View Full Version
Kamis, 27 Aug 2009

Komnas HAM: Ada Pelanggaran HAM Berat Pada Operasi di Temanggung

Jakarta (voa-Islam) Aksi penyergapan polisi terhadap tersangka teroris di Temanggung, Jawa Tengah (8/8) lalu mulai mendapatkan kritikan tajam dari Komnas HAM. Dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Umat Islam (FUI) di Wisma Dharmala, Jakarta, Rabu (25/8), anggota Komnas HAM, Saharudin Daming menilai operasi Densus 88 di Temanggung memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM. Diantara pelanggaran itu, menurut Daming adalah terbunuhnya Ibrahim, orang yang diduga terlibat dalam aksi peledakan di Marriott dan Ritz Carlton.

Padahal, menurut Daming, selama Ibrahim belum dibuktikan bersalah oleh pengadilan, maka tidak ada hak dari aparat kepolisian untuk menghilangkan nyawanya."Ini extra judicial killing dan masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat,"tegasnya. Padahal kata Daming, polisi bisa terlebih dulu menggunakan cara prosedural untuk melumpuhkan target tersebut dengan menggunakan gas air mata, misalnya. Bukan dengan berondongan peluru yang berlangsung selama belasan jam. Terlebih, tambah Daming, untuk melumpuhkan satu orang target, polisi harus menerjunkan 6 kompi pasukan."Polisi dalam bertugas harusnya tidak hanya dibekali senjata api, tetapi juga senjata hati nurani," terangnya dalam diskusi yang bertajuk "Waspadai Orang Berjubah dan Berjanggot: Maksud lo?" itu.

Polisi dalam bertugas harusnya tidak hanya dibekali senjata api, tetapi juga senjata hati nurani," terangnya dalam diskusi yang bertajuk "Waspadai Orang Berjubah dan Berjanggot: Maksud lo?" itu

Komnas HAM menurut Daming telah mengirim surat kepada Kapolri dengan tembusan kepada kepala Densus 88 untuk membahas soal ini. Dalam waktu dekat, kata Daming, Komnas HAM akan bertemu dengan Kapolri terkait beberapa kejanggalan dalam penyergapan tersebut yang dianggap melanggar HAM.

Daming juga mengeritik kerja polisi dalam menetapkan para DPO teroris dengan menyebut langsung dan memasang foto para DPO secara jelas."Padahal seharusnya hanya disebutkan inisialnya saja, dan foto pelaku menggunakan sketsa wajah. Ini ada aturannya dalam undang-undang HAM, bahwa seorang sebelum ditetapkan bersalah oleh pengadilan maka harus diterapkan asas presumption of innocent (praduga tak bersalah)," ujar Daming.  Selain itu, Daming meminta aparat kepolisian mengevaluasi kinerja aparat intelijennya di lapangan agar tidak salah dalam memberikan laporan.

Padahal seharusnya hanya disebutkan inisialnya saja, dan foto pelaku menggunakan sketsa wajah. Ini ada aturannya dalam undang-undang HAM, bahwa seorang sebelum ditetapkan bersalah oleh pengadilan maka harus diterapkan asas presumption of innocent (praduga tak bersalah)

Diskusi juga menghadirkan pimpinan Komando Laskar Islam, Munarman. Dalam kesempatan itu, Munarman menyesalkan tindakan kepolisian yang menangkap dan memeriksa pasport orang-orang yang  berjubah dan berjanggut yang belakangan diketahui sebagai rombongan kafilah dakwah Jamaah Tabligh."Seharusnya aparat kepolisian memeriksa intel-intel asing yang berkeliaran di Indonesia, seperti Sydney Jones dan Nasir Abbas,"tegasnya. Munarman juga menyesalkan tindakan polisi yang menangkap Muhammad Jibril tanpa surat penangkapan. "Sampai saat ini tidak ada surat penangkapan. Seharusnya polisi menunjukan surat penangkapan, kecuali kalau polisi menangkap tangan pelaku teror, itu baru bisa tanpa surat penahanan,"tambahnya.

Dalam sesi tanya jawab, Fikri Boreno Sekjen Al-Ittihadiyah yang hadir sebagai peserta dalam acara itu meminta umat Islam agar waspada terhadap operasi intelijen yang berusahan menyudutkan Islam seperti kasus Komando Jihad pada masa lalu. Pihak Mabes Polri yang diwakili Kombes Polisi Zulkarnain dalam kesempatan itu menegaskan tidak ada sama sekali rekayasa intelijen dalam pemberantasan terorisme ini. Zulkarnain meyakinkan, semua orang yang ditangkap sudah berdasarkan bukti-bukti dan fakta di lapangan. Zulkarnain justru menyalahkan pers yang selama ini kerap memelintir berita yang dilansir dari kepolisian. (Art/Voa-Islam)


latestnews

View Full Version