Padang (voa-islam.com) - Memang tak dapat dipungkiri, kehadiran pekerja seks komersil (PSK) di Kota Padang sudah meresahkan warga. Apalagi belakangan ini, sebagian mereka sudah mengidap virus mematikan HIV/AIDS, khususnya bagi PSK yang mangkal di kawasan Jalan Diponegoro.
Terkait hal itu, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, M Sayuti Dt Rajo Pangulu mengatakan, maraknya PSK di Kota Padang tak lepas atas himpitan faktor ekonomi. Di sisi lain, mereka tak miliki keahlian, juga moral dan keimanan tidak berlandaskan ketuhanan, sementara masih dihargainya PSK sebagai pekerja seks.
"Karena itu, pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan untuk wanita seperti ini. Dan lagi, istilah PSK tidak relevan digunakan. Mereka tidak pantas dikatakan pekerja, karena mereka tidak bekerja dengan halal," jelasnya.
Masyarakat sekitar, keluarga dan pendidik harus menanamkan pendidikan moral dan akhlakul kharimah pada anak-anak mereka dari dini. Sehingga, dewasa kelak anak-anak itu bisa mengontrol moral dan keimanannya. Untuk meminimalisir PSK, kata Sayuti, perlu dilakukan razia PSK. Namun, cara tersebut tidak akan berhasil jika tidak diimbangi dengan pembinaan terhadap PSK.
"Kalau pun dilakukan penyisiran PSK ke rumah-rumah warga dan warung remang-remang, jangan sampai bocor duluan. Sehingga tidak banyak yang terjaring," ulasnya.
..."Jika dibiarkan, akan merusak mental dan moral masyarakat. Penyakit masyarakat seperti ini harus segera ditindak biar tidak menular," jelasnya...
Sementara itu, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar Gusrizal Gazahar menegaskan, PSK, wanita jalang atau pelacur, merupakan penyakit masyarakat yang harus diberantas secara serius. "Jika dibiarkan, akan merusak mental dan moral masyarakat. Penyakit masyarakat seperti ini harus segera ditindak biar tidak menular," jelasnya.
Jika sudah ditangkap, kata Gusrizal, pelacur harus diberikan pembinaan dan dibekali dengan keterampilan, agar ketika keluar dari Andam Dewi (fasilitas rehabilitasi, Red), mereka punya pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarga.
Sebelumnya, dari temuan CSO Pluralisme Sudarto di Sumbar, di daerah ini ada sekitar 2 ribuan masyarakatnya yang berprofesi sebagai PSK. Riset tersebut dilakukan sejak tahun 2004 hingga sekarang. Meski tidak memiliki jumlah pasti, namun ia memastikan jumlah wanita di Sumbar bekerja sebagai PSK meningkat signifikan. Di tahun 2004, jumlah PSK di Sumbar masih berjumlah sekitar 291 orang. Tahun 2006, jumlahnya mencapai 502 PSK. Di tahun 2007, jumlahnya meningkat menjadi 791 orang.
Di akhir tahun lalu, Sudarto memprediksi jumlahnya PSK di Sumbar mencapai 2 ribuan orang. Tak hanya secara kuantitas, secara kualitas pun ia menilai terjadi peningkatan strata sosial PSK. "Artinya, tidak hanya perempuan berpendidikan rendah, tapi sudah merambah ke kalangan siswa dan mahasiswa," ungkapnya.
Data soal perkembangan PSK tersebut, menurut Sudarto, didapatkan dari rekapitulasi Satpol PP yang kerap melakukan razia. Meski tidak disebutkan jumlah pasti tiap kabupaten dan kota, Sudarto cenderung menyebut daerah perkotaan seperti Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh dengan pertumbuhan yang signifikan. Selain itu, kawasan di daerah perlintasan jalan lintas Sumatera (Jalinsum) Dharmasraya, Pesisir Selatan dan Limapuluh Kota, memiliki potensi pertumbuhan PSK laksana gunung es. (Ibnudzar/jpo)