JAKARTA (voa-islam.com) – Forum Jurnalis Muslim (FORJIM) menilai tabloid Suara Islam sudah melakukan kerja jurnalistik secara benar, dengan melakukan konfirmasi pada narasumber.
Menyikapi caci maki, tuduhan dan ancaman fisik kubu Syafii Maarif terhadap Tabloid Suara Islam, Forum Jurnalis Muslim (FORJIM) angkat bicara. Dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, Kamis (9/12/2010) FORJIM menyatakan, tabloid Suara Islam sudah melakukan kerja jurnalistik secara benar, dengan melakukan konfirmasi pada narasumber. Kata ”bungkam” yang ditulis wartawan dari seorang narasumber yang tidak menjawab konfirmasi adalah tidak melanggar kode etik jurnalistik.
....Forum Jurnalis Muslim menilai tabloid Suara Islam tidak melanggar kode etik jurnalistik dan sudah melakukan kerja jurnalistik secara benar, dengan melakukan konfirmasi pada narasumber....
”Yang jelas, ini bukan kali pertama Syafii Maarif mengganggap remeh media Islam yang dinilainya beroplah kecil dan tidak punya pengaruh besar, sehingga ia merasa berhak untuk menolak untuk diwawancarai. Syafii adalah tokoh sepilis (sekuler, pluralisme dan liberalisme) yang alergi dengan kelompok Islam yang selama ini memperjuangkan syariat Islam. Syafii sering menyebut kelompok Islam yang sering mengkritiknya sebagai radikal. Itulah sebabnya, ia tidak suka dengan media Islam,” ujar seorang jurnalis media Islam yang bergabung di FORJIM.
Sementara itu, menanggapi penolakan Syafii Maarif yang merasa malas diwawancarai media Islam, wartawan senior Amran Nasution menilai itu sebagai hak pribadinya. Tapi itu berarti melecehkan pekerjaan pers.
“Syafii Maarif memang berhak untuk menolak diwawancara. Tapi, ingat Syafii itu dibesarkan oleh pers. Kenapa sekarang dia melecehkan pekerjaan pers?” jelas Amran yang juga Staf Ahli Suara Islam itu. ”Dia itu kan tokoh. Harian Kompas sampai menyebutnya guru bangsa. Sebagai seorang tokoh yang dibesarkan oleh pers, Syafii harusnya menghargai pekerjaan wartawan yang hendak melakukan cek dan ricek. Jadi, tidak istilah malas. Wartawan Suara Islam kan hanya bertanya, tapi Syafii tidak ingin menemui wartawan itu, seolah-olah Syafii sedang mengidap penyakit Lepra yang tidak bisa ditemui. Aneh,” ungkap Amran gemas.
....Wartawan Suara Islam kan hanya bertanya, tapi Syafii tidak ingin menemui wartawan itu, seolah-olah Syafii sedang mengidap penyakit Lepra yang tidak bisa ditemui....
Soal Suara Islam akan akan diadukan Syafii maarif dan Todung Mulya Lubis ke Dewan Pers, Amran menegaskan, seharusnya Syafii lebih dulu mengirim surat bantahan atau hak jawab. Ini kan belum. Kecuali kalau redaksi Suara Islam tidak memperlakukan hak jawab itu dengan sewajarnya, baru kemudian bisa diadukan ke Dewan Pers. Begitu mestinya. Jika mereka tetap akan mengadu ke Dewan Pers, terserah saja. “Yang pasti, wartawan Suara Islam sudah melakukan kerja jurnalistik dengan benar,” pangkas Amran yang pernah menjabat Redaktur Pelaksana Majalah Tempo itu.
Jika konferensi pers sebelumnya di kantor Todung Mulya Lubis, diramaikan oleh media cetak dan elektronik. Bahkan sebuah stasiun televisi swasta menyiarkannya secara langsung. Tapi giliran pihak Suara Islam menggelar jumpa pers, hanya ANTV yang datang meliput. Ini membuktikan media tidak bekerja secara berimbang. [taz/Desastian]
Berita Terkait: