Batang (voa-islam.com) - Perjuangan Agus Widiyanto, 30, warga Desa Tumbrep, Kecamatan Bandar, Batang, menjadi perempuan seutuhnya akhirnya menuai hasil.
Pengadilan Negeri (PN) Batang kemarin mengabulkan permohonannya mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan. Sidang putusan perkara Agus digelar di Pengadilan Negeri Batang, sekitar pukul 14.00 WIB, kemarin.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim,Widiastuti.Mendengar putusan hakim yang mengabulkan permintaannya,Agus mengaku sangat gembira.
"Saya terharu karena hakim telah mengabulkan keinginan saya," ujar Agus
Agus kini merasa lebih nyaman dan mengganti namanya menjadi Nadia Wardini. Menurut Agus,keputusan ini menambah kesempurnaannya sebagai perempuan."Saya terharu karena hakim telah mengabulkan keinginan saya," ujarnya.
Sidang dengan agenda pembacaan vonis terhadap permohonan Agus ini menarik perhatian banyak pihak.Maklum,meski bukan yang pertama kali terjadi,kasus ini tergolong unik. Proses persidangan menghadirkan berbagai saksi seperti bidan, tetangga, kepala desa, dokter, tokoh agama hingga psikolog.
Cerita Agus untuk mendapatkan pengakuan atas haknya yang paling mendasar itu pun tidak datang dengan mudah. Ayah Agus, Bambang Sugiyanto,55, menuturkan Agus dulunya seorang lelaki, anak bungsu dari empat bersaudara.
Saat lahir dia memang berjenis kelamin laki-laki, namun menurut dokter secara hormon dan psikologi cenderung perempuan. “Karena kondisinya seperti itu,ya akhirnya saya mengizinkan untuk operasi ganti kelamin,”ujar Bambang yang didampingi istrinya Witem,50.
Bambang memaparkan, keluarganya selama ini tinggal di Kaliangsa, Gajahmungkur, Kota Semarang. Sejak kecil hingga lulus SD, perilaku dan fisik Agus normal-normal saja.
Namun menginjak SMP,mulai tampak perubahan perilaku Agus. Perubahan yang dilihat antara lain Agus suka berpenampilan layaknya perempuan. Hal ini berlanjut hingga masuk SMA.Bahkan putranya lebih feminin dan suka menyanyi.
Agus yang duduk tak jauh dari bapaknya mengaku suka memasak dan berdandan merawat tubuh. Sebelumnya, Agus pernah bekerja di perusahaan asing yang bergerak di bisnis mebel di Jepara.
“Di Batang, saya membantu ormas perempuan. Saya mengurusi soal gender,” imbuh Agus.
Dia juga suka menyanyi di kafe-kafe. Beberapa bulan terakhir, alumni Akademi Pariwisata itu memilih tinggal di Batang. “Di Batang, saya membantu ormas perempuan. Saya mengurusi soal gender,” imbuh Agus.
Agus mengaku lebih mantap dan nyaman setelah berhasil operasi ganti kelamin di RS Dr Soetomo, Surabaya pada pertengahan 2005.Karena itu agar lebih mantap, dia mengajukan permohonan status baru di Pengadilan Negeri Batang.
Agus mengaku ingin menjalani hidup tenang dengan status barunya itu. Setelah ganti kelamin, Agus mengaku belum berpikir untuk menikah. Namun, jika memang jodoh, dia siap menikah. Dia mengakui, saat ini sudah punya teman dekat seorang laki-laki. Sebagai wanita,dia senang punya pasangan hidup.
Bukan Pertama
Persidangan permohonan status ganti kelamin ini memang baru kali pertama di Pengadilan Negeri Batang.Namun demikian, awal tahun ini tepatnya 13 Januari 2009, Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, mengabulkan permohonan perubahan jenis kelamin untuk Solihatunnisa, 6, dari perempuan menjadi laki-laki.
Permohonan pergantian kelamin tersebut diajukan oleh orangtua Solihatunnisa, Sunarto, 45,dan Siti Santiasih,38,warga RT 01/II Kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan.
Solihatunnisa yang lahir 19 September 2002, sebelumnya diketahui berjenis kelamin perempuan sehingga dalam surat keterangan kelahiran disebutkan sebagai perempuan.
Namun selang 10 hari kemudian,dukun bayi yang membantu persalinan Siti Santiah melihat adanya munculnya alat kelamin laki-laki pada bayi tersebut.
Dalam perkembangannya, Aan memiliki dua alat kelamin sehingga dilakukan pemeriksaan secara medis di Rumah Sakit dr Sardjito Yogyakarta,dan diketahui kromosom Aan "XY" dan tidak memiliki rahim.
