View Full Version
Rabu, 27 Jan 2010

Gus Mus Enggan Jadi Mediator Rujuk, Hasyim Kasih Tiga Syarat

Surabaya (voa-islam.com) -Salah seorang deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) tampak enggan menjadi mediator islah (rujuk/rekonsiliasi) untuk partai yang dideklarasikan bersama sejumlah ulama itu.

"Deklarator itu hanya bertugas mengumumkan sampai ada muktamar. Soal islah, kita hanya mengimbau. Kalau ingin menjadi partai aspiratif ya harus islah," katanya, di Surabaya, Selasa (26/1).

Ia mengemukakan hal itu setelah melakukan silaturrahmi antara dirinya bersama keluarga dengan KH Muchit Muzadi (deklarator PKB juga) bersama keluarga di Surabaya.

...Mereka (orang-orang PKB) yang mestinya ditanya, mereka yang harus bicara, bukan kita yang ditanya terus. Mereka yang merasa berhak dan memiliki PKB," kata Gus Mus...

Mustasyar (Penasihat) PBNU itu mengaku soal islah seharusnya ditanyakan langsung kepada mereka yang berkepentingan.

"Mereka (orang-orang PKB) yang mestinya ditanya, mereka yang harus bicara, bukan kita yang ditanya terus. Mereka yang merasa berhak dan memiliki PKB," katanya.

Menurut pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah itu, orang-orang PKB sendiri mungkin tidak merasa ada apa-apa, sehingga tak perlu ada islah.

"Saya dan kiai Muchit 'kan hanya mengusulkan dan menyarankan. Kalau mereka berpendapat PKB 'katanya' PKB itu wadah penyalur aspirasi politik warga NU untuk berkhidmat di bidang politik, ya islah saja," katanya.

Namun, kata salah seorang dari lima deklarator PKB pada 23 Juli 1998 itu, saran dan usul itu hanya disampaikan dirinya sebagai orang yang berada di luar.

"Di luar, kita kok melihat ada gegeran (pertikaian) terus. Kalau mau baik ya hentikan gegeran itu, tapi mereka bilang nggak ada gegeran apa-apa. Kalau nggak ada ya alhamdulillah," katanya.

Ketika didesak tentang kemungkinan dirinya selaku deklarator menjadi mediator yang terlibat penuh dalam islah, Gus Mus menyatakan deklarator itu berbeda dengan proklamator.

"Kalau deklarator itu hanya mengumumkan, kalau proklamator itu mengumumkan dan terus terlibat sesudahnya. Bung Karno 'kan jadi presiden, Bung Hatta juga jadi wapres, sedangkan kita 'kan enggak," katanya. 

PBNU Bangun Gedung Baru

Sementara itu di Jakarta, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan membangun gedung baru setinggi empat lantai di Jalan Matraman Timur No.5 Menteng, Jakarta, Pusat, yang akan digunakan sebagai kantor bagi sejumlah lembaga di bawah naungan PBNU.

Acara peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan Gedung PBNU II itu dilakukan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Menteri Agama Suryadharma Ali, dan mantan Menag Maftuh Basyuni, Selasa.

...Jadi yang dipikirkan jangan hanya (menggalang) suara (dukungan) saja, tapi tolong dipikirkan juga bagaimana nanti mengurus NU," kata Hasyim...

Menurut Hasyim, pembangunan gedung ini telah direncanakan sejak lama, dan baru pada awal tahun 2010 ini bisa dimulai atas prakarsa dan bantuan sejumlah pihak.

Berbeda dengan Gedung PBNU I yang arsitekturnya bernuansa Timur Tengah, Gedung PBNU II, yang terletak di samping Masjid Raya Matraman dan berhadapan dengan bekas rumah almarhum KH Wahid Hasyim yang sekarang menjadi kantor The Wahid Institute, dirancang berarsitektur modern.

Gedung yang dirancang setiap lantainya memiliki luas 10x30 meter persegi itu juga akan dilengkapi dengan ruang pertemuan, ruang rapat, workshop dan pelatihan, serta ruang perpustakaan.

Mewakili panitia pembangunan, Ketua PBNU Ahmad Bagdja menjelaskan, pembangunan gedung yang diperkirakan memakan biaya Rp5,448 miliar itu akan berlangsung selama setahun atau selesai pada Januari 2011.

Menteri Agama Suryadharma Ali saat memberikan sambutan mengatakan, PBNU secara praktis memang memerlukan gedung tambahan, mengingat lingkup kegiatan yang dilakukan cukup padat dan menjangkau beberapa bidang pengabdian.

"Gedung yang ada sekarang kurang memadai jika dibanding kegiatan PBNU yang sangat padat, ditambah kegiatan lembaga dan badan otonomnya," katanya.

Sementara itu, saat memberikan sambutan Hasyim mengingatkan para kandidat ketua umum PBNU bahwa menjadi ketua umum organisasi sebesar NU bukanlah pekerjaan ringan, apalagi jika memang benar-benar berniat mengurusi organisasi.

"Jadi yang dipikirkan jangan hanya (menggalang) suara (dukungan) saja, tapi tolong dipikirkan juga bagaimana nanti mengurus NU," kata Hasyim yang akan mengakhiri periode kedua kepemimpinannya sebagai ketua umum PKB pada muktamar di Makassar, Maret mendatang.

Tiga Syarat Bagi Calon Pemimpin NU

Hasyim juga menambahkan bahwa ''Tantangan bagi NU ke depan makin berat. Setidaknya ada tiga syarat untuk menjadi ketua umum PBNU,''.

''Syarat pertama, calon ketua umum PBNU itu harus memiliki karakter dalam memimpin NU ke depan. Syarat kedua, calon tersebut harus memiliki kompetensi dan mengerti dengan NU. Sedangkan syarat ketiga, orang tersebut harus mempunyai tingkat pengabdian yang cukup dalam tata operasional NU. Ketiga syarat ini yang harus dipenuhi kalau ingin calon tersebut terpilih pada muktamar nanti,'' ungkapnya.

''Syarat pertama, calon ketua umum PBNU itu harus memiliki karakter dalam memimpin NU ke depan. Syarat kedua, calon tersebut harus memiliki kompetensi dan mengerti dengan NU. Sedangkan syarat ketiga, orang tersebut harus mempunyai tingkat pengabdian yang cukup dalam tata operasional NU. Ketiga syarat ini yang harus dipenuhi kalau ingin calon tersebut terpilih pada muktamar nanti,'' ungkapnya.

Ia menjelaskan, NU begitu besar, tidak bisa diatur hanya dengan karisma yang dimiliki calon pemimpin NU tersebut. Karena itu, ia berharap, pimpinan syuriah yang karismatik itu akan didampingi pimpinan tanfidziyah yang punya kemampuan manajerial dan yang mengerti tentang sistem, mengerti tentang manajemen, dan langsung dengan perbuatan konkret di lapangan.

Muktamar NU akan dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan, pada tanggal 22 Maret. Rencananya, muktamar tersebut akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejumlah calon ketua umum PBNU yang kini beredar, di antaranya, KH Ahmad Bagja, KH Said Aqil Siradj, Slamet Effendi Yusuf, KH Masdar Farid Masudi, KH Salahuddin Wahid, Ulil Absar Abdalla, dan Ali Maschan Moesa. (Ibnudzar/dbs)


latestnews

View Full Version