View Full Version
Ahad, 18 Oct 2009

Suripto: Pemberantasan Terorisme Masih Berorientasi Represif

Upaya pemberantasan kasus terorisme yang dilakukan aparat kepolisian terus mendapat kritikan tajam. Aparat dinilai lebih mengedepankan cara-cara represif dalam menangani tersangka kasus teror, ketimbang mengusut secara tuntas akar permasalahan dan siapa dalang di balik kasus bom yang terjadi di Indonesia. Apalagi, para tersangka kasus teror yang belum terbukti bersalah di persidangan harus terkapar diterjang timah panas aparat. “Harusnya mereka ditangkap hidup-hidup untuk mengurai mata rantai jaringan mereka, bukan malah dihabisi,” ujar  pengamat intelijen, Suripto.

Suripto yang juga mantan anggota Badan Keamanan Intelijen Negara (BAKIN) ini menyesalkan pendekatan repesif aparat dalam memberantas kasus terorisme.”Orientasi pemberantasan terorisme aparat masih bersifat represif,” tegasnya. Cara-cara seperti itu, menurut pria yang juga aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, tak akan efektif untuk memberantas terorisme sampai ke akar-akarnya.”Justru akan terjadi resistensi dari kelompok yang dituduh sebagai jaringan teror itu,” katanya

Suripto mengusulkan cara-cara persuasif dengan memahami akar persoalan dari kasus teror yang terjadi. Misalnya dengan melakukan pendekatan secara personal yang melibatkan ulama

Suripto mengusulkan cara-cara persuasif dengan memahami akar persoalan dari kasus teror yang terjadi. Misalnya dengan melakukan pendekatan secara personal yang melibatkan ulama. ”Saya melihat ulama kurang dilibatkan dalam penanganan terorisme. Padahal, banyak dari kasus terorisme yang terjadi karena adanya pemikiran atau keyakinan yang salah tentang jihad,”ujarnya. Selain soal pemikiran, Suripto juga menilai ada faktor ekonomi yang berada di belakang kasus-kasus terorisme.”Instansi yang terkait dengan kesejahteraan dan pendidikan juga harus dilibatkan,”tambahnya.

Selain faktor pemahaman yang salah tentang jihad, Suripto yang pernah malang melintang di dunia intelijen juga mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan para pelaku teror itu direkrut oleh kepentingan asing yang berusaha merusak Islam. “Contohnya Auckay Collin dalam bukunya My Jihad dia mengaku direkrut oleh CIA,” terangnya. Karena itu, Suripto dengan tegas meminta aparat tak hanya mengusut para pelaku terornya saja, tetapi juga mengusut siapa dalang di balik itu semua. “Bisa jadi mereka direkrut dengan sadar, atau tanpa sadar dimanfaatkan oleh kepentingan intelijen asing,” tuturnya.

Bagi Suripto, kasus-kasus terorisme yang terjadi di Indonesia sangat misterius. Termasuk kehidupan para pelakunya.”Banyak dari keluarga tersangka teroris yang tidak tahu kalau suaminya terlibat kasus teror. Kalau memang mereka seorang jihadis sejati, keluarganya diberi tahu dan tahu soal kegiatannya.Ini misterius,”pungkasnya.

Suripto sepakat bahwa akar utama di balik kasus teror ini adalah ketidakadilan global yang terjadi terhadap umat Islam. Meski begitu, katanya, cara-cara teror yang ditempuh untuk melakukan perlawananan di negara damai seperti Indonesia, akan menimbulkan fitnah terhadap Islam. (Art/voa-Islam)


latestnews

View Full Version