Hari-hari belakangan ini, media televisi utama di negeri ini terus menerus secara gencar dan provokatif memberitakan dan membahas terorisme. Pembahasan masalah tersebut menjadi tidak relevan lagi ketika hal-hal yang semestinya tidak disinggung karena menyangkut ummat Islam pada umumnya, terus saja dipanjang-lebarkan. Sehingga terjadi ketidak-seimbangan berita. Ada kesan memojokkan kelompok Islam tertentu, sekaligus labelisasi bahwa kelompok tersebut harus diwaspadai.
Hal yang dimaksudkan adalah ketika seorang narasumber mengatakan bahwa akar terorisme itu adalah ajaran Wahabi (sebutan yang dikenal di Asia Tenggara saja dan berkonotasi negatif) yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab di Saudi Arabia, Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Imam Hasan Al Banna di Mesir, dan Darul Islam yang didirikan oleh S.M. Kartosuwiryo di Indonesia. Ketiganya memang tidak dinafikan memberikan inspirasi bagi ummat Islam dalam pengamalan dan pemahamannya. Namun ketika hal tersebut dikaitkan dengan terorisme maka persoalannya menjadi lain.
Pemahaman yang diajarkan oleh seorang ulama besar pada masanya Muhammad bin Abdul Wahab yang kemudian dikenal dengan gerakan Wahabi sebenarnya adalah sebuah gerakan untuk mengembalikan ummat Islam kepada pemahaman Islam yang murni berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah. Gerakan ini merespon kondisi masyarakat yang mulai melenceng jauh dari ajaran Islam yang semestinya misalnya pemujaan terhadap kuburan, kepercayaan tahayyul, khurafat dan bid'ah (menambah-nambah ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu'alaihi wa Sallam). Gerakan ini mendapatkan dukungan dari keluarga Raja Sa'ud yang hingga hari ini berkuasa.
Di negara ini gerakan tersebut kemudian memberi inspirasi kepada seorang ulama dari Sumatra Barat yang bernama K.H. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912. Kemudian diikuti oleh seorang ulama dari Timur Tengah yang berda'wah di Indonesia bernama Ustadz Ahmad Syurkati lalu mendirikan Al Irsyad. Awalnya organisasi ini hanya untuk kalangan keturunan Arab saja, tetapi sekarang sudah membaur dengan masyarakat negeri ini. Berikutnya adalah juga seorang ulama keturunan India yang bernama A. Hasan yang bermuqim di Bangil Jawa Timur yang lalu mendirikan organisasi Persatuan Islam (Persis). Ketiga gerakan yang di inspirasikan oleh gerakan Wahabi tersebut memegang peranan yang sangat penting dalam perjuangan merebut kemerdekaan tanah air ini. Dari merekalah rakyat Indonesia mendapat pencerahan untuk memerdekakan diri dari penjajahan.
Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang didirikan oleh seorang Ulama Imam Hasan Al Banna pada mulanya adalah gerakan da'wah biasa, mengedepankan pendekatan persuasif dalam menyadarkan ummat. Mereka anti kekerasan dan bahkan pada awal gerakannya lebih menekankan pada gerakan sosial, pendidikan, dan da'wah. Gerakan ini mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat Mesir khususnya, dan terus berkembang ke seluruh Timur Tengah, bahkan seluruh dunia. Di Indonesia gerakan I.M ini memberi inspirasi kepada kaum intelektual muda terutama kalangan kampus. Mereka mendirikan gerakan Tarbiyah. Gerakan ini mampu memberikan pencerahan kepada kawula muda untuk memahami Islam secara benar. Selanjutnya pada tahun 90-an gerakan ini berkecimpung di dunia politik dengan nama Partai Keadilan yang selanjutnya bernama Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dalam gerakannya partai ini begitu fenomenal karena mampu memikat hati rakyat Indonesia pada masa kemunculannya hingga hari ini. Disamping itu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga termasuk gerakan da'wah yang juga terinspirasi dari gerakan I.M. Mereka dalam gerakannya juga banyak memberikan pencerahan kepada masyarakat Muslim di negara ini.
Adapun Darul Islam yang memang sejak awal berdirinya berorientasi kekuasaan, saat ini sudah tidak lagi eksis sejak pimpinannya S.M. Kartosuwiryo meninggal dunia. Bahwa kemudian muncul gerakan Negara Islam Indonesia (NII), itu hanyalah sebagai reaksi dari penindasan terus menerus yang dilakukan oleh penguasa orde baru terhadap keluarga ex anggota D.I tersebut. Gerakan ini pada masa kini kenyataannya tidak berhasil memikat hati masyarakat Indonesia.
Sepatutnya pembicaraan ini harus proporsional dan adil. Tidak melulu pada posisi yang terus menerus menyudutkan sekelompok golongan masyarakat yang realitasnya memiliki andil besar dalam pembangunan bangsa ini. Sehingga membentuk opini di masyarakat bahwa gerakan atau organisasi ini (Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Partai Keadilan Sejahtera, Hizbut Tahrir Indonesia, dan gerakan atau organisasi lainnya yang memperjuangkan pemurnian ajaran Islam) harus diwaspadai. Akibatnya ditengah masyarakat akan muncul perpecahan, saling mencurigai, bahkan antara sesama ummat Islam sendiri. Padahal kestabilan negeri ini ditentukan oleh ummat Islam yang berjumlah 87 % dari 200-an juta rakyat Indonesia.
Akibatnya ditengah masyarakat akan muncul perpecahan, saling mencurigai, bahkan antara sesama ummat Islam sendiri. Padahal kestabilan negeri ini ditentukan oleh ummat Islam yang berjumlah 87 % dari 200-an juta rakyat Indonesia.
Bahwa ekstrimisme atau radikalisme atau fundamentalisme bukanlah milik penganut Islam saja. Tetapi ia boleh tumbuh dimana saja dan pada agama apa saja di muka bumi ini, manakala mereka tidak mendapat perlakuan adil. Mengapa tidak ada kecurigaan kita kepada kelompok yang jelas-jelas ingin menghancurkan NKRI seperti yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Republik Maluku Selatan (RMS) misalnya. Ketika mereka melakukan aksinya, tidak ada satupun media massa kita yang terus menerus membicarakan atau membahasnya hingga berhari-hari seperti pembahasan masalah teroris saat ini. Tidak ada satupun media massa kita yang menyudutkan keluarga mereka, seperti perlakuan terhadap keluarga teroris sampai mereka dikucilkan oleh masyarakat.
Kalaulah ketidak-adilan perlakuan ini terus saja berlangsung, atau jangan-jangan, ini adalah bagian dari agenda tersembunyi negara-negara adikuasa yang ingin menghancurkan kemudian menguasai negara yang kaya raya ini, maka boleh jadi akan terus bermunculan bomber-bomber baru. Semakin hancurlah kita.
Mari berlaku adil terhadap siapapun termasuk kepada orang yang kita benci sekalipun. Karena hanya dengan perlakuan adil-lah para teroris atau calon teroris atau siapapun yang ingin merusak bangsa ini, bisa kita redam dan hentikan sama sekali. (salim/voa-islam)