Medan (voa-islam.com) –Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan dan MUI Sumut akan berkoordinasi kembali dengan Islamic Centre of China untuk merealisasikan kerja sama pembuatan label halal pada produk-produk China yang akan dipasarkan di daerah ini.
Ketua Dewan Pimpinan MUI Medan Mohammad Hatta mengatakan komunikasi tentang pembuatan sertifikasi halal itu sudah dibicarakan ketika MUI Medan berkunjung ke China beberapa waktu lalu.
”Kita sudah pernah jajaki dan coba bekerja sama itu dengan lembaga Pusat Islam China. Memang belum ada penandatanganan kesepakatan, tapi mereka telah menyepakati usulan yang kita tawarkan itu.ujar Hatta
”Kita sudah pernah jajaki dan coba bekerja sama itu dengan lembaga Pusat Islam China. Memang belum ada penandatanganan kesepakatan, tapi mereka telah menyepakati usulan yang kita tawarkan itu.
Insya Allah apa yang kita usulkan itu bisa direalisasikan,” katanya seusai mengikuti acara peresmian kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) di Jalan Sei Batanghari Medan kemarin.
Jika kerja sama itu disepakati, perusahaan-perusahaan di China yang akan memasarkan produknya ke Sumut dan Medan mesti telah lulus seleksi terkait kehalalannya dari majelis ulamanya China.
Perusahaan- perusahaan di China mesti patuh pada aturan yang disepakati dengan menempelkan label halal di produk yang akan diekspor ke Sumut. Disebutkan dia,di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura hal ini telah berlaku.
Setiap produk yang halal ditempelkan label halal. Dengan demikian, setiap konsumen yang muslim, tidak ragu lagi dalam membeli produk dimaksud.
Langkah tersebut menurut mantan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama (Kandepag) Medan ini, guna melindungi umat Islam dari produk haram.
”Terlebih lagi, produk-produk asal China dan luar negeri yang bakal membanjiri pasar di Sumut terkait kebijakan ASEAN-China Fee Trade Agreement (AC-FTA). Kita tidak bisa pastikan apakah semua produk asal China yang bakal masuk ke Indonesia nantinya halal. Makanya, kita minta pemerintah ketat mengawasinya,” tegas Hatta.
MUI Kota Medan yang telah memiliki laboratorium untuk menguji produk-produk makanan juga akan melakukan pengawasan. Sebelumnya, pemerintah diminta untuk menyiapkan tiga regulasi untuk menghadapi kebijakan ACFTA. Apabila dilanggar, akan dilakukan reekspor atau pemusnahan produk.Tiga regulasi itu, yakni sertifikasi, Standardisasi Nasional Indonesia (SNI), dan pengawasan.
Meski perdagangan bebas, bukan berarti pemerintah membiarkan produk-produk terjun bebas masuk ke Indonesia, khususnya Sumut. Regulasi berupa sertifikasi halal, SNI, dan pengawasan telah disiapkan untuk sedikit mengerem masuk produk ke sini. ”Sebenarnya, tiga regulasi itu telah ada jauh sebelum kebijakan perdagangan bebas disepakati.
Hingga sekarang pun itu tetap berlaku walaupun telah ada kesepakatan perdagangan bebas itu,”kata Kepala Seksi Impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumatera Utara (Sumut) Subdinas Perdagangan Luar Negeri Parlindungan Lubis di Medan kemarin. Katanya, untuk sertifikasi halal, seluruh makanan yang masuk ke Sumut harus memenuhi aturan itu.
Terhadap aturan ini, MUI lebih berwenang mengawasinya. Hatta menambahkan, MUI Kota Medan terus melakukan sosialisasi terhadap produk halal dimaksud. Sebab, terkadang produk yang beredar di pasaran bisa saja zatnya halal, tapi tercampur benda najis atau kadaluarsa.
Padahal umat Islam diwajibkan selalu mengkonsumsi makanan halalan thayyiban. ”Artinya selain zatnya halal, juga harus baik,” papar Hatta.
Dijelaskan Hatta, yang dimaksud makanan thayyib (baik) itu, adalah makanan yang lezat, baik, sehat atau paling utama atau tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa). Atau makanan yang mengandung selera sehat, proporsional dan aman bagi orang yang mengkonsumsinya.
Salah satu alasan umat Islam dianjurkan mengonsumsi makanan halal dan baik, karena makanan seperti itu akan aman secara duniawi dan ukhrawi jika dikonsumsi.
Kata Hatta, banyak ayat alquran dan hadits yang menganjurkan agar umat Islam mengonsumsi makanan halalan thayyibanitu. Masih kata Hatta, secara subtansi makanan halal dan baik itu tidak sebatas pada zatnya, tapi juga halal dalam proses mendapatkannya.
Kelahalalan makanan atau keharaman makanan produk olahan sangat bergantung dari bahan baku atau tambahan dan proses produksinya.
Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, paparnya, memungkinkan semua yang diinginkan seperti makanan siap saji,berpenampilan yang menimbulkan selera,segar dengan aroma,warna, rasa dan tekstur yang diinginkan dapat disediakan.
Bahkan proses pembuatan zat tambahan berasal dari kimiawi, biotkenologi,ekstraksi dari tanaman atau hewan memungkinkan terjadinya perubahan makanan dari halal menjadi tak halal,jika bahan tambahan berasal dari ekstraksi hewan tidak halal atau menggunakan media-media tak halal.
”Alkohol sering digunakan dalam pelarutan zat tambahan, zat pemberi aroma,zat pemberi rasa,dan zat pewarna,” sebut Hatta. Hewan yang halal seperti lembu, kambing dan ayam bisa jadi haram, jika tidak disembelih dengan tidak menyebut nama Allah.
Orang yang menyembelih juga mesti muslim yang sempurna akalnya dan mengetahui syaratsyarat penyembelihannya.
”Penyembelihan yang baik, akan menghasilkan daging yang berkualitas, hegienis, dan lebih penting mendapatkan makanan yang diridhai Allah,” paparnya.
Dia berharap, umat Islam terhindar dari makanan dan minuman yang tidak jelas kehalalannya. ”Jangan sekali-kali membeli makanan yang tidak jelas. Sebab banyak makanan yang zatnya halal,tapi tidak diolah sesuai syariat Islam dan itu bisa jatuh menjadi haram,” tandasnya. (Ibnudzar/sindo)