(voa-islam) - Julukan teroris sudah mulai menggurita di negeri ini. Orang yang berjenggot, celana cingkrang, dan bergamis, ditambah lagi istri atau anak wanitanya bercadar sering dijuluki dengan teroris. Hal ini tidak lepas dari pemberitaan media yang massif, seolah-olah, simbol-simbol di atas milik teroris. Padahal jelas, simbol-simbol tersebut bagian dari ajaran Islam.
Bahkan sekarang ini ada sejumlah pihak yang sudah menyamakannya dengan cap PKI pada dekade tahun 1960-an.
"Dampaknya sudah hampir setara. Bedanya sekarang lebih transparan, sehingga pihak yang disebut seperti itu bisa melawan melalui gugatan-gugatan hukum," ujar Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, di Jakarta, Kamis (27/8/2009).
Tentunya, nasib berbeda dialami para korban PKI beberapa tahun silam di Indonesia. Mereka meski tak terlibat langsung dalam gerakan PKI, ketika diciduk tidak memiliki ruang lagi untuk melakukan gugatan. "Baik perdata maupun pidana, sehingga nama baiknya sulit dipulihkan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Neta berharap agar polisi bertindak profesional dalam mengusut kasus terorisme. Sebab dampak pelabelan teroris kepada individu tertentu sulit untuk dihilangkan, meski pada tahap selanjutnya yang bersangkutan terbukti tidak bersalah. "Jangan sampai kerja amatiran polisi menelan korban orang-orang yang dituduh teroris," pungkasnya.
Kesalahan Data Intelijen
Beberapa kali pihak kepolisian salah dalam data intelijen. Misalnya, penggerebekan di Temanggung beberapa waktu lalu. orang yang diduga Noordin ternyata Ibrahim. Hal ini menumbuhkan kekecewaan dibenak IPW terhadap kinerja Densus 88 Antiteror.
Beberapa orang sudah ditangkap kemudian dilepas kembali karena tidak terbukti terlibat terorisme. Tapi, stigma teroris tak mudah dihilangkan dari dirinya.
Dalam konteks ini, IPW berharap agar insiden serupa tak terjadi dalam kasus penangkapan Mohamad Jibril yang dijadikan DPO teroris.
"Kita berharap polisi segera menjelaskan sejauh mana data-data akurat yang mereka miliki bahwa M Jibril memang terlibat dalam jaringan teroris. Jangan sampai seperti kasus Temanggung," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane kepada okezone di Jakarta, Kamis (27/8/2009).
Dalam penanganan tindak pidana terorisme, polisi memang diberi keleluasaan menahan seseorang dan dimintai keterangan hingga sepekan. Namun, IPW berharap agar kewenangan ini tak membuat polisi lalai.
M Jibril ditetapkan sebagai DPO teroris oleh Mabes Polri pada Selasa lalu. Tak lama kemudian, dia ditangkap polisi dan belum bisa ditemui keluarganya hingga sekarang. Oleh Polisi, M Jibril diduga kuat berperan sebagai kurir dana operasional aksi terorisme Noordin M Top.
Operasi Intelijen Asing
Mantan direktur BAKIN, AC Manulang, dalam sebuah diskusi menegaskan tidak mungkin terorisme dilakukan atas ajaran agama Islam, semuanya merupakan bagian dari operasi intelijen.
Analisis Manulang ini disepakati oleh anggota Komisi I DPR Al Muzammil Yusuf. Menurutnya, memang tidak menutup kemungkinan ada pihak luar yang sengaja menciptakan teror di Indonesia. "AC Manulang orang intel, tentu dia punya alasan-alasan seperti itu. Dia punya data. Ada kepentingan dari negara lain mungkin saja," imbuh politisi dari PKS itu. (PurWD/Oz)