Medan (voa-islam.com) – Kasus Penghinaan Agama oleh Bellarminus dan pembentukan formasi salib di pelataran Masjid Agung Al Barkah ternyata bukan gerakan satu-satunya yang dilancarkan oleh pihak Nasrani untuk mengkristenkan orang islam. Sungguh Maha Benar Allah SWT dalam firmanNya bahwa orang Yahudi-Nasrani akan mengambil berbagai macam cara untuk mengajak orang Islam ke jalan mereka.
Berbagai bentuk kegiatan baik berwujud sosial sampai berbau Penghinaan selalu dilancarkan oleh kuffar Nashrani. Kali ini terjadi di Medan, berkedok kepedulian yang sangat dalam terhadap tahanan anak, Gereja Betel Indonesia (GBI) Rayon IV Medan memberikan bantuan instalasi air kepada Lapas Klas II A Anak Tanjunggusta Medan.
Saluran air yang sudah rampung diserahkan dan diresmikan kemarin Kamis (06/05/2010). Penandatanganan dilakukan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Tanjunggusta Medan Drs Arpan BcIP MH dan Ketua BPD GBI Sumatera Utara Pdt Drs D Manurung.
Kegiatan ini merupakan bentuk kunjungan GBI Rayon IV terhadap anak-anak yang ada di Lapas Tanjunggusta Medan. ”Kita tahu bahwa tidak banyak orangtua yang mengunjungi mereka. Selama ini kami melakukan pengobatan gratis, sekarang memberikan sistem penyaluran air. Ke depan, kami akan bekali mereka dengan pendidikan dan kerajinan tangan,”papar drg Annita
Koordinator Pelayanan Kemanusiaan GBI Rayon IV drg Annita menyatakan, "kegiatan ini merupakan bentuk kunjungan GBI Rayon IV terhadap anak-anak yang ada di Lapas Tanjunggusta Medan. ”Kita tahu bahwa tidak banyak orangtua yang mengunjungi mereka. Selama ini kami melakukan pengobatan gratis,sekarang memberikan sistem penyaluran air. Ke depan, kami akan bekali mereka dengan pendidikan dan kerajinan tangan,”paparnya.
Kepala Lapas Klas II A Anak Tanjunggusta Medan Drs Arpan BcIP MH justru menyambut positif bantuan GBI rayon IV. ”Kami mewakili keluarga besar Lapas Klas II A Anak Tanjunggusta Medan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Instalasi air ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan GBI Rayon IV Medan. Mudah-mudahan, bantuan ini benar-benar bermanfaat bagi anak-anak kita di sini,” ujarnya.
Pihak Lapas berargumen dengan bantuan tersebut sangat membantu penggunaan air di lapas. Sebelum saluran air tersebut dibereskan, antrean panjang ke sumber air selalu terjadi di LP Anak. Bahkan, kondisi ini kerap memicu bentrok antarnapi.
Mengingat Kembali Surat Empat Tokoh Islam untuk Paus
Menjelang kedatangan Paus Yohanes Paulus II di Indonesia tanggal 3 Desember 1970, empat tokoh Islam Indonesia, yaitu M. Natsir, KH Masjkur, Prof. Rasjidi, dan KH Rusli Abdul Wahid menulis surat kepada Paus. Keempat tokoh itu meminta agar penyalahgunaan "Diakonia" (pelayanan masyarakat) untuk tujuan mengkristenkan orang Islam, segera dihentikan. Sebab, cara-cara itu sendiri sudah ditentang dalam Konferensi Internasional tentang misi Kristen dan Dakwah Islam di Chambessy pada bulan Juni 1976, dimana para pemimpin Islam, Katolik, dan Protestan sudah memutuskan:
"Konferensi mengutuk dengan keras semua penyalahgunaan diakonia Konferensi, karena menyadari dengan pedih bahwa sikap umat Islam terhadap misi Kristen telah dipengaruhi secara merugikan oleh penyalahgunaan diakonia, dengan keras mendesak gereja-gereja dan organisasi-organisasi keagamaan Kristen untuk menghentikan penyalahgunaan diakonia mereka di dunia Islam."
