Mengaku sebagai aktivis lintas agama. Dekat dengan kalangan Kristen, terutama pimpinan Partai Damai Sejahtera (PDS), Ruyandi Hutasoit. Berawal dari pengakuan Imam, mubahalah antara Irena vs Diki Candra pun terjadi.
Irena Handono tak habis pikir, kiprah dakwahnya selama ini membina para muallaf dan menghadang gerakan Kristenisasi, masih ternodai dengan adanya berita miring yang menyebutkan dirinya berada di sebuah gereja di Singapura. “Fitnah itu begitu menyakitkan buat saya. Banyak jamaah saya yang bertanya-tanya, apa benar berita itu?” kata Irena.
Adalah Imam Safari, pria muda berkulit legam yang kerap mengenakan sarung dan kopiah putih, yang menjadi awal sengkarut berita miring tentang Irena. Pada tahun 2007, tanpa menyebutkan hari, tanggal, dan tempat yang spesifik, Imam mengaku pernah melihat Irena Handono berada di sebuah gereja di Singpura.
Pengakuan Imam dituangkan dalam sebuah surat pernyataan tertanggal13 September 2008 yang disaksikan oleh beberapa orang saksi, diantaranya Sekjen Forum ARIMATEA, Diki Candra. Pernyataan Imam kemudian muncul diblog resmi ARIMATEA dan menyebar dari mulut ke mulut. Berita tentang Irena pun tersebar luas.
Siapakah Imam Safari? Dihadapan pers, pria yang mengaku bernama Imam Safari ini mengatakan dirinya asli dari Betawi. Ia juga mengaku mengaji dengan seorang habib terkenal di bilangan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Kegiatannya melakukan investigasi terhadap gerakan kristenisasi diakuinya terinspirasi dari Habib Idrus Jamalulail, seorang habib yang dikenal sangat vokal menyikapi kebijakan pemerintah. Sayang, ketika wartawan meminta menunjukan kartu identitas dirinya, Imam tak memperlihatkan. Hanya Diki Candra yang menjawab bahwa identitas Imam sudah ada di ARIMATEA.
Dalam melakukan aktivitasnya, Imam mengaku menggunakan dana pribadi. Kepada pers, ia mengaku bisa menyusup ke kalangan Kristen sebagai aktivis lintas agama. “Di kalangan Kristen saya tidak dikenal dengan nama Imam Safari, “ujarnya. Dalam pernyataannya, seperti dikutip Majalah Sabili edisi 23 th XVI, 4 Juni 2009, Ketua Umum ARIMATEA Habib Muhsin Ahmad Alatas mengatakan bahwa Imam adalah kader Islam Liberal dari kalangan NU yang sering ke luar masuk Singapura bersama Ruyandi Hutasoit.
Karena dikenal sebagai aktivis lintas agama, Imam mengaku dekat dengan Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Ruyandi Hutasoit. Bahkan, menurut pengakuannya, pada pemilu legislatif lalu, ia menjadi juru kampanye PDS.”Saya bahkan bisa masuk ke ruangan Pak Ruyandi Hutasoit dengan bebas,” katanya.
Pada tahun 2007, Imam mengaku mendapat undangan dari seorang tokoh Kristen untuk hadir pada sebuah acara Perjamuan Kudus di sebuah gereja di Singapura. Melalui jalur laut via Batam, ia tiba di negeri singa itu. Di luar gereja, Imam mengaku melihat Irena Handono dengan pakaian biarawati dan berkalung salib.
Di luar surat pernyataan, kepada pers Imam bahkan mengatakan bahwa dirinya melihat Irena menyampaikan khutbah di dalam gereja tersebut. “Jarak saya sangat dekat, sekitar 3-5 baris,” ujarnya sambil mengatakan bahwa ketika dirinya melihat orang yang ia sebut sebagai Irena Handono sedang berkhutbah, orang itu memalingkan muka dari pandangannya.
Di hadapan media massa, Imam juga mengaku pernah mendatangani sebuah gereja di Malang, dan disitu tercatat Irena Handono sebagai jemaat gereja tersebut. Ia juga pernah mendengar pernyataan seorang tokoh Kristen bahwa Irena adalah biarawati yang sedang disusupkan ke tengah-tengah umat Islam.
Kepada media massa, Imam mengaku siap mempertanggungjawaban apa yang ia ucapkan. Bahkan, jika ada sumpah di atas mubahalah pun, katanya, ia siap melakukan. Namun sayang, omongan Imam tak sesuai dengan kenyataan. Sampai hari pelaksanaan mubahalah, ia tak jelas dimana rimbanya. Dalam jumpa pers pun, dengan alasan keamana, Imam tak mau diambil gambar oleh wartawan.
Dalam Islam, kesaksian Imam sangat lemah, karena tidak berdasarkan saksi-saksi lainnya. Apalagi, ia pun tak bisa menunjukan bukti-bukti primer, seperti foto, rekaman video, dan lain sebagainya. Ironisnya, meski kesaksiannya tak disertai data-data kongkret, ia berani mengumbar berita miring tentang Irena Handono ke depan publik. ”Sebagai orang yang menyebarkan berita tentang kesaksian Imam, sudah seharusnya Diki menghadirkan Imam Safari, bukan begitu saja melepaskannya,” ujar Yudi, kerabat dekat Irena Handono yang hadir dalam mubahalah tersebut.
KH Athian Ali M Dai meminta umat Islam hati-hati dalam menyikapi kasus ini. Karena, bisa jadi ada pihak ketiga yang mengambil keuntungan untuk memperlemah perjuangan umat Islam. Apalagi, Imam sebagai orang yang bertanggungjawab menyebarkan berita miring tentang Irena, sampai saat ini masih ghaib alias tak jelas keberadaannya. (Arta/voa-islam)