JAKARTA (voa-islam.com) – Meski sempat hujan kritik, kenaikan gaji presiden dan pejabat tinggi negara tetap berlaku. Setelah pemberian mobil dinas mewah Toyota Crown Royal Saloon, mulai Januari ini gaji presiden dan pejabat naik.
Ketua Badan Anggaran DPR, Harry Azhar Azis, mengatakan, kenaikan gaji telah disepakati pemerintah dalam APBN 1010.
"Kalau dilihat dari kesepakatan bersama pemerintah, dan sesuai APBN 2010, ya Januari ini," kata Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis melalui telepon, Senin (27/1/2010).
Namun Harry belum memastikan apakah benar dilaksanakan pada bulan ini, informasi yang dia dengar baru dilaksanakan Februari. "Tapi pokoknya sudah ada kesepakatan soal kenaikan," terangnya.
Kenaikan anggaran gaji itu dari angka Rp 132 triliun ke angka Rp 158 triliun, meski awalnya yang diajukan pemerintah Rp 165 triliun. Kenaikan gaji bagi PNS merupakan respons terhadap kenaikan biaya hidup akibat inflasi.
"Kalau tidak salah 5 persen rata-rata kenaikannya. Saya mengusulkan gaji yang lebih tinggi lebih rendah kenaikannya dari yang memiliki gaji rendah," imbuhnya.
Kenaikan gaji ini berlaku termasuk bagi presiden, wakil presiden, menteri-menteri, pejabat tinggi negara, dan PNS, juga TNI/Polri.
Harry berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Keuangan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, memaparkan secara terbuka kategori kenaikan gaji. Terutama bagi pejabat negara. ''Badan Anggaran akan berupaya agar prosesnya semakin terbuka,'' tegasnya.
Sudah Dapat Tunjangan, Pejabat Harusnya Malu Naik Gaji
Menanggapi kenaikan gaji pejabat itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, meminta kenaikan gaji pejabat eksekutif ditahan dulu. Menurut Danang, para pejabat belum menunjukkan prestasinya. ''Tahan saja dulu kenaikan mereka, minimal sampai tiga tahun lagi,'' katanya.
Alasan kenaikan gaji akibat inflasi dipandangnya tak pantas. Selama Presiden dan pejabat belum menunjukkan keberhasilan dalam mengurus negara, Danang menyarankan DPR menunda kesepakatan kenaikan gaji tersebut. ''Disimpan saja dulu uang APBN itu,'' sambung dia.
Senada dengan itu, Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho mengkritik pemerintah. Menurutnya, pemerintah seharusnya malu naik gaji, padahal kinerjanya belum maksimal.
...pemerintah seharusnya malu naik gaji, padahal kinerjanya belum maksimal...
Gaji PNS dan TNI/Polri memang wajar naik. Tapi itu untuk golongan menengah dan bawah saja. Kalau untuk golongan presiden dan pejabat tinggi semestinya tidak latah ikut-ikutan naik.
"Mereka sudah dapat fasilitas dan tunjangan banyak, seharusnya malu," jelas Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho di Jakarta, Rabu (27/1/2010).
Semestinya kenaikan tidak diberikan kepada golongan pejabat ini. Kinerja mereka saja belum bisa dikatakan maksimal. "Jadi nggak perlu naik. Mending contoh hidup sederhana," terangnya.
Untuk itu, ICW menyayangkan kenaikan gaji pejabat ini, yang ternyata sudah dianggarkan di APBN 2010. "Ini jelas mengecewakan," tutupnya.
100 Hari Menjabat, SBY Dinilai Gagal Sejahterakan Rakyat
Kontroversi kenaikan gaji presiden, wakil presiden dan para pejabat itu memang wajar. Karena banyak kalangan menilai kinerja 100 hari SBY-Boediono gagal menjamin kesejahteraan bagi rakyat di 100 hari pemerintahannya.
Hasil kajian Econit Advasory Goup menyimpulkan bahwa program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II tidak efektif. Pendiri Econit Advasory Group, Rizal Ramli menjelaskan, ketidakefektifan ini didasari oleh desain program 100 hari yang sangat lemah.
