View Full Version
Senin, 07 Sep 2009

Bara Century, Memanggang Sana-Sini

Jakarta (voa-islam) Bank Century sudah lebih 9 bulan di-bailout, tapi bara masalahnya justru memanggang para pejabat di Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam 1 pekan terakhir. Bau ketidakberesan meruap di sana-sini.

Bergegas Gubernur BI Boediono turun dari mobil dinas di lobi gedung Departemen Keuangan, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta. Dia diikuti Deputi Senior Gubernur Miranda Swaray Goeltom dan Deputi Gubernur Siti Ch. Fadjrijah.

Sejumlah pejabat bank sentral dengan level lebih rendah juga turut serta. Ada Direktur Direktorat Humas dan Perencanaan Strategis BI Dyah Makhijani. Kabiro Humas Filianingsing Hendarta malah sempat menenteng termos air panas. "Ini mau camping," candanya.

Filianingsih, malam itu, boleh saja berusaha berkelakar. Kejadian itu sekitar pukul 20.00 WIB, 20 November 2008. Namun, prolog drama yang menegangkan justru telah terjadi beberapa hari sebelumnya, yakni pada 13 November, saat PT Bank Century Tbk dikabarkan gagal kliring dan membatasi penarikan dana nasabah.



Tak berapa lama, sejumlah pejabat Departemen Keuangan, seperti Dirjen Pajak Darmin Nasution, Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, Ketua Bapepam-LK dan Dirut PT Bank Mandiri Tbk Agus Martowardojo berdatangan. Pemilik Bank Century Robert Tantular, Dirut Hermanus H. Muslim dan Wadirut Hamidy juga telah diundang.

Hujan sejak sore belum sepenuhnya berhenti, saat pukul 20.30, rapat tertutup yang melibatkan para pejabat penting sektor keuangan digelar. Segelintir wartawan yang menunggu mahfum, pasti kondisi Bank Century sudah gawat.

Waktu terus berlalu, tetapi tak ada tanda-tanda rapat selesai. Pemilik dan direksi Bank Century bahkan tak ikut dalam pertemuan itu. Mereka, sebagaimana dikatakan Robert Tantular pada satu kesempatan, dibiarkan menunggu lontang-lantung di ruangan lain. Hamidy tampak beberapa kali keluar untuk merokok.

Bila di luar sisa hujan meninggalkan hawa dingin, tidak demikian halnya dengan di dalam Gedung E Depkeu tempat pertemuan berlangsung. Rapat dipimpin oleh Menkeu Sri Mulyani, yang juga Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Rapat berlangsung panas.

"Semua kata binatang sampai keluar," tutur Darmin, melukiskan betapa alotnya rapat itu, saat sudah menjabat Deputi Gubernur Senior BI, Jumat, pekan lalu.

Dia mengatakan rapat terpecah dalam dua kubu perlu atau tidaknya Bank Century diselamatkan. Semua 'sakit' gara-gara rapat itu, tutur Darmin.

Perundingan alot, belum ada tanda-tanda berakhir walau hari telah berganti dan baru benar-benar berhenti pukul 07.00 keesokan harinya. Dengan alasan berisiko sistemik, pemerintah kemudian memilih menyelamatkan bank yang sudah bermasalah sejak 2005 tersebut.

Syahdan, beberapa pekan setelah pertemuan lintas malam itu, Maryono meminta izin merokok saat mulai menjelaskan kondisi terakhir Bank Century. Mantan petinggi Bank Mandiri itu diserahi tugas memimpin Century sejak diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan. Dari awal Maryono tahu, mengurusi bank yang telah dinyatakan gagal tersebut bukan hal yang mudah.

"Begitu ditunjuk, saya mengumpulkan jajaran manajer ke atas, di situ kami mendapatkan komitmen dukungan untuk memperbaiki bank ini," tuturnya.

Maryono bertutur, periode 3 bulan pertama pemulihan adalah masa survival bagi Bank Century. Dia mengakui telah terjadi penarikan dana yang cukup besar dalam 1 bulan terakhir disertai temuan kredit macet tidak sedikit.

Pernyataan ini terbukti dari hasil audit, hingga akhir 2008, dana pihak ketiga Bank Century tinggal Rp5 triliun, dari sebelumnya di level Rp10 triliun. Maryono berusaha meyakinkan para nasabah, bila Bank Century sekarang berbeda dan dikelola dengan lebih baik.

Perlahan, operasional Bank Century berjalan normal. Mengakhiri Semester I/2009, bank itu sudah membukukan laba bersih Rp139 miliar. Hanya saja kerugian pada 2008 memang tidak kepalang tanggung Rp7,2 triliun.

Mengakhiri Semester I/2009, bank itu sudah membukukan laba bersih Rp139 miliar. Hanya saja kerugian pada 2008 memang tidak kepalang tanggung Rp7,2 triliun.