Pemerintah Kabupaten Banyumas pun turut membantu keluarga Sunarto untuk membiayai operasi Aan pertama kalinya pada tahun 2004.Operasi ke dua yang dijalani Aan dilaksanakan pada Maret 2008.
Aan kini duduk di bangku kelas satu SD Negeri Karangklesem II Purwokerto.Dia merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Sunarto dan Siti Santiasih itu. Kedua kakaknya berjenis kelamin laki-laki, yakni Budi Haryono, 20, dan Iksan Nur Hidayat,15.
Berawal Dari Dorce Ashadi
Jauh sebelumnya, pada awal 1980-an, Dedi Yuliardi Ashadi menimbulkan kehebohan karena keinginannya berganti kelamin. Pengadilan Negeri Surabaya saat itu mengabulkan keinginan Dedi yang kemudian berganti nama menjadi Dorce Ashadi atau kini lebih dikenal sebagai Dorce Gamalama.
“Nama dalam hukum yang saya dapatkan dari pengadilan Negeri Surabaya setelah saya berganti status, KTP atau paspor ataupun surat-surat lainnya adalah Dorce Ashadi.
Jadi jelas sudah, saya bukan orang jadi-jadian (tetapi) melalui proses hukum yang ada di negara Indonesia ini,” kata Dorce dalam pengakuan di situs resminya.
Selain di Indonesia, proses ganti kelamin yang mendapat pengakuan secara legal juga terdapat di negara lain. Dalam hal statistik, Thailand menempati urutan pertama dalam hal jumlah permintaan ganti kelamin setiap tahunnya disusul Iran.Banyaknya permintaan ganti kelamin di Iran karena penguasa tidak membolehkan adanya transeksual.
Psikolog Universitas Diponegoro Anastasia Ediati mengatakan, seseorang yang ingin berganti kelamin harus menyiapkan diri secara matang untuk perubahan drastis dalam kehidupannya.Sebabnya,dia harus menjalani kehidupan yang berbeda dari rutinitas selama ini. ”Selain identitas yang berubah mesti diikuti dengan perubahan kebiasaan, pekerjaan serta lingkungan,” sebutnya.
Anastasia melanjutkan, mereka yang berganti kelamin juga harus siap menempatkan diri di tengah lingkungan. Pada umumnya, lingkungan akan mencibir pilihan hidup tersebut. ”Sisi psikologis pasien harus siap ketika menghadapi cercaan lingkungan,” katanya seraya menambahkan keluarga harus pula disiapkan menghadapi lingkungan karena dukungan mereka tidak bisa dipisahkan.
Nasar: Islam Tetap Melarang
Nadia boleh tersenyum manis karena permohonannya di PN Batang dikabulkan. Namun upaya Nadia ini justru bertentangan hukum agama Islam.
Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nasarudin Umar menegaskan, dalam hukum agama merubah jenis kelamin sama sekali tidak diperbolehkan. Menurutnya apa yang sudah diberikan Tuhan tidak boleh dipertukarkan dan harus diterima apa adanya.
“Dalam hukum agama, jangankan menukar jenis kelamin.Mempersamakan saja tidak boleh.” “Misalnya laki-laki yang senang menggunakan pakaian perempuan. Itu jelas dilarang dalam agama Islam". ungkap Nasar
“Dalam hukum agama, jangankan menukar jenis kelamin.Mempersamakan saja tidak boleh.” “Misalnya laki-laki yang senang menggunakan pakaian perempuan. Itu jelas dilarang dalam agama Islam.
Ada hadisnya itu,”kata Nasar, bagi orang yang sudah dilahirkan Tuhan dalam keadaan laki-laki, seharusnya diterima saja sebagai bagian dari wujud syukur terhadap Tuhan. Dalam agama sangat jelas,bahwa seorang yang dilahirkan lakilaki tetap saja posisinya sebagai laki-laki, begitu sebaliknya.
“Lagi-lagi, dalam agama orang yang dilahirkan sebagai laki-laki,ya tetap saja dia sebagai laki-laki.Harusnya terima saja pemberian Tuhan itu,” katanya. Terkait kausus persidangan di Batang, dirinya mengaku belum mengetahui persis dasar hukum positifnya.
Dia juga mempertanyakan para hakim yang mengabulkan gugatan tersebut.“Atas dasar hukum apa kok PN Batang mengabulkan gugatan itu.Yang pasti dalam hukum agama tidak ada sumber yang membenarkan hal itu. Memang ini kasuistik dan pihak PN harus menjelaskan dasar hukumnya apa kepada masyarakat,” katanya.
Dalam Perspektif Hukum Dan Ulama
Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
Pertama: Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin.
Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu:
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat.
Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme.
Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam.
Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya.
Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita.
Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya.
Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya.
Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya.
Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas.
Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium.
Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Peranan dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya.
Jika haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2)(Ibnu Dzar/dbs)