإنْ ذَكَرَني في ملإٍ، ذكَرتُهُ في ملإٍ خَيْرٍ منْهُمْ
“Aku sesuai prasangkan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku benar-benar bersamanya apabila ia berdzikir kepada-Ku. Jika dia menyebut namaku dalam dirinya, Aku sebut namanya dalam diriKu. Dan jika sebut namaKu (berzikir kepada-Ku) dalam satu perkumpulan, Aku sebut namanya dalam perkumpulan makhlluk yang lebih baik dari mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lain,
أنا مع عبدي ما ذكرني وتحركت بي شفتاه
“Aku bersama hamba-Ku selama ia berzikir kepada-Ku dan kedua bibirnya bergerak menyebut nama-Ku.”
Melihat besarnya faidah zikrullah maka seorang mukmin hendaknya melaziminya. Ia selalu berdzikir dan bersungguh-sungguh merutinkannya. Tidak ada kata cukup dari berdzikir. Lebih-lebih saat berada dalam situasi penuh kekhawatiran akan wabah penyakit yang mengerikan. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]