View Full Version
Jum'at, 19 Feb 2010

Jelang Muktamar NU, Rival Gus Sholah Didukung ''Istana Negara''

Jakarta (voa-islam.com) -Jelang Muktamar NU Ke-32, Persaingan  bursa pencalonan Ketum PBNU semakin tajam. Persaingan tajam ini ditengarahi dengan adanya isu dukungan dari Istana terhadap salah satu kandidat menghadang Gus Sholah yang mengantongi dukungan kyai Jawa-Madura.

Oleh karena itu, KH Solahuddin Wahid (Gus Solah) menyatakan tidak kaget dengan munculnya dukungan dari puluhan pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Jawa dan Madura agar dirinya maju sebagai ketua umum PB NU. Dia merasa akan menghadapi saingan berat yang mengklaim mendapat dukungan istana presiden.

Para analis politik menyatakan, saingan berat Gus Sholah kemungkinan datang dari calon yang mengklaim mendapat dukungan istana presiden.

...istana presiden melihat Gus Sholah sebagai sosok yang dekat dengan kubu Wiranto dan Jusuf Kalla, sehingga Presiden SBY konon cemas dan keberatan dengan pencalonannya...

"Saya mendengar kabarnya istana presiden melihat Gus Sholah sebagai sosok yang dekat dengan kubu Wiranto dan Jusuf Kalla, sehingga Presiden SBY konon cemas dan keberatan dengan pencalonannya.

Mestinya, SBY justru bersikap netral atau mendukung siapapun jadi ketua umum PBNU untuk mendapat kepercayaan dari kalangan nahdliyin. SBY sebaiknya mendukung semua calon, termasuk Gus Sholah, mengingat legitimasinya sudah robek dengan kasus Century," kata Mohamad Nabil, peneliti Centre for the Study of Religion and Culture, Universitas Islam Negeri Jakarta.

Kabar yang santer adalah Istana presiden dikabarkan mendukung calon lain di luar Gus Sholah yakni Slamet Efendy Yusuf, seorang politisi Golkar.

"Saya tidak yakin isu itu benar. Bisa jadi cuma klaim dari kubu Slamet. Istana bukan orang bodoh yang mau mendukung seseorang saja, saya yakin Istana mendukung semua calon ketua umum PBNU atau netral," kata Mohamad Nabil.

Sementara itu, pengamat politik FISIP Univeristas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi, menyatakan bahwa ini saatnya bagi SBY menunjukkan kenegarawanannya dalam merespon muktamar NU dengan bersikap netral atau mendukung semua calon.

Dalam kaitan itu, Nabil menyatakan, kubu KH Hasyim Muzadi yang memiliki lebih banyak modal material dan jaringan politik, diharapkan bersikap bijak dan dewasa serta tidak menjegal Gus Sholah. "Muktamar NU harusnya menjadi teladan bagi bangsa ini, jangan ada politicking dari penguasa dan jangan ada politik uang," katanya.

Sejak awal almarhum Gus Dur dan para kiai Jawa-Madura mendorong Gus Sholah agar mau menjadi ketua umum PBNU. Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, itu mengatakan siap memimpin PBNU demi umat dan rakyat yang kehilangan harapan akan masa depan.

Pada hari Minggu (14/2/2010) lalu sekitar 50 kiai pengurus ponpes di Jawa dan Madura berkumpul di Pondok Pesantren Lirboyo. Mereka menyatakan mendukung Gus Solah untuk menjadi ketua umum PB NU. Hadir dalam pertemuan itu antara lain, KH Anwar Iskandar (pengasuh Ponpes Assaidiyah, Jamsaren, Kota Kediri), Sholeh Qosim (Sepanjang), Masbukin (Gresik), Muhaimin Basri (Sampang), dan Zaim Ahmad Ma'shoem (Jateng).

Sementara Gus Solah mengatakan bahwa para kiai itu mendorongnya untuk maju sejak pertengahan tahun lalu. Sekitar pertengahan tahun lalu, ada dua kiai yang menemuinya. Mereka adalah KH Nurul Huda Jazuli (pengasuh Ponpes Al Falah, Ploso, Kediri) dan KH Anwar Iskandar. "Mereka yang mendapat tugas dari sejumlah kiai untuk meminta saya menjadi calon Ketum," katanya.

Meski begitu, dia menegaskan, prosesnya tidak mudah. Untuk bisa tampil sebagai calon dalam muktamar NU, seseorang minimal harus mendapat dukungan suara awal dari 99 cabang. Jumlah total suara cabang (kabupaten/kota) dan wilayah (provinsi) mencapai 490 suara.

Gus Solah menambahkan, ia sudah berkeliling ke 19 provinsi. Bersama kandidat lain, seperti Masdar Farid Mas'udi, Slamet Effendy Yusuf, dan Ahmad Bagja, ia menyampaikan visi NU masa depan, sekaligus menampung aspirasi dan sejumlah masalah yang dihadapi daerah. [Ibnudzar/bj]

Baca berita terkait:


latestnews

View Full Version