Jakarta (voa-islam) - Setelah berjuang mengajukan gugatan praperadilan atas penangkapan dan penahanan M Jibril oleh Densus 88, akhirnya, Abu Jibril, ayah Jibril, mendapatkan putusannya. Hanya saja putusan tersebut tidak sesuai yang dikehendakinya. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonannya.
Meski kecewa dengan putusan hakim, Kuasa Hukum Jibril menyatakan menerima putusan tersebut secara profesional.
Menurut Haryadi, proses dari awal persidangan dan penangkapan Mohamad Jibril adalah tindak pidana biasa. "Jika dia dituduh terkait aliran dana teroris, pasti ada data intelijen yang diperlukan. Data itu disahkan oleh pengadilan negeri setempat dan ditetapkan oleh minimal wakil ketua pengadilan," ungkapnya.
Tapi di sini, kata Hariyadi, Mabes Polri mengajukan bukti penangkapan yang dalilnya adalah pidana biasa. Namun demikian, kuasa hukum harus menghormati putusan hakim. Langkah selanjutnya, kuasa hukum terus melakukan pembelaan kepada Mohamad Jibril.
Berbeda dengan jawaban Haryanto, hakim tunggal dalam persidangan ini, menyatakan tindakan polisi terhadap tersangka kasus terorisme itu sah. Sedangkan gugatan penangkapan dan penahanan yang diajukan pemohon tidak dapat dipertimbangkan. Karena tidak berdasarkan hukum.
hakim tunggal dalam persidangan ini, menyatakan tindakan polisi terhadap tersangka kasus terorisme itu sah. Sedangkan gugatan penangkapan dan penahanan yang diajukan pemohon tidak dapat dipertimbangkan
Haryanto mengatakan surat perintah penangkapan Jibril hanya soal formalitas saja, bukan pada substansi atau materi. Surat tersebut terlambat, karena keluarga Jibril keberatan menandatanganinya.
Sidang dimulai pada pukul 12.30 WIB dan berakhir setengah jam kemudian. Kuasa hukum kedua belah pihak hadir dalam persidangan.
Jibril ditangkap saat hendak pulang dari kantor situs berita Islam Arrahmah.com di Bintaro ke rumah ayahnya di Pamulang. Jibril dituduh terlibat pendanaan aksi terorisme di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton. (PurWd/dbs)