Rugi sebesar itu meludeskan separuh aset Bank Century yang pada awal 2008 masih mengelola Rp14,25 triliun. Kerugian terjadi umumnya karena pencadangan aset busuk baik surat berharga maupun kredit itu yang menguras duit LPS hingga Rp6,76 triliun.

Jelas dana yang begitu besar itu mengundang pertanyaan besar? Bagaimana bisa terjadi, dan mengapa LPS begitu saja mengucurkan dana bailout hingga 4 kali dengan nilai besar.

"Usulan bank sistemik dari BI. Jadi kemudian dia [BI] datang dengan angka-angka. LPS tidak menghitung lagi karena bank gagal sistemik harus diselamatkan, " kilah Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani.

Bisnis lalu menanyakan kepada BI. Menurut Deputi Direktur Pengawasan Bank I BI Hery Krystiana bank sentral tidak bisa memperkirakan nilai kerugian Bank Century sedari awal karena temuan kecurangan terjadi belakangan.

Cek kosong

Setelah diputuskan harus diselamatkan, Bank Century bak cek kosong yang bebas diisi oleh besaran dana berapa pun. Anehnya, tanpa catatan, LPS juga menurut saja ketika BI menyodorkan angka yang berubah dari waktu ke waktu, malah dengan rentang terendah Rp4 triliun-Rp9 triliun, sebelum diambil angka tengah Rp7 triliun.

Ihwal angka yang terus berubah inilah yang konon membuat Menkeu Sri Mulyani meradang kepada para pejabat BI. Namun, semua telah terlambat, karena toh dana cair, yang berarti ia memberi restu dana bailout sesuai yang diminta.

Namun, kesan penyelamatan serampangan tak bisa dihilangkan. Alasan banyak deposito jatuh tempo dan banyak tagihan tidak bisa ditagih dalam waktu bersamaan sangat mencurigakan. Apalagi belakangan diketahui, tak semua aset benar-benar busuk, sehingga terbuka kemungkinan untuk ditagih.

Salah satunya adalah surat berharga di Dresdner Bank senilai US$156 juta yang ternyata dananya masih ada. Belum lagi dengan debitur L/C yang sempat dikira ngemplang ternyata sanggup bayar US$65 juta dan tagiah serupa US$95 juta siap tagih.

Para pengawas BI rupanya mau mudah saja menyehatkan Bank Century dengan begitu saja memvonis suatu tagihan maupun kredit gagal bayar, sehingga bisa dicatatkan sebagai rugi. Itulah salah satu penyebab, biaya bailout membengkak nyaris terkendali.

Bandingkan dengan klaim LPS yang menyatakan bahwa dana pihak ketiga Bank Century layak bayar karena nilainya di bawah maksimum penjaminan Rp2 miliar yang mencapai Rp5,3 triliun dari total dana Rp. 9,9 triliun ketika pertama kali diambil alih.

Bila bank ini ditutup, maksimum dana yang harus ditalangi LPS adalah Rp5,2 triliun, lebih kecil dari bailout. Hanya karena penilaian sebagai bank sistemiklah, opsi likuidasi tidak diambil.

Darmin juga menjelaskan, keputusan itu diambil dalam konteks krisis global yang terjadi saat itu. "Bisa jadi, kalau ditutup, kerugiannya malah lebih besar..siapa tahu," katanya.

Namun, keyakinan BI bahwa risiko penutupan akan mengganggu sistem perbankan secara umum juga layak diuji kesahihannya. Pasalnya, saat Bank IFI ditutup beberapa bulan setelah bailout, dampaknya juga tak begitu terasa. Apalagi jika merunut data, sepanjang 2008, tagihan antarbank Bank Century tak pernah lebih rendah dibandingkan dengan kewajibannya.

Penetapan "risiko sistemik" dalam penyelamatan Century, bisa jadi, adalah pangkal dari ribut penyelamatan bank itu. Wacana bisa saja ditarik ke ranah politik, guna meramaikan perebutan kursi kekuasaan menjelang pemilihan anggota kabinet pemerintahah SBY-Boediono.

Penetapan "risiko sistemik" dalam penyelamatan Century, bisa jadi, adalah pangkal dari ribut penyelamatan bank itu

Wajar jika kemudian para pejabat yang 'camping' di Depkeu malam itu kini merasa gerah dan saling lempar bola ke sana ke mari.

Namun, substansinya tetap saja, seberapa sah dan seberapa dapat dipertanggungjawabk an, keputusan yang telah diambil itu.

Jika itu persoalannya, kita tunggu jawabannya dari hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan, yang dijanjikan ketuanya, Anwar Nasution, selesai sebelum Lebaran. (hery.trianto@ bisnis.co.id)


latestnews

View Full Version