Palembang (voa-islam.com) –Program sertifikasi gratis terhadap UKM oleh Depag ternyata banyak yang tidak memanfaatkannya dengan baik, Sedikitnya lima perusahaan makanan di Provinsi Sumsel menolak memberlakukan sertifikasi halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumsel. Mereka menolak mengganti salah satu bahan yang diduga subhat atau haram.
Adapun kelima perusahaan tersebut yakni perusahaan roti AQ Bakeri, Bareqh Solok, M H Doha, Pempek Wak Abah,dan tahu sumedang Linggarsari Ogan Ilir (OI). “Dari 21 perusahaan makanan yang setuju untuk disertifikasi halal, setidaknya ada lima yang menolak.
“Dari 21 perusahaan makanan yang setuju untuk disertifikasi halal, setidaknya ada lima yang menolak.
Mereka enggan menghilangkan bahan atau kandungan pada makanan yang dibuat sehingga membuat makanan tersebut menjadi subhat atau haram,”ujar Sekretaris Komisi Pengkajian MUI Sumsel Ustazd Mahmud Jumhur seusai mengesahkan 21 perusahaan makanan yang disertifikasi halal di Sekretariat MUI Sumsel, Senin (15/2).
Dia mengatakan, perusahaan makanan yang menolak diberlakukannya sertifikasi halal tersebut seperti perusahaan cokelat dan roti. Mereka enggan menghilangkan rum atau alkohol karena takut rasa makanan tersebut berubah. Kemudian, ada juga perusahaan tahu sumedang yang enggan mengganti minyak dan garam yang mereka gunakan.
Selain itu, tempat pengolahan makanan tersebut sangat kotor, kandang ayam dan burung tepat berada di dekat tempat produksi. Untuk itu, hal tersebut sangat perlu diperhatikan umat Islam yang mengonsumsi sehingga membuat makanan tersebut menjadi haram. “Sebenarnya makanan yang ada tersebut halal. Tetapi, karena pengolahannya yang tidak sehat, makanan tersebut menjadi haram.
Kemudian perlu dicurigai bahan makanan yang mereka gunakan tersebut, sehingga tidak bersedia disertifikasi halal. Karena itu, kita menunggu hidayah agar mereka bersedia menyertifikasi perusahaan mereka,” bebernya. “Untuk AQ Bakeri, mereka tidak ingin menghilangkan rum pada kandungan roti. Mereka tidak ingin cita rasa roti yang ada berubah. Begitu juga dengan tahu sumedang Linggarsari.
Mereka tidak bersedia mengubah minyak dan garam yang digunakan.selain itu, dari segi kesehatan,makanan tersebut kurang higienis karena tempat produksinya kotor, bersebelahan dengan kandang burung dan ayam,” tandasnya. Ketua MUI Sumsel K H Sodikun menambahkan, program sertifikasi halal tersebut sebenarnya merupakan bantuan Departemen Agama (Depag) RI yang diberikan gratis kepada perusahaan dan UKM di Sumsel.
Tetapi, meskipun gratis, masih saja ada perusahaan yang enggan menyertifikatkan produk makanan mereka. Untuk itu, makanan yang ada tersebut perlu dicurigai. “Jika ada makanan yang ukurannya besar dan murah dibandingkan tempat lain perlu dicurigai. Karena itu, perlu diteliti kandungan atau zat yang ada pada makanan tersebut. Siapa tahu menggunakan barang haram sehingga menyebabkan makanan tersebut menjadi subhat (haram),” tegasnya.
Dia mengatakan, saat ini sudah terdapat 58 UKM di Sumsel yang telah menyertifikatkan usahanya. Pada 2008 tercatat 37 perusahaan yang sudah terdaftar halal dan 21 perusahaan pada 2010.Mereka sadar dan turut berpartisipasi menyertifikatkan produk makanan mereka.
Adapun 21 perusahaan yang telah menyertifikatkan perusahaannya antara lain susu kedelai Zainuddin, Lempok Durian RM Mau Lagi, Pempek Cek Nani 222, Pindang Pegagan H Abdul Halim, Roti Bobby, My Bakery, Roti Classic, Risa Catering, RM Selamat, PD Mie Ayam Berkah, Ummi Bakery, RPA Amir Husin, Raya Roti,Ice Cream Gatot,Pempek Fapiku 212 Cek Nelly, Kerupuk/ Kemplang Mangcik Karim, Putri Tunggal dan Mang Jul 671, Model Gendung/Ikan Sudi Mampir, Catering Hikmah,dan RM Al Hijrah.
“Untuk menyertifikasikan perusahaan makanan tersebut, kita menerjunkan 40 tim dari BPPOM, MUI, dan auditor.Mulai peralatan, bahan makanan, hingga yang berhubungan dengan produksi makanan tersebut diperiksa. Jika sesuai standar, mereka lolos,” ujar Sodikun. Sodikun menyayangkan masih adanya perusahaan yang tidak bersedia disertifikasi halal.
Meskipun pelaku usaha tersebut dikatakan nonmusim, yang mengonsumsi makanan itu sebagian besar muslim, terkecuali bagi tempat makan khusus nonmuslim. Karena itu, tidak terkecuali semua perusahaan tersebut harus disertifikathalalkan. “Selain perusahaan makanan yang enggan menyertifikathalalkan, hotel-hotel di Palembang belum ada satu pun yang terdaftar halal.
Untuk itu,makanan yang disajikan diduga subhat hukumnya,” tandasnya. Sementara itu, Kabag Sosial Kesehatan Masyarakat Pemkot Palembang Marwan Idris mengungkapkan, sertifikasi penting untuk dilakukan,mulai cara pembuatan, bahan yang digunakan, bagaimana produksinya, pengepakan, hingga lainnya harus sesuai standar.
Karena itu, diwajibkan bagi perusahaan makanan untuk menyertifikatkan halal bagi perusahaannya. “Memang antara toko yang sertifikat halal dengan yang tidak lain harganya.Yang sertifikat halal cenderung lebih mahal.Tetapi, standar kesehatan dan bahan yang digunakan sehat dan jelas.
Karena itu, jika ada makanan yang dijual murah dan ukurannya besar patut untuk dicurigai, apakah bahan yang digunakan sudah tidak layak atau lainnya. Untuk itu, kiranya kesadaran perusahaan makanan untuk menyertifikatkan makanannya sangat penting,” tambahnya. (Ibnudzar/snd)