Padang (voa-islam) – Hilangnya aktifitas pelacuran (prostitusi) di Ranah Minang menjadi salah satu dampak positif gempa di Sumatera Barat. Ternyata, musibah gempa tidak hanya membawa dampak negatif dengan hilangnya nyawa dan kerugian material.
Transaksi pelacuran yang biasanya meramaikan jalan Diponegoro, Padang, pada malam hari kini tidak terlihat lagi. Bahkan sejak 30 September lalu hingga sekarang kondisi Jalan Diponegoro sepi. Padahal sebelum gempa, biasanya, pada malam hari selalu ramai dengan taksi yang putar-putar mencari pemakai jasa kenikmatan haram.
Rudi, seorang pemilik warung kopi di Jalan Diponegoro, terkena imbasnya. Penghasilannya menurun.
Menurut penjelasan Rudi, para pelacur itu banyak yang memutuskan pulang kampung karena takut gempa besar lagi. Terus ada yang kabur ke Pekanbaru, lokasi yang aman dari gempa.
Beberapa hotel yang menjadi pelengkap kegiatan maksiat di kawasan tersebut juga rusak berat. Salah satunya Hotel Dipo, yang seluruh bangunannya hancur dihajar gempa hingga rata dengan tanah. Kemudian Music Cafe Queen yang sebagian gedungnya, di bagian dalam hingga belakang gedung, juga hancur lebur.
Dalam pandangan Islam, musibah datang karena kemaksiatan.
"Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syuuraa: 30)
Semoga dengan hilangnya aktifitas prostitusi di Padang, musibah gempa yang menghancurkan tak lagi terulang.
Tapi bagaimana dengan kawasan Mangga Besar, dan sejenisnya di Jakarta, dimana kemaksiatan dan pelacuran tumpek blek tanpa mampu "dibendung", meski Presiden RI baru terpilih kembali, namun kapan tempat ini bisa 'bersih' ya? (PurWD/oz)