Siaran Pers No 07/PR-UM/09/09
Mengenal Lebih Dekat Sosok
‘Ulama Besar Ahli Hadits dari Negeri Yaman
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i
Rahimahullah
Dakwah Salafiyyah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di negeri Yaman – bahkan di dunia Islam secara umum – tidak bisa dilepas dari sosok besar Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah. Beliau lah yang kembali berhasil melakukan tajdid (pembaharuan) Dakwah Salafiyyah di Yaman pada abad ini. Semenjak masa Al-Imam ‘Abdurrazzaq bin Hammam Ash-Shan’ani rahimahullah tidaklah Dakwah Salafiyyah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Yaman tersebar sebagaimana tersebarnya pada masa Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah.
Beliau adalah Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi bin Muqbil bin Qa`idah Al-Hamdani Al-Wadi’i dari qabilah Alu Rasyid rahimahullah. Beliau adalah duri bagi para pengusung kebatilan, baik dari kalangan Syi’ah Rafidhah, Khawarij, Teroris, Liberalis, Komunis, Shufiyyah, dan kelompok-kelompok sesat lainnya.
Beliau adalah sosok yang dikenal dengan kejujuran, keikhlasan, ‘iffah (menjaga kehormatan dan harga diri), kesabaran, zuhd dalam kehidupan dunia, berjalan di atas aqidah yang benar dan manhaj salafi yang lurus, sikap bijak, santun, lembut, keberanian, serta tampil menyerukan kebenaran. Sungguh sosok beliau mengingatkan dengan sosok para ‘ulama salafush shalih, terutama sosok Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah.
1. Prinsip Dakwah Asy-Syaikh Muqbil
Dakwah yang beliau kibarkan adalah Dakwah Salafiyyah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu dakwah berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah di atas metode pemahaman dan pengamalan para salafush shalih (para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in).
Beliau menegaskan, bahwa Pendiri Dakwah Salafiyyah yang beliau kibarkan di Yaman tidak lain adalah Nabi besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena memang Dakwah Salafiyyah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah dakwah yang murni seratus persen mengikuti dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghidupkan sunnah-sunnah dan ajaran beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi Dakwah Salafiyyah bukan dakwah milik perorangan atau pun kelompok atau bangsa tertentu. Bukan dakwah yang baru-baru muncul, bukan pula organisasi atau pergerakan tertentu yang didirikan oleh orang tertentu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang prinsip dan jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah : Yaitu jalan yang aku (Rasulullah) dan para shahabatku berada di atasnya pada hari ini.
Dakwah Asy-Syaikh Muqbil ditegakkan di atas ilmu, kasih sayang, akhlaq, kelembutan, dan hikmah (menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya sesuai bimbingan ilmu), jauh dari sikap brutal, reaksioner, kekerasan versi para khawarij-teroris, syi’ah rafidhah, jauh pula dari sikap mengentengkan kalangan shufiyyah, liberalis, dan semisalnya.
2. Kebencian Beliau yang Sangat Besar terhadap Terorisme
Beliau sangat membenci gangguan keamanan dan munculnya kegelisahan serta rasa takut pada kaum muslimin.
Tentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
أ"Saya diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan syahadat bahwa tidak ada berhak diibadahi kecuali Allah, dan Muhammad itu adalah Rasul Allah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukannya, maka terjagalah dariku darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka di sisi Allah.”
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah menjelaskan : "Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap kelompok-kelompok (sesat) yang ada sekarang ini, seperti Jama’atut Takfiir (kelompok yang selalu mengkafirkan orang lain yang tidak segolongan dengannya) yang menganggap halal darah kaum muslimin. Juga Jama’atul Jihad (kelompok yang mengaku mujahidin, padahal teror) yang juga menganggap halal darah kaum muslimin. Anggaplah bahwa pemerintah itu kafir dan rakyatnya muslim, tentu akan terjadi bencana di atas kepala rakyat muslim yang pantas dikasihani ini.
Demikian pula bantahan terhadap para tokoh revolusioner, yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan tindakan revolusi, pemberontakan (dan sejenisnya).”
Dan ketika beliau ditanya tentang para turis, apakah mereka terhitung mu’ahad?
Beliau menjawab : "Di antara mereka ada yang datang untuk merusak di negeri kaum muslimin, ada pula yang menjadi mata-mata. Akan tetapi melampaui batas (yakni dengan menyerang) terhadap mereka justru hanya menimbulkan kekacauan. Saya tidak menganjurkan hal ini (menyerang mereka -ed). Demikian pula halnya semua yang dapat menimbulkan kekacauan, tidak boleh.
Membunuh para wisatawan asing adalah suatu kesalahan. Kami tidak tahu kecuali akibatnya yang satu menyerang yang lain. Akhirnya dakwah terbengkalai, begitu juga dengan pendidikan, pertanian dan perdagangan. Namun perlu diingat pula bahwa ini bukan berarti kami ridha dengan (kedatangan) mereka."
Inilah sikap kaum mukminin. Mereka tidak ingin menimbulkan gangguan keamanan. Berbeda dengan orang-orang munafik, mereka sangat antusias terhadap hal-hal seperti ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.” (Al-Ahzab: 60)
Meresahkan kaum muslimin adalah haram secara syar’i. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya (2/720) dan Ahmad dalam Musnad-nya (5/362) dari Abdurrahman bin Abi Laila:
“Katanya: Para shahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bercerita kepadaku, bahwa beliau (Nabi) bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengagetkan dan membuat takut muslim lainnya.”
Hadits ini shahih, Asy-Syaikh Muqbil menyebutkannya dalam karya beliau Ash-Shahihul Musnad mimma Laisa fish Shahihain (2/418).
Informasi lebih lanjut :
Muhammad Fajaruddin, MZA.
Telp : 0811259226. Email : [email protected]