Makassar (voa-islam.com) – Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad menilai penerapan demokrasi di Indonesia terlalu bebas. Demokrasi yang diterapkan menyeluruh pada masyarakat yang masih belajar justru berujung pada melencengnya substansi utama yakni kesejahteraan masyarakat.
Salah satu bentuk kebebasan tersebut yakni banyaknya jumlah partai politik sebagai efek dari tingginya animo masyarakat untuk menjadi petinggi negara. Akibatnya, dukungan terhadap pemerintahan menjadi lemah. Bahkan, pemerintahan yang didukung koalisi partai dinilai sangat lemah. Ideologi negara yang seharusnya menjadi landasan dukungan justru berkurang dengan banyaknya jumlah partai.
...Sistem demokrasi diterapkan untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menentukan pemerintahannya.Tapi jika tidak ada batasannya, justru akan merugikan rakyat,” ujar Mahathir...
Efeknya, terjadi saling hujat dalam jalannya pemerintahan. “Sistem demokrasi diterapkan untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menentukan pemerintahannya.Tapi jika tidak ada batasannya, justru akan merugikan rakyat,” ujar Mahathir saat menjadi pembicara dalam seminar internasional “Demokrasi untuk Kesejahteraan Rakyat” yang diselenggarakan Universitas Hasanuddin (Unhas),Makassar, kemarin.
Mahathir mengatakan, semasa pemerintahannya di Malaysia, demokrasi tetap diterapkan.Hanya, ada rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar terutama menyangkut isu-isu sensitif dan berpotensi mengancam keutuhan negara. Batasan-batasan yang dibuat tersebut memang mendapatkan kecaman berbagai pihak.
“Negara-negara maju bahkan lebih buruk lagi untuk menjaga penerapan demokrasi dalam kaitannya dengan batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Mereka kadang menahan orang tanpa landasan undang-undang tapi di Malaysia tidak,semuanya ada,”ujarnya. Menurut PM Malaysia ke-4 ini, ada perbedaan demokrasi zaman dulu dengan yang diterapkan saat ini.
Label hak asasi manusia (HAM) selalu dijadikan tameng dalam mengekspresikan kebebasan bersuara, berpendapat,dan berorganisasi. Mahathir menilai,HAM dalam penerapan demokrasi kerap disalahgunakan untuk menjelek-jelekkan orang lain, golongan,b ahkan agama. “HAM memang sangat bagus tapi jangan sampai kebebasan tersebut disalahgunakan.
Kalau tidak,hal tersebut akan mengancam pelaksanaan demokrasi,” katanya. Terkait pendapatnya tentang Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mahathir menyatakan sangat sulit untuk melakukan penilaian. Menurutnya,masyarakat Indonesia harus lebih bersabar untuk menghadirkan perubahan. Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo yang juga menjadi pembicara berpendapat, demokrasi tidak boleh dilakukan dengan pendekatan yang mengawang-awang.
Apalagi, jika tidak ada bingkai berpikir konstruktif dalam penerapannya. Akibatnya, demokrasi akan berujung pada money politics dan memberlakukan hukum rimba. Mereka yang memiliki dukungan dana akan menjadi penguasa dan terpilih atas nama rakyat. “Nasionalisme dalam demokrasi sangat berperan untuk menjaga segalanya tetap berjalan dalam kerangka kebangsaan,”tambahnya. (Ibnudzar/sindo)