View Full Version
Senin, 03 Aug 2009

Bom Itu Kontra Intelijen

(voa-islam.com) - Setiap kali terjadi peledakan bom di tanah air, baik Bom Bali l, Bom Bali ll, Bom di Kedubes Australia, di Hotel  JW Marriott, dan tempat lainnya, umat Islam selalu jadi kambing hitam. Nama baik seperti pesantren dicoreng sebagai gudang teroris. Bahkan menurut pencitraan Densus 88 Mabes Polri, pesantren khusus putri  pun bisa jadi gudang teroris.

Padahal cukup jelas, menurut logika orang awam saja, peledakan bom bukan kejadian yang terjadi begitu saja. Setiap peledakan bom pasti melibatkan bermacam-macam kepentingan politik, ekonomi, serta hal-hal lain baik individual maupun institusional yang berkelindan. Motifnya hanya dua yaitu (keuntungan) uang dan hegemoni dalam arti pelanggengan pengaruh. Oleh karena itu, meski sudah diketahui siapa master mind atau otaknya, ia tak akan pernah ditangkap.

Peledakan bom kerap terjadi di tempat dengan penjagaan aparat. Ini tidak mengherankan. Tentang hal ini, mantan komandan Densus 88, Surya Darma, dengan enteng menjelaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi karena adanya keterlibatan orang dalam.

“Lazimnya, aparat tak menyentuh orang dalam,” kata Surya. Disadari atau tidak, jawaban Surya Darma itu merendahkan kredibilitas BIN dan Densus 88 yang tak tahu atau membiarkan keterlibatan orang dalam tersebut.

Nama baik seperti pesantren dicoreng sebagai gudang teroris. Bahkan menurut pencitraan Densus 88 Mabes Polri, pesantren khusus putri  pun bisa jadi gudang teroris.

Yang menimbulkan keheranan justru seperti main tebak-tebakan dalam mencari siapa orang dalam itu. Sumber BIN mengatakan bahwa orang dalam itu koki, lalu di koreksi, bukan koki tapi floris, lalu dikoreksi lagi, bukan floris, tapi anak-anak. Akibatnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak jadi menghadiri acara puncak hari peringatan Hari Anak Nasional di Ancol, ( jangan-jangan ) gara-gara anak-anak Indonesia sudah pandai merakit dan meledakan bom.

Surya Darma lebih lanjut mengatakan bahwa peledakan bom itu dilakukan oleh kaki tangan jaringan Al-Qaidah atau Jamaah Islamiyah. Farihin, yang mengaku sebagai anggota Al-Qaidah dan tahu seluruh anggota Al-Qaidah yang ada di Indonesia, malah menantang Surya Darma untuk membuktikan ucapannya. “Kalau Benar pelakunya anggota Al-Qaidah syukurlah, tetapi kalau bukan berarti pelakunya adalah kaki tangan Amerika Serikat, yang mengebom simbol-simbol As sendiri,”  ujarnya.  ”Di dunia ini hanya ada dua kutub permusuhan yaitu AS versus Islam, “ tambahnya.

Ketika Presiden SBY dianggap menuduh ada kaitan pengeboman itu dengan Pilpres 2009, ia pun membantah. Ia tidak menuduh kalau bom itu terkait dengan pilpres. Apa yang disampaikannya bukan hal yang mengada-ada, melainkan berdasarkan laporan intelijen.

Berbicara tentang bom sungguh sangat panjang. Peledakan bom bisa erkait kepeningan pribadi atau institusi, bisa terkait dengan motif uang dan hegemoni, dan juga terkait dengan masalah idelogi dan rekayasa dekonstruksi sosial. Setiap peledakan bom tak luput dari desain, umat Islam yang bisa dikorbankan dikambinghitamkan, dan Islam disudutkan sebagai agama yang mengajarkan kekerasan. “Pengeboman itu jelas merupakan upaya untuk mendiskreditkan Islam, “ tegas juru bicara HTI, Ismail Yusanto.

“Pengeboman itu jelas merupakan upaya untuk mendiskreditkan Islam, “ tegas juru bicara HTI, Ismail Yusanto.

Lantas, apa kata publik tentang peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton itu?  Selama 24 juli hingga 31 juli 2009 Republika online  (ROL) menggelar jejak pendapat seputar peristiwa mematikan tersebut. Ternyata, sebanyak 46,1 persen responden berkeyakinan bahwa peledakan bom itu merupakan tindakan kontra Intelijen. Hanya sebanyak 20,7 persen responden menyatakan bahwa ledakan bom itu murni tindakan teroris, dan 27,3 persen meyakininya sebagai tindakan pengacau keamanan. (PurWd/voa-islam/rol) 


latestnews

View Full Version