View Full Version
Senin, 12 Oct 2009

Para Tersangka Terorisme Memang Sengaja Dihabisi?

Bekasi (voa-islam) - Upaya penggerebekan terhadap tersangka terorisme memasuki babak baru. Langsung menghabisi di tempat tanpa ada upaya menangkap hidup-hidup sengaja dilakukan. Inilah desas-desus yang berkembang pasca penggerebekan Syaifudin Zuhri dan Mohammad Syahrir di Ciputat, Tangerang Selatan.

Kenyataan yang sudah terjadi, Noordin M Top dan tiga orang lain tewas dalam penggerebekan di Solo pada malam 27 Ramadlan. Sebelumnya lagi, Menjelang Ramadlan lalu, polisi juga menewaskan Ibrohim dalam penggrebekan di Kedu, Temanggung. Hampir setiap bulan ada korban baru.

Polri selalu berdalih dengan adanya perlawanan dari para tersangka teroris menyebabkan aparat terpaksa menghabisi di tempat.

Pola menghabisi di tempat ini mulai terlihat sejak polisi membunuh Dr Azahari di Malang. Kala itu, memang ada perlawanan, terlihat dari tembakan dari arah dalam. Dalam kasus Temanggung, Jatiasih, Solo, dan Ciputat, polisi sebenarnya tidak bisa menunjukkan adanya perlawanan itu.

Spekulasi ini tampaknya dapat bukti penguat dari buku kombes Dr Petrus Reinhard Golose berjudul "Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approch dan Menyentuh Akar Rumput." Golose adalah penyidik polisi perkara terorisme yang juga pengajar luar biasa dari Kajian Ilmu Kepolisian Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Lihat berita detik.com, senin 12/10/2009.

Dalam buku tersebut dipaparkan bahwa pidana penjara seringkali tidak efektif dalam upaya menanggulangi kejahatan, di antara dalam kasus terorisme. Para terpidana terorisme masih bisa memberikan pengaruh kepada napi lain, bahkan para sipir penjara.

Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada para terpidana terorisme, seperti Amrozi, Imam Samudera, dan Muklas, hanya memberikan satu manfaat yaitu pemuasan rasa dendam masyarakat. Pelaksanaan hukuman mati tidak bisa membuat tujuan dari pemidanaan tercapai.

Hukuman mati tidak membuat jera kawan-kawan terpidana. Buktinya ancaman teror bom kembali muncul lewat sejumlah SMS. Bahkan, ketika sudah eksekusi dilakukan, malah menjadikan mereka sebagai pahlawan perjuangan Islam.

BUkti lain penguat spekulasi ini adalah komentar pengamat teroris Mardigu WP.  Mardigu tidak mempermasalahkan terbunuhnya para tersangka teroris dalam penggerebekan yang dilakukan Densus 88 di di Ciputat, Tangerang Selatan. Sebab,  menurut Mardigu, data jaringan mereka sudah lengkap dimiliki polisi.

Dalam tulisan voa-islam, dengan judul Polisi Lakukan Extra-judicial Killing?, hari Senin (12/10/2009) bahwa polisi melakukan cara main hakim sendiri, extra-judicial killing atau pembunuhan yang melanggar hukum dalam menangani kasus terorisme. Upaya penyergapan yang dilakuakn bukan untuk menangkap, namun untuk membunuh. (PurWD/dtk)


latestnews

View Full Version