JAKARTA (voa-islam.com) -Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono bersikukuh penyelamatan Bank Century pada November 2008 lalu adalah keputusan yang terbaik. Hal itu didasarkan berbagai kondisi yang dikhawatirkan bisa memicu terulangnya krisis jilid II.
"Saya sangat yakin apa yang kita ambil keputusan itu adalah keputusan yang terbaik. Apabila ada masalah hukum, penyelewengan harus kita tuntaskan.
Tapi bailout dalam situasi saat itu adalah keputusan yang terbaik," tegas Boediono dalam sidang Pansus Century di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa 22 Desember. "Saya siap bertanggung jawab di dunia dan akhirat," tambahnya.
"Saya siap bertanggung jawab di dunia dan akhirat," kata Budiono.
Mantan Menkeu ini juga kembali menjelaskan, kondisi pada akhir 2008 dan awal 2009 itu hampir menyerupai krisis tahun 1997-1998. Kurs rupiah melonjak-lonjak dari Rp 9.000 per dolar AS hingga mendekati Rp 13.000 per dolar AS.
Cadangan devisa merosot tajam, likuiditas mengering karena aliran dana keluar dan antar bank berhenti saling meminjamkan.
"Ini situasi krisis dimana semua harus direspons dengan cepat. Oleh sebab itu, situasinya modal keluar dari Indonesia, meski terjadi banyak negara berkembang, tapi Indonesia paling parah salah satunya karena negara sekeliling kita blankeet guarantee , penjaminan penuh bagi simpanan," paparnya.
Indonesia ketika itu memilih tidak menerapkan penjaminan penuh dan hanya menaikkan batas penjaminan simpanan nasabah dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar.
"Ini sangat membuat aliran dana keluar kita lebih besar dari negara lain. Akibatnya kurs melonjak. Ini satu indikasi situasinya tidak normal," tegasnya lagi.
Situasi tersebut, lanjut Boediono, menyebabkan bank kecil menjadi eksklusif sehingga harus diselamatkan. "Supaya kita tidak mengulang yang terjadi tahun 1997/1998. Dan hasilnya jelas berbeda dengan yang kita alami ketika itu. Situasi sekarang lebih baik dari negara lain," imbuhnya lagi.
Boediono menyebutkan, FPJP yang digunakan dalam masa krisis muaranya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagai landasan hukum untuk mengatasi keadaan darurat. "Jadi kalau FPJP kita gunakan hanya untuk keadaan normal saya kira kita kehilangan satu instrumen untuk mengatasi krisis," kata Boediono.
Ia menyebutkan CAR sebesar 8 persen hanyalah angka yang disepakati dalam keadaan normal. Dalam keadaan tidak normal BI melakukan perubahan sesuai kebutuhan pada saat itu.
"Pada masa awal 1998 persyaratan CAR adalah minus 25 persen, jadi ini bukan sesuatu yang tidak bisa diubah-ubah," kata Boediono.
Nyatanya dana FPJP Bukan untuk krisis? Boediono mengungkapkan penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukannya adalah masalah yang harus diselesaikan. "Nanti perlu dilihat secara konkret kemana aliran secara sebaik-baiknya.
Lalu siapa yang bertanggung jawab, siapa yang mendapatkan manfaat. "Saya setuju sekali pengaliran dana yang tidak pada tempatnya kita tindak secara hukum," ungkapnya.
Menjawab pertanyaan apakah keadaan perbankan sudah demikian parahnya sehingga CAR diturunkan yang disampaikan anggota Pansus dari Fraksi PDI Perjuangan Maruarar Sirait, Boediono mengatakan, perubahan persyaratan CAR diambil jika situasi perbankan memburuk dengan kecepatan tinggi.
"Kita tidak tahu sampai kapan berakhir. Oleh karena itu maka kita putuskan untuk antisipasi jangan sampai kemudian, terjadi hal yang lebih parah lagi," jelasnya.
Ia juga menyebutkan ada kesamaan saat krisis 2008 dengan 1998. Boediono menyebutkan empat indikator, yakni modal yang keluar dari Indonesia jumlahnya cukup besar dalam waktu yang sangat cepat, likuiditas dalam negeri mengering, terhadi kemaceten antar banyak, juga ada rumor yang berkembang soal keambrukan ekonomi.
Ketua DPR Tak Tandatangani Rekomendasi
Sekalipun imbauan pansus Century soal penonaktifan Sri Mulyani dan Boediono sudah sampai di telinga Presiden, Ketua DPR ternyata tak mengijinkan imbauan itu. Marzuki tak mau menandatangani surat berisi imbauan itu.
"Saya lagi kungker diminta tandatangan ini (imbauan). Saya tidak mau tandatangan. Tanya ke Pak Pramono yang piket," kata Marzuki.
Hal ini disampaikan Marzuki dalam konpers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu
(23/12/2009). Pernyataan Marzuki muncul saat dimintai konfirmasi soal nasib imbauan pansus Century yang meminta beberapa pejabat negara menonaktifkan diri selama pemeriksaan pansus Century.
"Waduh, saya kecewa sekali, kok liar katanya. Belum kerja kok sudah mengeluarkan rekomendasi," keluh Marzuki.
Marzuki mengaku kecewa dengan pansus Century terkait imbauan tersebut. Menurut Marzuki, pansus sebaiknya bekerja lebih serius lagi. "Waduh, saya kecewa sekali, kok liar katanya. Belum kerja kok sudah mengeluarkan rekomendasi," keluh Marzuki.
Seharusnya, menurut Marzuki, setiap kerja DPR termasuk pansus harus atas ijin Rapim DPR. Apalagi sampai mengeluarkan rekomendasi, Marzuki menilai harus lewat rapat paripurna.
"Jadi begini semua rekomendasi harus dibahas di Rapim. Saya tidak tahu kalau melewati itu. Apapaun hasilnya akan dirapatkan di rapat paripurna," jelas Marzuki.
Marzuki pun akan segera menggelar rapim untuk membahas masalah ini. "Besok Senin kita rapim," tegas Marzuki. (Ibnu Dzar/dbs)