View Full Version
Sabtu, 12 Sep 2009

Aceh Akan Mengesahkan Hukum Rajam

Puluhan pemuda yang tergabung dalam Forum Komunikasi untuk Syariat  mendesak anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA, segera mengesahkan Qanun (Peraturan Daerah) tentang Jinayat (Pidana Islam) dan Hukum Acara Jinayat. Aturan tersebut dinilai penting untuk menguatkan penegakan Syariat islam di Aceh.

"Jika Qanun ini tidak disahkan maka ini akan menghambat pelaksanaan syariat Islam di Aceh, makanya Qanun ini kita minta disahkan sekarang sebelum pergantian anggota dewan yang baru,"kata Basri Efendi, salah seorang demonstran, di Banda Aceh, Selasa, 8 September 2009.

Menurutnya, selama beberapa tahun terakhir ada upaya dari pihak tertentu untuk menghambat syariat Islam di Aceh. Kata dia, pemerintah saat ini kurang berpihak terhadap penegakan syariat Islam di Aceh.

"Kita menilai ada semacam intervensi yang jelas dari pihak asing untuk mengagalkan syariat Islam di Aceh. Kita tahu bahwa tim asistensi gubernur Aceh itu banyak orang asing," katanya seraya menambahkan bahwa pengesahan Qanun ini juga merupakan amanat dari undang-undang pemerintah Aceh.

Sementara Wakil Ketua DPR Aceh, Raihan Iskandar mengatakan, dalam waktu dekat rancangan Qanun Jinayat dan hukum acara Jinayat akan segera disahkan. Menurutnya aturan hukum acara pertama di Indonesia.

Sementara Wakil Ketua DPR Aceh, Raihan Iskandar mengatakan, dalam waktu dekat rancangan Qanun Jinayat dan hukum acara Jinayat akan segera disahkan

"Pada 14 September nanti akan disahkan, kita banyak mendapatkan dukungan untuk mengesahkan aturan ini, kita berharap dengan adanya Qanun acara Jinayat ini, ada aturan yang jelas untuk menegakan syariat Islam di Aceh," kata dia.
 
Qanun Jinayat dan Qanun hukum acara Jinayat berisi sejumlah aturan tentang pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Aturan tersebut juga memuat sejumlah sanksi, termasuk sanksi potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina yang telah menikah.

PKS : Hukum Rajam di Aceh Bisa Dibatalkan

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan, rencana penerapan hukuman rajam di Nangroe Aceh Darusallam (NAD) tidak bisa serta merta dilaksanakan, tanpa disesuaikan dengan UU yang ada.

"Jika menurut pandangan hukum pemerintah pusat dan UU bisa diterima, aturan itu tentu bisa dijalankan, tetapi bila dianggap bertentangan dan tidak bisa diterima, ya bisa dibatalkan," kata Mahfudz Siddiq, di Gedung DPR, Jumat 11 September 2009.

Karena ini, baru wacana awal, jadi perlu didalami terlebih dahulu. Karena yang terpenting, penetapan dan penerapan aturan hukum di satu daerah, harus memberikan nilai dan dampak positif bagi daerah lain. Jadi sebaiknya, lanjut Mahfudz itu dikaji dulu secara mendalam dengan berkonsultasi dengan ormas-ormas Islam dan MUI, bukan hanya dengan masyarakat di NAD. 

Sebab, semakin luas ide itu disosialisasikan, semakin bagus, dan tidak akan mengurangi makna otonomi khusus di NAD.  "Bahkan sangat mungkin malah akan mendapatkan dukungan, bukannya resistensi," tuturnya.

Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam menolak penerapan hukuman rajam

Senada dengan PKS, pemerintah Aceh pun menolak rajam. Pemerintah Aceh menilai, penerapan hukuman rajam masih perlu dikaji lebih jauh. “Untuk menerapkan uqubat rajam terhadap zina, kami memandang masih memerlukan pengkajian lebih mendalam dan komprehensif, karena dalam pelaksanaannya identik dengan hukuman mati,” kata Husni Bahri Top.

“Jangan sampai penerapan aturan itu dapat menimbulkan salah penafsiran, penerapan syariat Islam tidak hanya mengedepankan uqubat semata, tetapi diperlukan pendidikan, sosialisasi, dan dakwah,” ujar Husni.

Sementara itu Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Ziauddin Ahmad, mengatakan, yang terpenting dalam pembahasan Qanun syariat Islam adalah Hukum Acara Jinayah yang menjadi landasan operasional bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan aturan tersebut. Selama ini, kata dia, aturan syariat Islam yang ada menjadi tidak berjalan dengan baik, karena prosedur pelaksanaannya masih belum jelas.

“Selama ini pelaku pelangar syariat tidak bisa ditahan, karena aturan mengenai penahanan tidak ada, dengan adanya Qanun acara jinayat ini penerapan syariat dapat berjalan sesuai dengah harapan,” ujarnya.

Dia juga menilai, hukuman rajam yang masuk sebagai sanksi bagi pezina yang telah menikah dalam rancangan  Qanun hukum Jinayat belum saatnya diberlakukan. Sebab kata dia, sebelum menerapkan sanksi tersebut, banyak aturan lain yang harus dilaksanakan oleh masyarakat Aceh.

Qanun Hukum Jinayat mengatur tindak pidana minuman keras , judi, bermesraan di tempat umum maupun tempat tertutup, zina, serta menuduh orang berbuat zina

Qanun Hukum Jinayat mengatur tentang tindak pidana minuman keras (khamar), judi (maisir), khalwat (mesum), bermesraan di tempat umum maupun tempat tertutup (ikhtiwat), zina, serta menuduh orang berbuat zina (qadzaf). Aturan tersebut juga mengatur tentang pelecehan seksual, perkosaan, homoseksual (liwath) dan lesbian (musahaqah).

(foto sumber vivanews)


latestnews

View Full Version