LHOKSEUMAWE (voa-islam.com) - Solidaritas Mahasiswa Peduli Hak Azasi Manusia (SMPH) mendesak agar pemerintah Aceh untuk segera membentuk pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dibentuk di Aceh. Sebab, sejak disahkannya Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) No.16 Tahun 2006 lalu, pengadilan HAM di Aceh belum dilaksanakan.
“Pada mekanisme KKR mensyaratkan adanya korban pelanggaran HAM di Aceh, dan sekarang ini juga korban pelanggaran HAM di Aceh telah diakui oleh pemerintah, namun pengadilan HAM di Aceh belum juga terbentuk,” ujar Herlin, Koordinator aksi dan Bukhari Panton, kemarin dilokasi aksi orasi di Simpang Jam, Lhokseumawe, Kamis kemarin.
Untuk itu, kata mereka, pengadilan HAM ini penting bagi para korban untuk mendapatkan kebenaran, hak reparasi, hak atas keadilan, dan hak untuk mendapatkan jaminan tidak berulangnya kejadian tersebut dan lainnya.
Anehnya dalam undang-undang tersebut pemerintah membatalkan satu undang-undang yaitu khusus undang-undang untuk KKR yang didalamnya mengatur tentang KKR dan pengadilan HAM.
Sebagai daerah yang menjunjung tinggi Syariah Islam dalam keseharian Aceh sudah sepatutnya melirik hukum Islam dalam upaya mengeliminir korupsi...
“Namun disayangkan, yang seharusnya Pemerintah Aceh secara inisiatif membuat aturan sendiri untuk menjalankan komisi tersebut, akan tetapi tidak dilakukan. Dampaknya kalau KKR ini hanya sebagai tempat cuci piring semata karena UU KKR dibatalkan,” katanya.
Untuk itu, dalam pernyataan sikap kita terang keduanya, Pemerintah Aceh khususnya untuk segera membentuk pengadilan HAM di Aceh sesuai dengan UUPA. Dan untuk segera membentuk KKR demi menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM dan memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Peran Ulama Sikat Korupsi
Ketua Aceh Tamiang Corruption Watch (ATCW), Kamal Ruzamal SE mengatakan, sebagai daerah yang menjunjung tinggi Syariah Islam dalam keseharian Aceh sudah sepatutnya melirik hukum Islam dalam upaya mengeliminir korupsi.
Apa yang terjadi sekarang di Aceh, mestinya agama melalui ulama berperan besar untuk memberangus korupsi. Sudah saatnya kaum ulama dan pasantren di Aceh untuk mengambil peran yang lebih banyak dalam upaya memerangi korupsi.
Para ulama Aceh selaku pemimpin agama untuk kelompok mayoritas (Islam) memikul tanggung jawab paling utama melebihi para pengambil keputusan. Dalam konteks inilah gerakan pemberantasan korupsi di aceh dari kalangan para ulama dilakukan.
"Mestinya agama melalui ulama berperan besar untuk memberangus korupsi. Sudah saatnya kaum ulama dan pasantren di Aceh untuk mengambil peran yang lebih banyak dalam upaya memerangi korupsi." tambah Kamal.
Audit Badan Reintegrasi Aceh di Pidie
Sementara itu dari Sigli, warga menilai penyaluran anggaran Reintegrasi oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Kabupaten Pidie, tidak sesuai dengan program dan tidak tepat sasaran.
Mestinya agama melalui ulama berperan besar untuk memberangus korupsi. Sudah saatnya kaum ulama dan pasantren di Aceh untuk mengambil peran yang lebih banyak dalam upaya memerangi korupsi...
Melalui Momentum Memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember, para Aktifis perwakilan sejumlah lembaga yang memperingati hari tersebut, meminta lembaga itu diaudit oleh akuntan publik, agar penyaluran dana tepat sasaran.
Dilanjutkan mereka, penyaluran dana Konflik yang jumlahnya capai belasan Milyaran itu, sekarang tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh oleh korban konflik, kecuali pihak-pihak tertentu yang merasakan bantuan tersebut, ujar mereka.
Dalam kesempatan itu, Ketua PB-HAM Heri Saputra dan salah seorang perwakilan korban konflik Nurma ikut memberikan orasi di gedung dewan. Mereka mendesak pemerintah untuk membentuk Pengadilan HAM dan KKR, pemenuhan Hak Korban konflik, memberikan beasiswa kepada anak korban konflik, pelayanan Kesehatan, memasukkan pendidikan HAM dalam kurikulum Sekolah, dan mengadili pelaku pelanggaran HAM. [Ali/ra]