Ironis, keputusan itu ibarat macan ompong. Aksi penyalahguaan diakonia tetap saja berlangsung di berbagai dunia Islam, dan memancing protes dari kaum Muslim dimana-mana. Dalam lampiran suratnya ke Paus itu, keempat tokoh mencantumkan berbagai aksi Kristenisasi yang menyalahgunakan diakonia. Contohnya, seperti praktik pemberian bantuan kepada orang miskin, penawaran pekerjaan, perbaikan rumah, pemberian beasiswa, kursus-kursus gratis, pertunjukan film, penyalahguaan transmigrasi, dan sebagainya.
Kita mengimbau agar pihak Kristen seyogyanya konsisten dengan pernyataan itu, dan menindak tegas oknum-oknum atau lembaga Kristen yang menyalahgunakan program kemanusiaan untuk misi Kristenisasi. Selama ini tidak terhitung cerita tentang dokter Kristen atau suster Kristen yang menjebak pasien Muslim untuk menerima kepercayaan tentang Tuhan Yesus.
Di televisi dan masyarakat kita sering melihat para penyebar agama Kristen memanfaatkan pelayanan kemanusiaan berupa pengobatan atau doa pelayanan untuk menjebak orang non-Kristen masuk perangkap misi Kristen.
Di dunia pendidikan Kristen, tidak sedikit bukti-bukti tentang adanya usaha pelunturan aqidah para pelajar dan mahasiswa Muslim. Apakah semuanya itu bukan merupakan bentuk penyalahgunaan bantuan kemanusiaan untuk misi Kristenisasi?
Perhatikan pernyataan Koordinator Pelayanan Kemanusiaan GBI Rayon IV drg Annita tadi,"kegiatan ini merupakan bentuk kunjungan GBI Rayon IV terhadap anak-anak yang ada di Lapas Tanjunggusta Medan.”Kita tahu bahwa tidak banyak orangtua yang mengunjungi mereka.Selama ini kami melakukan pengobatan gratis,sekarang memberikan sistem penyaluran air.Ke depan,kami akan bekali mereka dengan pendidikan dan kerajinan tangan,”.Tidak cukup buktikah?
Karena itu,sebaiknya ada usaha-usaha pro-aktif dari kalangan Kristen untuk meminta pemerintah melarang berbagai bentuk penyalahgunaan aksi kemanusiaan untuk Kristenisasi, sehingga pernyataan para tokoh Kristen itu bukan sekedar basa-basi karena tersudut oleh pengakuan terbuka strategi Kristenisasi lembaga misi Kristen seperti WorldHelp, Bellarminus dan lain sebagainya.
Pada sisi lain, pemerintah juga bisa mengambil tindakan tegas terhadap para misionaris --terutama para evangelis dari AS—yang akhir-akhir ini begitu agresif menyerang Indonesia dengan gerakan misi mereka.
Namun, yang lebih penting adalah kalangan Muslim sendiri untuk memahami dengan baik, bentuk-bentuk misi Kristen itu sendiri. Misi Kristen bukanlah hanya dalam bentuk kristenisasi dalam arti pemindahan agama secara formal (proselitisasi).
Dalam Katolik, misalnya, disebutkan, bahwa misi Kristen bisa dilakukan dalam berbagai bentuk dan tahap. Menurut The Document of The Attitude of the Church towards the Followers of the Religions: Reflections and Orientations on Dialogue and Mission, Citta del Vaticano: Secretariatus pro non Christianis (1984), misi Kristen adalah satu tetapi dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada kondisi dan situasi.
Gerakan misi yang dilakukan melalui metode penyalahgunaan misi kamanusiaan sebenarnya saat ini sudah ketinggalan jaman, meskipun masih banyak yang menggunakannya.
Perlu diingat bagi kaum Muslim, inti dari Kristenisasi adalah pemurtadan. Kalangan misi Kristen ada yang berpikir, Muslim tidak harus secara formal menjadi Kristen, tetapi yang penting ia tidak lagi meyakini kebenaran agamanya sendiri, sehingga tidak menjadi penghalang Kristenisasi.
Maka, tidak jarang, dalam berbagai hal sulit dibedakan lagi, mana yang Islam dan mana yang Kristen. Sebab, kata mereka, agama apa saja adalah sama. Jika ada yang berpendapat semacam itu, bahwa semua agama adalah sama, maka inilah bentuk pelecehan terhadap Islam dan satu bentuk kebohongan yang nyata. Sebab, tidak mungkin ia telah mempelajari semua agama dan telah membaca semua Kitab agama-agama yang ada yang jumlahnya ribuan. (Ibnudzar/berbagai sumber)