View Full Version
Rabu, 30 Dec 2009

Prof. Dr. Djohansjah: Mengganti Kelamin Manusia adalah Karya Seni Rupa

SURABAYA (voa-islam.com) - Mengganti jenis kelamin memang melawan takdir. Sebab itu, perubahan jenis kelamin Agus Widiyanto, 30, yang baru disahkan Pengadilan Negeri Batang, Jawa Tengah (22/12), menjadi perdebatan sengit banyak kalangan. Padahal operasi ubah kelamin Agus itu telah dijalani Agus di RSU dr Soetomo tahun 2005 silam. Tokoh yang menangani operasi tersebut adalah ahli bedah plastik Prof Dr dr Djohansjah Marzoeki SpBP.

Bagi pria asli Suroboyo kelahiran Kenjeran ini, perubahan kelamin itu tidak melawan kodrat. Menurutnya, operasi yang dilakukan adalah mengubah kelamin pasien transeksual, bukan mengganti kelamin. Karenanya, sebelum operasi dilakukan, Djohan terlebih dulu menanyakan keluhan pasiennya.

“Jika pasien itu tidak mengalami transeksual, saya pasti menolak melakukan operasi,” tegasnya.

Selain itu, tambahnya, pasien juga harus menjalani kehidupan yang bertolak belakang dengan fisiknya selama minimal dua tahun. Sebab, saat ada pasien dengan potongan fisik dan psikologis masih seperti laki-laki, ia langsung menolak.

..Jika pasien itu tidak mengalami transeksual, saya pasti menolak melakukan operasi...

“Pernah ada yang ke saya, rambutnya itu masih cepak. Langsung saya suruh pulang. Itu ‘kan hanya orang iseng kalau seperti itu,” ungkapnya sambil tersenyum.

Terkait pendapat yang menyatakan operasi ubah kelamin sama halnya dengan melawan kodrat, Djohan memiliki pandangan lain. “Saya tanya, apa kodrat itu? Menurut saya kodrat adalah segala sesuatu yang kita bawa sejak lahir. Ketika manusia lahir hingga dewasa itu, setiap detik sel-sel dalam tubuhnya itu berubah. Jadi perubahan itu selalu terjadi,” jawabnya dengan nada tegas.

Dalam 30 tahun praktik sejak tahun 1978, di tangan Djohan sudah 40 pasien berubah kelamin. Pasien tersebut datang hampir dari seluruh wilayah Indonesia. Soal tingkat kesulitan, ia mengaku hal itu tergantung pada pengalaman.

“Semua menjadi sulit kalau kita tidak pernah belajar tentang hal itu. Namun kalau kita sudah mempelajarinya maka akan biasa,” katanya. Kini untuk proses operasinya saja hanya membutuhkan waktu antara 2-3 jam. Tapi sebelumnya, pasien harus melewati fase pra-operasi.

Dalam tahap ini pasien akan menjalani semua bentuk tes, termasuk tes kejiwaan. Waktunya sekitar satu bulan. Operasi ubah kelamin ini termasuk operasi yang riskan.

“Risikonya itu jangan sampai salah indikasi. Kalau bukan yang benar-benar transeksual tetap kita operasi nanti malah menjadi masalah besar. Pastikan dulu pasien tersebut benar-benar transeksual,” ungkapnya.

..Kalau bukan yang benar-benar transeksual tetap kita operasi nanti malah menjadi masalah besar. Pastikan dulu pasien tersebut benar-benar transeksual...

Djohan menjelaskan, untuk mengubah kelaminnya harus hati-hati, karena bila salah akan fatal akibatnya.

”Untuk mengubah kelamin laki-laki menjadi perempuan harus hati-hati ketika membuat lubang. Jika sampai salah membuat lubang hingga tembus usus, pasien itu bisa kentut atau berak melalui kelamin yang baru dibuat,” jelasnya.

Begitu juga jika lubang tersebut ternyata sampai menembus saluran kencing. “Pasien itu bisa-bisa beser terus dan bau pesing. Tapi untung selama ini kesalahan-kesalahan itu tidak pernah terjadi pada saya,” tegas pria yang juga mengoperasi Dorce Gamalama pada tahun 1980-an itu.

Hukum ganti kelamin dalam pandangan Islam

Menanggapi kontroversi praktik operasi ganti kelamin bagi seorang laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya, dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Asrorun Niam menegaskan bahwa itu haram hukumnya, dan masuk kategori kriminal karena mengganti ciptaan Tuhan. Dalam Islam, jelasnya, dimungkinkan melakukan operasi kelamin jika untuk kepentingan pengobatan dan alasan medis.

''Misalnya ada bayi terlahir dengan kelamin perempuan namun tertutup lobang vaginanya, atau memiliki dua alat kelamin yang salah satunya lebih kuat, maka dalam kondisi seperti ini dibolehkan untuk penyempurnaan,'' papar Niam.

Lebih lanjut, Doktor bidang hukum Islam ini menyebut fenomena ganti kelamin itu sebagai cermin rusaknya moral, karena tindakan itu melanggar hukum agama dan moral.

Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Ali Musthofa Ya’kub menegaskan, mengganti jenis kelamin haram hukumnya. Dalam agama Islam, jenis kelamin hanya ada dua: laki-laki dan perempuan.

..Ahli bedah juga harus memiliki jiwa seni. Kita juga harus bisa menikmati sebuah karya seni rupa...

“Seseorang dikatakan laki-laki atau perempuan ditentukan hanya berdasarkan jenis kelamin, bukan dilihat dari fisiknya maupun psikologi, bukan pula dari penampilan dan sebagainya,” katanya. Ganti kelamin diperbolehkan dalam Islam sepanjang untuk melakukan penyempurnaan. Misalnya ada orang yang berkelamin ganda, tapi dari dua alat kelamin tersebut yang berfungsi alat kelamin laki-laki, maka dia tetap sebagai laki-laki. “Nah, kalau orang yang seperti ini ingin menyempurnakan sifat ‘kelakilakiannya’, maka boleh dalam agama Islam. Begitu juga sebaliknya,” katanya.

Jika ada orang yang terlahir laki-laki dengan memiliki alat kelamin laki-laki kemudian ingin diganti menjadi alat kelamin perempuan, itu hukumnya haram.

Anehnya, terlepas dari kontroversi halal-haramnya mengubah jenis kelamin, Prof Dhohansjah punya penilaian lain terhadap profesi ahli ganti kelamin. Bagi pria yang berpengalaman memahat alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan itu, profesi ahli bedah termasuk ganti kelamin itu juga masih berkaitan dengan kesenian. 

“Ahli bedah juga harus memiliki jiwa seni. Orang harus tahu itu, ahli bedah juga menyukai seni. Kita juga harus bisa menikmati sebuah karya seni rupa,” pungkasnya.

Kalau mengganti kelamin itu seni, berarti ada seni rupa atau seni pahat kelamin? Ono-ono wae rek, Cak Djohan! [Ibnudzar/sindo]


latestnews

View Full Version