Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan slaa atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Sebagaimana yang telah maklum bahwa ibadah haji salah satu amal yang memiliki keutamaan besar. Terkategori sebagai amal paling utama setelah jihad fi sabilillah. Siapa pulang haji dalam kondisi mabrur maka ia bersih dari dosa sebagaimana anak bayi yang terlahir dari ibunya. Kedudukannya juga sangat bergengsi sebagai penyempurna rukun Islam yang lima. Setiap muslim harus berniat dan bersungguh-sungguh mewujudkannya.
Terkadang, seorang muslim tak mampu mengerjakan ibadah haji ini dan meraih keutamannya yang besar. Sebabnya bermacam-macam; sakit, pandemi, atau tidak kuat biaya menuju ke sana.
Allah maha penyayang kepada para hamba-Nya, Maha luas rahmat dan kebaikan-Nya, tidak tertutup satu amal yang besar kecuali dibuka pintu-pintu amal lainnya yang lebih ringan dengan pahala yang serupa. Karenanya, Allah syariatkan kepada hamba-hamba-Nya amal-amal ibadah dan qurubaat yang pahalanya menyamai pahala haji dan umrah. Salah satunya, pergi ke shalat Jum’at lebih awal –masih menjadi perselisihan ulama-.
Menghadiri shalat Jum’at dengan ikhlas dan menjaga adab-adabnya menyamai haji sunnah dalam pahalanya. Sa’id bin Musayyib rahimahullah berkata, “hal itu lebih aku sukai daripada haji nafilah (sunnah).”
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan bahwa orang yang datang lebih awal seperti orang yang menyembelih hadyu di Baitullah al-Muharram.
Keutamaan ibadah Jum’at ini dikuatkan dengan hadits dhaif, “Hari Jum’at adalah hajinya orang-orang miskin.”
Sahal bin Sa’id al-Sa’idi Radhiyallahu 'Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda,
إن لكم في كل جمعة حجةوعمرة، فالحجة: الهجير للجمعة، والعمرة: انتظار العصر بعد الجمعة
“Sesungguhnya di setiap Jum’at ada bagi kalian pahala haji dan umrah. Hajinya itu dengan pergi kepanasan untuk shalat Jum’at. Dan umrahnya itu dengan menunggu shalat ‘Ashar setelah shalat Jum’at.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Kubranya, no. 5950)
Perlu dicatat bahwa amal-amal ibadah yang menyamai haji hanya pada pahalanya. Bukan mencukupkan dari berhaji. Siapa mampu berhaji, tetap wajib baginya haji fardhu. Ia harus berangkat berhaji jika tidak ada penghalangnya. Jika ada penghalangnya seperti sakit, wabah penyakit (pandemi), atau tidak punya kemampuan finansial, hendaknya ia bersungguh-sungguh mengerjakan amal yang senilai haji –pahalanya-. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]