Jepara (voa-islam) - Giliran Ponpes Al-Muttaqin menjadi sorotan media terkait kasus terorisme. Ponpes yang terletak di Sowan Kidul, Kabupaten Jepara pernah menjadi tempat nyantri Bagus Budi Pranoto alias Urwah.
Sementara itu, pengasuh ponpes menegaskan ponpes Al-Muttaqin tidak mengajarkan kekerasan.
"Kami tidak mengajarkan kekerasan," kata KH Sartono Munadi, pengasuh Ponpes Al-Muttaqin saat ditemui detikcom, Selasa (25/8/2009) lalu di rumahnya yang teduh di kompleks pesantren. Ustad Sartono tampak santun dan bersahabat.
"Kami tidak mengajarkan kekerasan," kata KH Sartono Munadi.
Bangunan rumah Kiai Sartono sederhana, namun cukup teduh. Rumah bercat putih berpagar merah itu memiliki halaman samping yang cukup luas. Sebuah mobil Suzuki Carry terparkir di halaman rumahnya. Sementara di dalam rumah, terdapat lima kursi dan sebuah meja bundar, yang di atasnya, terletak empat kitab yang cukup tebal.
Kiai Sartono menceritakan perihal pesantren yang dirintisnya sekitar 20 tahun lalu. "Kami sama dengan pesantren pada umumnya. Hanya dalam penyampaian, kami menggunakan bahasa pengantar Bahasa Arab, Inggris dan Indonesia, agar santri yang dari luar Jawa juga bisa memahami," ujar Kiai yang sehari-hari juga berprofesi sebagai petani dan berdagang konveksi kecil-kecilan.
Sementara kitab-kitab yang diajarkan, antara lain Aisarut Tafaasir, Fikih Sunnah dan Minhajul Muslim.
Terkait dengan isu terorisme saat ini yang lagi jadi perbincangan hangat, Kiai Sartono mengaku tidak pernah merasa mengajari santrinya menjadi teroris atau melakukan tindak kekerasan lain. "Kalau ada alumnus ponpes saya, mungkin karena setelah lulus, ia terbawa arus dengan teman atau ia belajar dengan siapa. Pergaulan sekarang kan kompleks," tutur dia.
Pada prinsipnya, menurut dia, pihaknya mendirikan pesantren dengan bekerja dan ikhlas, agar bisa membantu pemerintah menyiapkan generasi yang cerdas dan berkahlaq.
"Kalau pemerintah mencari-cari kejelekannya saja, pasti dapat. Di manapun. Tetapi apakah pemerintah memperhatikan dan memberi apresiasi kepada pesantren sebagai lembaga pendidikan yang notabene wajah Islam Indonesia," tegas sang Kiai.
"Kalau pemerintah mencari-cari kejelekannya saja, pasti dapat. Di manapun. Tetapi apakah pemerintah memperhatikan dan memberi apresiasi kepada pesantren sebagai lembaga pendidikan yang notabene wajah Islam Indonesia," tegas Kiai Sartono Munadi.
Hingga Sabtu (29/8/2009) polisi belum bisa menangkap Urwah, yang menjadi buron kasus bom Marriott dan Ritz-Carlton. Jejak terakhirnya, Urwah tinggal di sebuah rumah di RT 01 RW 04 di kampung Buntarejo, Kadokan, Grogol, Sukoharjo. Dia masih terlihat pada 7 Agustus 2009, beberapa jam sebelum polisi melakukan penggerebekan di Jatiasih da Temanggung. (PurWD/dtk)