Mataram (voa-islam.com) – Pengikut Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai tak serius melaksanakan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung.
Gubernur NTB, KH. M Zainul Majdi, mengatakan, pengikut Ahmadiyah tak serius dalam melaksanakan SKB tersebut. "Hal ini terlihat dari kehidupan sehari-hari. Sekitar 130 pengikut Ahmadiyah yang ditampung di asrama Transito Majeluk Mataram masih eksklusif dan tidak mau berbaur dengan masyarakat," Ujar Zainul di Mataram, Rabu (5/8).
Pengikut Ahmadiyah di asrama Transito Majeluk Mataram masih eksklusif dan tidak mau berbaur dengan masyarakat.
Sekitar 130 pengikut Ahmadiyyah hinga kini masih hidup di pengungsian, setelah rumah mereka di Gegerung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, dirusak dan dibakar sekitar 6 tahun lalu. Pemerintah terus berupaya membina, sekaligus mencari jalan keluar agar mereka bisa pulang ke kampung halamannya di Gegerung, Lombok Barat.
Gubernur menilai, keinginan Jemaat Ahmadiyah untuk pulang kampung merupakan tekad yang baik. Menurut Zainul, sebenarnya tidak ada masalah jika jemaat Ahmadiyah ke kampung halamannya di Gegerung, Lombok Barat, asalkan mereka bisa membaur dengan masyarakat setempat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus melakukan penyuluhan agar pengikut Ahmadiyah kembali ke ajaran Islam. Upaya MUI dan Kanwil Depag tersebut hingga kini belum membuahkan hasil, karena mereka masih tetap pada pendiriannya.
"Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, NTB, sangat senang mendengar warga Ahmadiyah yang ingin pulang kampung, namun sekarang bagaimana dengan lingkungannya." Ungkap Kabag Humas Pemkab Lombok Barat, Basirun Anwar. Masyarakat, kata dia, pasti akan menerima penganut Ahmadiyah, asalkan mereka mau membaur dengan masyarakat dan kembali ke ajaran Islam yang benar.
Masyarakat pasti akan menerima penganut Ahmadiyah, asalkan mereka mau membaur dengan masyarakat dan kembali ke ajaran Islam yang benar.
Penegasan senada juga diungkapkan Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Pusat, Prof. Utang Ranuwijaya. Menurut dia, masih banyak pengikut Ahmadiyah yang melanggar SKB. "Masih banyak pengikut Ahmadiyah yang melakukan dakwah-dakwah di berbagai daerah di Indonesia," papar Utang di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (5/8).
"Karena sudah dinyatakan sesat, seharusnya pengikut Ahmadiyah ini tidak boleh melakukan kegiatan dakwah," ungkap Utang menegaskan. Pihaknya juga bersyukur melihat banyaknya warga Ahmadiyah kembali ke Islam yang kaffah dengan membaca syahadat di depan pengurus MUI setempat.
Berdasarkan SKB Tiga Menteri, seluruh penganut dan pengurus Ahmadiyah diperingatkan dan diperintahkan untuk menghentikan semua kegiatan yang tak sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya, seperti pengakuan adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW sepanjang menganut agama Islam.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Syamsir Ali, mengaku, saat ini warga Ahmadiyah sudah membaur dan berinteraksi dengan masyarakat. "Hanya shalat saja yang tidak membaur dengan masyarakat," Ujar Syamsir kepada Republika, Rabu (5/8).
Menurut Syamsir, untuk ibadah shalat, penganut Ahmadiyah memang melakukannya sendiri. "Itu sebuah kepercayaan yang dianut jemaat Ahmadiyah," ungkapnya. Menurut Syamsir, membaur yang diperintahkan dalam SKB adalah berinteraksi dengan masyarakat dalam kehidupan.
"kami saat ini sudah tidak berdakwah lagi," jelasnya. Adapun ibadah yang dilakukan Ahmadiyah seperti shalat masih dilaksanakan. "Kalau ada pengajian, tahlilan, atau pernikahan, kami pasti mengikuti acara-acara tersebut," ungkapnya.
Ahmadiyyah rela di bubarkan, jika sesuai dengan Undang-Undang dan Konstitusi di Indonesia
Menanggapi tuntutan pembubaran Ahmadiyah, Syamsir menegaskan, jika sesuai dengan undang-undang dan konstitusi di Indonesia, pihaknya rela dibubarkan. "Tapi, harus dibuktikan di pengadilan." (PurWd/v-i/rpb)