Solo (voa-islam.com) - Setelah sempat mengeluarkan bantahan, akhirnya Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki mengakui bahwa Nur Said yang diduga sebagai pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott Jakarta adalah alumnus pesantren tersebut. Nur Said diakui belajar di Ngruki seangkatan dengan Asmar Latin Sani dan Abdul Hadi.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Al-Mukmin Ngruki, Ustadz Wahyuddin, kepada wartawan, Selasa (21/7/2009). Wahyuddin mengaku pihaknya sempat membantah Nur Said sebagai alumnus pesantrennya karena ketidaksesuaian nama-nama yang disebutkan dengan catatan yang ada di buku induk pesantren.
"Di buku induk tidak ada nama alumni maupun santri bernama Nurhasbi, Nuri Hasdi atau Nur Sahid seperti yang ditanyakan wartawan selama ini. Namun jika nama Nur Said asal Temanggung memang ada. Dia lulusan tahun 1994 dari Kuliyatul Mualimin al-Islamiyah (KMI)," papar Wahyuddin.
Dipaparkannya, Nur Said seangkatan dengan Asmar Latin Sani, pelaku bom bunuh di JW Marriott tahun 2003. Dia juga seangkatan Abdul Hadi yang tewas tertembak dalam penyergapan polisi di Wonosobo beberapa waktu lalu.
Meskipun nyantri selama enam tahun di pesantren yang dia pimpin, Wahyuddin mengaku tidak mengenal secara pribadi dan tidak memiliki kenangan tersendiri terhadap Nur Said. Hal itu, menurutnya, mungkin karena selama nyantri Nur Said bukan santri yang menonjol.
"Santri yang menonjol dan mudah dikenal itu mungkin karena kepandaiannya atau memiliki prestasi khusus. Saya tanya ke para ustadz di sini, mereka juga sudah tidak ingat atau memiliki kenangan tersendiri. Berarti Nur Said ini selama nyantri juga hanya rata-rata saja prestasinya," ujarnya.
Lebih lanjut, meskipun sejumlah lulusan pesantrennya terkait dengan tindak kekesan, namun Wahyuddin tetap merasa tidak terganggu karena mereka bertindak seperti itu setelah lulus dari pesantren. Namun demikian dia mengakui tindakan segelintir alumni itu tetap berpengaruh pada nama baik lembaganya.
"Yang jelas lembaga kami tidak terkait aksi kekerasan seperti itu. Saya pribadi juga menolak kekerasan. Dalam Islam, perang itu ada rukun dan syarat-syaratnya. Menurut saya, tindakan mereka tidak memenuhi rukun dan syarat-syarat perang yang diatur dalam Islam," kata menantu (alm) Abdullah Sungkar tersebut.
Wahyuddin juga mengaku terganggu dengan kemunculan Abdurrachman Assegaf yang mengaku ketua umum Gerakan Umata Islam Indonesia (GUII) yang mengaitkan tindak kekerasan itu dengan Pesantren Ngruki. Dia mempertanyakan siapa dan apa kepentingan Abdurrachman melakukan itu.
"Kami tidak kenal dia. Lagipula apa kapasitas dia bicara dan apa kepentingannya. Untuk apa dia mengaitkan peristiwa itu dengan lembaga kami dengan data yang tidak ada dasarnya, kecuali memang dia tidak suka dengan kami," ujar Wahyuddin sembari mendoakan Abdurrachman Assegaf menyadari kekhilafannya. (PurWD/voa-islam/detiknews)