Jakarta (voa-islam.com) - Mengatahui kinerja yang terkesan 'serabutan', dholim dan keji. Center for Indonesian Reform (CIR) mendesak DPR segera membentuk Pansus untuk memeriksa kinerja Densus 88 yang baru menangkap Abu Bakar Baasyir. Kinerja Densus 88 selama ini dianggap telah terdistorsi.
...Jangan sampai terjadi killling without trail, itu lebih jahat dari trial by the press...
"Selama ini terjadi distorsi dalam penegakan hukum. Presiden menyatakan terkejut dengan penangkapn Baasyir, padahal Densus berada di bawah kendali Polri dan Kapolri bertanggung jawab langsung kepada presiden. Jadi Densus bekerja untuk siapa?" ujar Direktur CIR, Sapto Waluyo di Jakarta, Selasa (10/8).
Menurutnya, sepanjng 2003 hingga 2009, Densus 88 telah menangkap 500-an tersangka terorisme, 40 di antaranya tertembak mati. Selama Januari hingga Mei saja sudah ditangkap 58 tersangka dan 13 di antaranya tewas.
"DPR hrs periksa apa itu semua sesuai prosedur hukum? Karena Densus 88 dan Polri aparat hukum. Jangan sampai terjadi killling without trail, itu lebih jahat dari trial by the press. Hasil pansus akan berguna sebagai masukan awal Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang baru saja terbentuk," jelas Sapto yg menulis buku 'KontraTerorisme: Dilema Indonesia di masa transisi' pada 2009.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menyebutkan cukup tepat jika Komisi III DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) atau Panitia Kerja (Panja) terkait evaluasi kinerja Densus 88. Langkah ini ditempuh, sambung alumnus IAIN Ar-Raniry Aceh ini, sebagai upaya untuk mengetahui cara kerja Densus 88.
“Panja diharapkan sebagai upaya menjembatani keinginan publik untuk mendapatkan informasi tentang Densus 88. Jangankan publik, Kapolda saja juga tidak mengetahui kinerja Densus 88,” paparnya di Jakarta, Selasa (10/8).
Tuntutan pembentukan Panja atau Pansus Densus 88, sambung politikus PKS ini, untuk membuka tabir kinerja Densus 88 yang cenderung samar-samar di publik. Apalagi, menurut Nasir, Densus 88 yang ada di bawah Mabes Polri merupakan mitra Komisi III DPR.
“Jadi saya pikir masuk akal jika ada keinginan agar DPR membentuk Pansus atau Panja Densus 88, sehingga publik tidak samar-samar lagi dalam melihat kinerja Densus,” terangnya.
Ia menuturkan, tidak ada aturan khusus dalam UU terkait Densus 88. Karena, institusi Densus 88 langsung di bawah instrument Kepolisian RI. Oleh karenanya, Nasir menegaskan Komisi III DPR berhak melakukan pengawasan terhadap Densus 88 untuk menjalankan fungsi pengawasan.
“Panja ini akan mengaudit Densus 88, mulai dari dana hingga kinerja. Ini penting, agar pemberantasan terorisme berjalan serius karena mengancam kehidupan dan negara bukan karena pesanan negara tertentu,” cetusnya.
Densus 88 Rusak Citra Kepolisian
Pasca penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, Citra kepolisian khususnya satuan Densus 88 Antiteror akan menjadi pertaruhan dalam kasus penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, Bila pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu tidak terbukti terlibat dalam gerakan teroris, publik akan semakin tidak percaya dengan polisi.
“Karena Ustadz Abu sudah pernah diperlakukan seperti ini dan terbukti di pengadilan tidak bersalah. Bila ini terjadi lagi akan semakin menjatuhkan polri lagi,” ungkap pengamat teorisme Al Chaidar di Jakarta, Selasa (10/8/2010).
...“Ingat, polisi juga pernah menggerebek markas JAT di Pejaten dan menahan beberapa pengikut ustadz Abu, tapi kemudian dibebaskan karena terbukti tidak bersalah,”...
Al Chaidar melihat peluang Ba’asyir bebas besar mengingat tuduhan polisi tidak memiliki dasar yang kuat. Hanya berdasarkan pada pengakuan teroris Aceh yang ditahan serta asumsi ada keterkaitan antara penggerebekan terduga teroris di beberapa lokasi sebelumnya.
Yaitu di rumah kontrakan di Kampung Sukaluyu No 49D RT 11 RW 12 Kelurahan Pasir Biru, Kecamatan Cibiru, serta tiga teroris di Subang, Padalarang, dan Cileunyi.
“Ingat, polisi juga pernah menggerebek markas JAT di Pejaten dan menahan beberapa pengikut ustadz Abu, tapi kemudian dibebaskan karena terbukti tidak bersalah,” tegasnya.
Tuduhan bahwa Ba’syir mendanai camp militer teroris di Aceh, menurut Al Chaidar, juga sumir. Itu karena Ustadz Abu Bakar Ba'asyir tidak memiliki sumber pendanaan yang kuat pasca terbelahnya organisasi Jemaah Islamiyah. Para pengikutnya sekarang merupakan para loyalis yang sudah terpinggirkan dari peta gerakan teroris. “Dia hanya berada di antara orang-orang yang terbatas (ekonominya) yang masih setia,” tandasnya.
Haram Kooperatif Terhadap Densus 88
Sementara itu, setelah diperiksa oleh tim penyidik Mabes Polri, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir membuat pernyataan penolakan penahanan terhadap dirinya.
...Penangkapan dan pemeriksaan ini tidak lebih dari komoditas politik untuk menyenangkan musuh-musuh Islam serta antek-anteknya di Indonesia,”...
“Dengan izin Allah, saya menolak dengan tegas tentang penangkapan dan pemeriksaan saya karena saya yakin penangkapan dan pemeriksaan ini tidak lebih dari komoditas politik untuk menyenangkan musuh-musuh Islam serta antek-anteknya di Indonesia,” ujar Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dalam pernyataan yang dibacakan Ketua TPM Mahendradatta di Mabes Polri, Senin (9/8/2010) malam.
Selain itu, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir juga menolak sejumlah 41 pertanyaan yang diajukan oleh tim penyidik karena menurutnya tidak perlu adanya kerjasama. "Atas izin Allah saya menolak untuk diperiksa oleh Densus 88,” ujarnya.
Ustadz Abu Bakar Ba'asyir menyakini sikap kooperatif dengan polisi bersifat haram. Itu karena Densus 88 dalam pandangan pendiri Jamaan Asharut Tauhid (JAT) tersebut merupakan kepanjangan tangan dari musuh-musuh Islam.
“Dalam hal ini AS dan Israel yang masuk dalam kategori kafir harbi. Untuk itu, haram memberikan keterangan dalam pemeriksaan oleh Densus 88,” ujarnya. (Ibnudzar/dbs)