Menurut Rizal, parameter lemahnya adalah desain program yang tidak sistematis, padahal program 100 hari adalah referensi kuat dalam strategi dan kebijakan 5 tahun ke depan. Hal ini menyebabkan tidak ada benang merah, interelasi, dan keterkaitan antar program pada KIB II ini. Selain itu, program 100 hari juga dinilai sangat kualitatif sehingga sulit dievaluasi tingkat pencapaiannya.
"Lihat saja program 100 hari berbentuk kegiatan rutin departemen. Yang di-upload dan direspons hanya kegiatan administratif dan birokrasi. Tidak ada program prefential treatment," ujar Rizal.
Kegagalan ini juga diaminkan oleh Internasional NGO Forum for Indonesian Development (INFID). Menurut mereka, konsentrasi kebijakan SBY belum fokus pada sektor riil dan sosial yang menyentuh langsung kepentingan rakyat.
“Kebijakan Kabinet Indonesia Bersatu II akan tetap berorientasi pada peningkatan kinerja makro ekonomi berbasis finansial dan bukan pada sektor riil yang sosial yang mengentuh kepentingan masyarakat secara langsung,” demikian diungkapkan INFID dalam pernyataannya, Rabu (27/1/2010).
Ditambahkan, program-program sosial seperti kesehatan, air bersih, dan sanitasi, pendidikan dan pengentasan kemisikinan dijadikan sebagai program pinggiran. Dengan demikian program seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) akan terus dilanjutkan, namun dengan mengandalkan utang luar negeri.
INFID juga menilai, ditetapkannya perdagangan bebas dengan China (AC-FTA) akan melibas produk-produk lokal dan membangkrutkan industri nasional. Kondisi ini tentu akan semakin memperparah kesejahteraan rakyat.
Menurut INFID, program 100 hari KIB II seharusnya bercermin pada realitas kebutuhan konkret masyarakat. Presiden SBY jugaseharusnya bercermin pada kenyataan bahwa Indonesia bertahan dari krisis karena sektor ekonomi rakyat.
INFID juga menganggap program 100 hari KIB II tak lebih dari kesan “kejar setoran” dari KIB I. Sebut saja soal buruh migran, pembanguna nsarana air minum di kasawan masyarakat berpenghasilan rendah, penyelesaian akses telepon di 32 provinsi, internet bagi pendidikan, dan lainnya.
Program 100 hari ini mengabaikan kualitas hidup manusia. Dalam laporan UNDP 2009, Indonesia berada di peringkat 111, bahkan lebih buruk ketimbang Sri Lanka dan Palestina. Di saat yang bersamaan pemerintah telah membairkan melonjaknya harga bahan pokok, padahal hampir 50 persen penduduk berpenghasilan di bawah USD2. Belum lagi maraknya kasus kekerasan terhadap anak-anak serta penggusuran terhadp masyarakat miskin kota.
Secara umum, INFID mencatat ada empat kegagalan pemerintahan Presiden SBY-Boediono, yaitu pertama, gagal mewujudkan kedaulatan dalam bidang ekonomi yang berimbas pada kedaulatan politik. Kedua, gagal mengimplementasikan instrument-instrumen pokok HAM di Indonesia. Ketiga, gagal memberikan jaminan rasa aman dan perlindungan bagi masyarakat, terutama anak-anak dan perempuan. Terakhir, Gagal membangun fundamental ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Kelewatan jika presiden, wapres dan menteri naik gaji
Kenaikan gaji presiden, menteri dan pejabat negara membuat sakit hati rakyat. Jika gaji mereka tetap naik, itu kelewatan.
"Saya pikir dalam keadaan prihatin sekarang ini. Kemudian, presiden dan para menteri berencana menaikan gajinya ini akan membuat sakit hati rakyat," kata mantan Ketua MPR Amien Rais.
Hal ini disampaikan Amien usai acara peluncuran buku "In Our Time Pidato-Pidato Yang Membentuk Dunia Modern" di Indochine Jakarta, Jl Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (28/1/2010).
Menurut Amien, aparat dan pejabat tinggi sudah bergelimang dengan fasilitas yang aduhai seperti mobil dinas, telepon gratis dan listrik gratis.
"Kalau tetap dinaikkan itu kelewatan, kurang pantas," ujar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.[taz/dari berbagai sumber]