View Full Version
Sabtu, 22 Aug 2009

Awasi Dakwah = Kembali ke Zaman Orde Baru

JAKARTA (voa-islam) - Markaz Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) memerintahkan kepolisian di daerah meningkatkan upaya pencegahan tindak terorisme. Salah satu bentuknya adalah menggiatkan pengawasan terhadap ceramah keagamaan dan kegiatan dakwah.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Nanan Soekarna, mengatakan, selama Ramadlan, polisi akan meningkatkan pengawasan ke penjuru wilayah Indonesia. Pihak kepolisian akan ikut serta masuk ke dalam aktivitas dakwah. Jika ditemukan dakwah yang bersifat provokasi dan melanggar hukum, aparat akan menindaknya dengan tegas.

Namun, menurutnya, pengawasan itu bukan untuk membatasi ceramah atau dakwah.
"Polisi tidak akan menghalangi dakwah dan tausiyah. Tapi, kita akan mencoba nempel di situ untuk lebih terbuka dan memantau," Ujar Nanan, di Mabes Polri, Jumat (21/8).

Menanggapi strategi polisi dengan mengawasi dakwah untuk mencegah aksi terorisme, anggota komisi III DRP, Patrialis Akbar, mengaku heran. "Memberantas teroris kita dukung, tapi jangan salah kaprah dan overacting." Katanya.

Dia khawatir, upaya itu justru meresahkan masyrakat, karena para pendakwah diposisikan sebagai orang yang dicurigai. "Awasi saja. Tidak perlu ada pernyataan di muka umum. Ini bahaya." Kata Patrialis.

Kalau pendakwah diposisikan sebagai orang yang dicurigai, bagaimana dakwahnya bisa diterima.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menyatakan, rencana polisi mengawasi dakwah adalah langkah mundur bagi demokrasi. "Kalau dakwah diawasi berarti kita kembali lagi ke zaman rezim Orde Baru." Katanya.

Pengawasan dakwah, katanya, seharusnya dilakukan para ulama sendiri. dia yakin, ulama yang tak setuju paham-paham ekstrem jumlahnya mayoritas.

Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, berpendapat senada, "saya kira kita mundur lagi ke orde baru dengan keinginan mengawasi dakwah." Kata Ifdhal.

"Saya kira kita mundur lagi ke orde baru dengan keinginan mengawasi dakwah." Kata Ifdhal.

Dakwah, terangnya, merupakan wilayah agama yang tidak bisa diintervensi pemerintah atau negara. "Kita dukung usaha pemerintah berantas teroris, tapi jangan melewati prinsip-prinsip HAM yang dijamin institusi kita."

Ketua umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, menilai, jika dakwah sampai diawasi, itu merupakan kemunduran. Jarum jam sejarah akan diputar kembali ke arah otoritarian dan penegakan hukum yang represif.

"Padahal, itu semua sudah dikoreksi melalui reformasi. Ini akan mengeliminasi prestasi demokrasi yang sudah dicapai bangsa ini. Kalau itu sampai terjadi, jelas set back," katanya.

Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Adian Husaini, menolak bila dakwah dikaitkan dengan terorisme. Sebab, dakwah selama ini berjalan baik dan tak ada masalah.

Mengawasi dakwah: Membuat suasa permusuhan antara pemerintah dan umat Islam. (menurut Adian)

Adian mempertanyakan dakwah seperti apa yang mesti diawasi. "Jangan membuat suasana antagonis, suasana permusuhan antara pemerintah dan umat Islam. Justru seharusnya umat Islam dirangkul. Jelas ini akan meresahkan umat Islam dan memunculkan situasi adu domba," paparnya. (PurWD/v-i/rpb)
 


latestnews

View Full Version