View Full Version
Kamis, 23 Jul 2009

'Media Telah Jadi Alat Teroris'

Operasi anti teror menambah suasana mencekam.

Jakarta (voa-islam.com) – Diduga Islam dijadikan sebagai kambing hitam, sejumlah kalangan memandang bahwa kini berulang kembali fenomena sejumlah media meninggalkan prinsip-prinsip jurnalisme dalam memberitakan kasus bom. Di sisi lain, Pakar Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Effendi Ghozali, menilai, media massa telah berfungsi sebagai alat yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan terorisme.

"Langsung atau tidak langsung, media telah berhasil menjadi corong, penyampai pesan bagi para teroris untuk menyebarkan propagandanya" kata Effendi dalam diskusi public Strategi Komunikasi Lembaga Kepresidenan Menghadapi Terorisme di Jakarta, Rabu (22/7).

Dalam pantauan Republika, sejumlah media juga ramai-ramai memunculkan figur-figur pengamat yang opininya mengungkapkan skenario yang sentiment terhadap Islam dan menguatkan Indonesia sebagai sarang terorisme. Bahkan, seseorang yang selama ini tidak dikenal juga ditampilkan sebagai tokoh Islam untuk memojokkan Islam dalam kasus bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, Jakarta, Jum'at pecan lalu.

Sejumlah media juga ramai-ramai memunculkan pengamat yang opininya sentiment terhadap Islam dan menguatkan Indonesia sebagai sarang terorisme.

Misalnya, tudingan terhadap orang bernama Ibrahim dan Nur Said sebagai pelaku bom tersebut dengan rangkaian cerita sedemikian rupa. Media mengutip keterangan itu dengan sangat tendensius. Padahal, dikemudian hari, hasil tes DNA polisi menunjukkan bahwa kedua orang itu tidak terbukti sebagai pelaku pengeboman.

Di tengah dampak buruk terhadap kondisi bangsa akibat bom tersebut, polisi juga tak kalah gencar melancarkan operasi antiteror dengan dramatis dan mengundang liputan media. Untuk menangkap perempuan yang diduga bersuamikan gembong teroris Noordin M Top saja, polisi mengerahkan pasukan Densus 88 dengan senjata lengkap dan membuat situasi mencekam di sebuah pesantren. Dan bukankah ini juga sebagai bentuk teror. 

Menyebarkan Ketakutan Ritz-Carlton

Selama ini menurut Effendi, media lebih banyak memberitakan akibat yang ditimbulkan oleh para teroris. Mereka menampilkan berulang-ulang kerusakan yang terjadi dan para korban yang terluka dengan penanganan seadanya.

Dalam tampilan seperti itu, teroris ingin menyampaikan pesan, 'jika anda di Indonesia, itulah yang akan terjadi pada anda." Melalui berbagai tayangan itu, teroris berhasil menyebarkan ketakutan di mana-mana, mulai dari rakyat kecil, ekonom, hingga lantai bursa.

"Sebagai tayangan suatu peristiwa, itu sah-sah saja. Tetapi, jangan menayangkan berhari-hari karena itu justru akan menjadi alat bagi teroris menyampaikan propagandanya, yakni menebar ketakutan di mana-mana." Ujar Effendi.

Menurut dia, media seharusnya lebih banyak menyuarakan persatuan dan kebersamaan bangsa dalam menghadapi terorisme. Ia mencontohkan apa yang dilakukan media-media massa di Amerika Serikat usai serangan teror di negara mereka, yakni pemerintah segera mengampanyekan perlunya semua lapisan masyarakat Amerika bersatu di belakang pemerintahnya menghadapi teroris.

Selain itu, dikampanyekan suara-suara agar tidak boleh ada lagi berbagai kerusakan akibat aksi terorisme di negara mereka. "jadi, hal-hal seperti itu yang seharusnya diekspos dan bukan sekedar menanyangkan berulang-ulang korban atau kerusakan hasil kerja teroris itu," ujarnya.

Abu Bakar Ba'asyir menyatakan, Central Intelegence Agency (CIA), dinas rahasia Amerika Serikat, terlibat dalam serangkaian bom di Indonesia.

Sementara itu, Amir Jama'ah Ansharut Tauhid (JAT), Abu Bakar Ba'syir, mengatakan, Central Intelegence Agency (CIA), dinas rahasia Amerika Serikat, terlibat dalam serangkaian bom di Indonesia. (PurWD/ voa-islam/Republika)


latestnews

View Full Version