JAKARTA: Bank Indonesia mengaku tidak bisa membuat perkiraan awal besaran dana penyelamatan PT Bank Century Tbk karena berbagai temuan kecurangan seperti aset maupun kredit fiktif terjadi belakangan.
Kejadian ini menyebabkan kebutuhan dana bank yang telah diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan itu berubah dari waktu ke waktu. Selama masa penyelamatan, LPS tercatat 4 kali mengucurkan dana yang terakumulasi hingga Rp6,76 triliun.
"Kami tidak bisa perkirakan potensi rugi sedari awal. Tidak ada perhitungan kebutuhan dana berapa [dari awal]," ujar Deputi Direktur Pengawasan I BI Heru Kristyana, dalam konferensi pers, tadi malam.
Menurut Heru, temuan aset bodong tidak hanya sebesar surat berharga yang dijaminkan pada Dresdner Bank, Swiss.
Pernyataan pejabat bank sentral itu untuk memperjelas mengapa dana yang harus dibayar LPS berubah dari waktu ke waktu. Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani sempat menyebutkan, BI memberikan perhitungan kebutuhan likuiditas terendah Rp4 triliun dan tertinggi Rp9 triliun sebelum diperoleh angka moderat Rp7 triliun.
Direktur Direktorat Pengawasan I BI Boedi Armanto menambahkan surat berharga yang sempat dianggap gagal bayar dan disediakan provisi, setelah dicek ke Dresdner Bank masih ada sekitar US$156 juta. "Sekarang lagi kami coba klaim untuk dibayarkan ke Bank Century. Ada juga tagihan L/C sekitar US$95 juta."
Selain itu, sambungnya, ada dua debitur L/C yang mengemplang dan menyatakan akan membayar dengan skema restrukturisasi sebesar US$65,3 juta.
Pada perkembangan terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menggelar jumpa pers mendadak untuk memberikan penjelasan penanganan Bank Century. Menurut dia, kasus itu merupakan kriminal murni akibat kelemahan pengawasan BI.
Kalla mengatakan telah meminta Boediono, Gubernur BI saat itu, mengambil tindakan keras. Wapres pula yang memerintahkan Kapolri agar pemilik Bank Century Robert Tantular ditangkap.
Terkait pernyataan Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang mengaku telah bertemu dengan Kalla untuk melaporkan kasus Bank Century pada 22 November 2008, Wapres membatahnya. Menurut dia, pertemuan pada 25 November.
Kemarin, Menkeu juga meralat keterangannya dan membenarkan pernyataan Wapres soal waktu pertemuan. (11/16/ John Andhi Oktaveri/redaksi@bisnis. co.id)