Jakarta (voa-islam.com) – Di negeri mayoritas Muslim ini, orang begitu gampang melakukan kezaliman terhadap keyakinan dan hak umat Islam untuk beribadah. Menutup aurat bagi Muslimah pun sering jadi sasaran pelanggaran HAM.
Demi mengabdi kepada Allah dengan menutup aurat, tiga perawat RS Mitra Internasional Jatinegara terancam dipecat. Ketiganya mengenakan jilbab syar’i dan menolak mengenakan jilbab gaul yang ditetapkan pihak rumah sakit.
Merasa telah dizalimi keyakinannya, ketiganya menuntut keadilan lewat Komnas HAM, didampingi seorang pengacara, M Luthfie Hakim. Mereka adalah Suharti (42), Sutiyem (36) dan Wiwin Winarti (40). Ketiganya telah bekerja lebih dari 15 tahun.
“Saya masih ingin tetap bekerja di RS Mitra Internasional. Saya merasa ini cubitan dari Allah, teguran dari Tuhan karena kelalaian saya di masa lalu. Saya harus tabah menghadapi cobaan ini,” kata Suharti, perempuan yang mulai berjihad mengenakan jilbab sejak 2000 ini.
Suharti dan dua temannya, sudah mendapatkan Surat Peringatan (SP) 1, 2 dan 3 dari RS Mitra Internasional. Artinya, secara administratif ketiganya sudah layak untuk diproses PHK.
Usai melapor, Luthfie mengatakan, mereka mendapatkan SP1 hingga SP3 dalam waktu kurang dari 6 bulan. Bahkan Suharti mengaku dalam waktu kurang dari dua minggu SP1 dan SP 3 keluar sekaligus.
"Padahal dalam perjanjian kerja tiap SP baru bisa keluar dalam waktu 6 bulan," ujar Luthfie.
Ia mengatakan, alasan pemecatan yang dilakukan RS Mitra Internasional itu terlalu dibuat-buat.
“Alasan pihak perusahaan terlalu dibuat-buat, yaitu menuntut agar kerudung mereka dimasukkan ke dalam baju. Jadi, tidak ada persoalan dalam performance atau keluhan dari pasien,” kata Luthfie.
"Jadi hanya kerudung tidak dimasukan saja. Itu persoalannya. Padahal kerudung dikeluarkan atau dimasukkan tidak diatur dalam SOP," kata Luthfie.
Kendati demikian, ia menuding ada manipulasi sertifikasi jilbab MUI. Karena itu, Luthfie mengaku sedih melihat kondisi tersebut, sehingga membuat seseorang susah mencari pekerjaan.
...dirinya menolak keharusan memasukkan jilbab ke dalam baju, sehingga terlihat jelas bagian lekukan tubuh bagian dadanya ketika mengenakan baju perawat...
"Dalam surat pemecatan itu hanya disebutkan melanggar kesepakatan kerja bersama. Tidak spesifik menyebut persoalan kerudung. Jadi perusahaannya tidak berani menyebut secara spesifik persoalan kerudung. Sertifikasi halal pakaian RS Mitra ditinjau kembali, yang dimanipulasi untuk memecat karyawannya," tutur Luthfie.
Sedangkan menurut salah satu komisioner HAM Jhonni Nelson Simajuntak, yang menerima pengaduan ketiganya menjelaskan, pihaknya akan menegur RS Mitra Internasional untuk menghargai keyakinan karyawannya
Sedangkan Suharti mengaku dirinya mulai diskors per 1 Desember. Padahal, dalam kontrak kerja tertulis 6 bulan. "Tapi sudah masuk dalam proses pemecatan," tuturnya.
Ia mengungkapkan, dirinya menolak karena harus memasukkan jilbabnya ke dalam baju. Sehingga terlihat jelas bagian lekukan tubuh bagian dadanya ketika mengenakan baju perawat. "Saya berkeyakinan kerudung itu harus menutupi payudara, tapi sudah saya modifikasi supaya kerudung itu tidak menempel ke obat atau ke pasien," bebernya.
Dijelaskan dia, di RS Mitra sendiri boleh berkerudung dan bahkan sudah tersertifikasi MUI. "Tapi dalam SOP itu tidak disebutkan kata jilbab dan aturannya dalam SOP itu jilbab yang gaul dan ketat," ungkap Suharti.
Menanggapi kasus PHK itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai pemecatan terhadap 3 perawat berjilbab Rumah Sakit Mitra Internasional melanggar HAM. RS Mitra Internasional dianggap bertindak semena-mena.
"Setiap orang mempunyai hak untuk bekerja, right to work. Dengan memecat semena-semena itu bertentangan dengan HAM," ujar Ketua MUI Amidhan, Selasa (8/12).
"Dengan memecat semena-semena itu bertentangan dengan HAM," (Ketua MUI Pusat)...
Amidhan mengatakan pemecatan terhadap ketiga perawat itu harus dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Jika tidak, ujarnya, itu juga termasuk pelanggaran HAM.
MUI juga telah mengeluarkan fatwa tentang tata cara berbusana muslim bagi pekerja rumah sakit dan laboratorium. Dalam fatwa itu dijelaskan, pekerja perempuan berjilbab pada bagian-bagian pekerjaan yang disebutkan itu, supaya tidak mengenakan jilbab terlalu panjang.
Tapi yang jelas, imbuh Amidhan, MUI berpandangan prinsip syariah mengenakan jilbab yang terpenting adalah menutup aurat. "Ukuran panjangnya jilbab itu hanya modis saja," jelasnya.
Meski begitu Amidhan tidak membenarkan perbuatan RS Mitra Internasional yang melakukan pemecatan terhadap karyawannya, hanya karena persoalan berbusana. Dia meminta ketiga perawat itu dibawa ke pengadilan.
"Kalau perlu dibawa ke pengadilan," tandasnya.
Suharti, Wiwin dan Sutiyem mengisahkan, RS Mitra Internasional mengeluarkan izin bagi karyawatinya untuk mengenakan jilbab sejak bulan Januari 2009, setelah ada tuntutan dari karyawan.
Rupanya, pihak manajemen rumah sakit sudah mempunyai disain sendiri untuk dijadikan aturan bagi karyawati RS Mitra Internasional. Menurut disain pihak rumah sakit, jilbab dimasukkan ke dalam kerah dan baju yang tidak sampai ke pergelangan. Atau, dalam sebutan mereka, itu adalah ”jilbab gaul” karena masih memperlihatkan lekukan bentuk bagian dada. Di sinilah masalah muncul.
...Sepuluh kali dipanggil HRD, diintimidasi dengan pertanyaan: Kamu nggak takut digeser?
Sebab, disain itu dinilai tidak sesuai dengan aqidah yang diyakini. Beberapa perawat dan karyawati RS Mitra Internasional tiyang dak sepakat dengan disain itu, memilih untuk tetap mengenakan jilbab yang mereka yakini benar secara syariah. Yaitu, jilbab menutupi lekukan tubuh di bagian dada.
''Apa yang kami lakukan dan kenakan ini, yaitu jilbab yang lebar hinga menutup dada, adalah sesuai dengan tuntutan syariah seperti yang ada dalam Al-Quran,'' kata Suharti, dan diiyakan oleh dua temannya.
Pilihan ini beresiko. Tiga perawat ini diintimidasi. “Sepuluh kali dipanggil HRD, diintimidasi dengan pertanyaan: Kamu nggak takut digeser? Saya dilarang menggunakan jilbab yang benar menurut keyakinan agama saya. Semua disertai dengan ancaman,'' kata Suharti. [taz/dtk]