Surabaya (voa-islam.com) - Sebagai hiburan rakyat, dangdut akan bernilai lain ketika ditayangkan di televisi dengan sajian yang penuh goyangan erotis.
Sebanyak 30% yang dikeluhkan dari tayangan televisi lokal Surabaya adalah musik dangdut. ”Yang banyak dikeluhkan musik dangdut yang menyajikan goyangan-goyangan erotis,” kata Ketua KPID Jatim, Fajar Fajar Arifianto Isnugroho, Rabu (17/2).
...Sebanyak 30% yang dikeluhkan dari tayangan televisi lokal Surabaya adalah musik dangdut. ”Yang banyak dikeluhkan musik dangdut yang menyajikan goyangan-goyangan erotis...
Fajar menjelaskan keluhan masyarakat akan goyangan erotis tersebut memang menurut Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) sebagai kode etik penyiaran masuk dalam kategori pornografi yang melanggar P3SPS.
Pada peringkat kedua sebanyak 10% adalah tayangan berita features yang dinilai mengandung unsur kekerasan dan pelecehan. ”Kami memang belum memberi surat teguran kepada stasiun televisi tersebut. Sebab, setelah sesi konfirmasi, stasiun tersebut langsung mengubah konsep programnya,” jelasnya.
Sesuai undang-undang, sambung Fajar, bila stasiun televisi tersebut sudah tidak lagi menayangkan program yang melanggar maka KPI tidak bisa memberikan sanksi administrasi, yaitu berupa surat teguran hingga pemberhentian penayangan acara. ”Selebihnya merupakan pengaduan tentang tayangan televisi nasional,” tuturnya.
Di tempat yang sama Ketua KPI Pusat, Prof Sasa Djuaisa Sandjaja mengatakan, sepanjang 2009, pihaknya menerima 1.600 pengaduan. Dengan urutan pertama adalah sinema elektronik atau sinetron sebanyak 25%. Disusul iklan komersial sebanyak 24%, variety show seperti acara Extravaganza sebanyak 14%, reality show seperti Termehek-mehek 13%.
Masyarakat menilai sinetron yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi banyak mengandung adegan kekerasan, mengumbar sensualitas hingga menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan bahasa yang benar. Sehingga, memiliki dampak negatif pada penonton khususnya penonton anak-anak.
”Sepanjang 2009, kami telah memberikan sanksi administrasi untuk 128 acara. Delapan di antaranya berupa pemberhentian tayangan sementara,” tegasnya.
Masih menurut Sasa, meskipun selama ini tayangan infotainment mengumbar berita-berita tentang kehidupan selebritis, jumlah pengaduan terhadap acara gosip tersebut paling sedikit.
Tayangan infotainment seperti Insert, Expresso, Silet, Cross Check dan acara sejenisnya berada di urutan terbawah atau hanya 1,6%. Ini menunjukkan masyarakat lebih bisa menerima tayangan infotainment daripada tayangan sinetron.
”Sedikitnya pengaduan tayangan infotainment itu menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia yang lebih suka menggosip. Masyarakat menerima dengan baik infotainment ketimbang sinetron,” ucapnya. (Ibnudzar/sp)