

Lumajang (voa-islam.com) - Wakil  bupati As'at Malik melarang pejabatnya dan PNS menerima kiriman parsel  hari Raya Idul Fitri dari seseorang maupun rekanan Pemkab Lumajang. JIka  sampai ditemukan adanya PNS menerima parcel baik dikantornya dan  dirumah Wabup akan memberikan sanksi.
 
 "Saya haramkan PNS menerima Parsel, sesuai dengan surat edaran bupati  tahun lalu," Kata As'at Malik ditemui sejumlah wartawan di ruang  kerjanya di Kantor Pemkab Lumajang, Selasa (24/8/2010).
 
 Menurut dia, PNS dilarang menerima barang dalam bentuk apapun selama  menjelang lebaran. Dikarenakan dengan adanya pemberian Parcel dari  seseorang akan menimbulkan fitnah dan mempengaruhi kinerja PNS yang  digaji oleh Negara.
..."Orang yang memberi parsel pasti ada sesuatu yang diinginkan dari Pejabat dan Staf Pemkab Lumajang, Bukannya saya suudzon," katanya..
"Orang  yang memberi parsel pasti ada sesuatu yang diinginkan dari Pejabat dan  Staf Pemkab Lumajang, Bukannya saya suudzon," kata orang nomor dua di  kabupaten Lumajang itu.
 
 Hal senada juga disampaikan Assisten Administrasi Sekda, wisu Wasono  Adi, dengan masih berlakunya surat edaran bupati, PNS dilarang menerima  Parcel dalam bentuk apapun. Dia meminta pada PNS untuk dipatuhi, bahkan  jika ditemukan Sekda selaku kepala Baperjakat (Badan pertimbangan  Jabatan dan Kepangkatan) akan memberikan sanksi tegas pada bawahanya.
 
 "Pokoknya PNS jangan main-main dengan menerima Bingkisan dalam bentuk apapun menjelang lebaran," jelasnya. 
Minta Fatwa Tidak Sholati Koruptor Dikaji Lagi
Selain itu, Menyusul  fatwa larangan PBNU dilarang menshalati jenazah Koruptor. Wakil Bupati  Lumajang. As'at Malik angkat bicara soal fatwa yang dikeluarkan KH Said  Agil Sirajd.
 
 Menurut As'at, fatwa PBNU yang belum genap setahun mempimpin organisasi  Nahdiyin terbesar di Indoensia itu, perlu dilakukan pengkajian ulang.  Karena sesuai dengan syariat Islam, orang beragama Islam wajib dishalati  jenazahnya sebelum di kubur.
"Sekali lagi, fatwa PNBU harus dikaji dengan ilmu agama islam yang berlandasaran Al-Qur'an dan hadist," pungkasnya
"Fatwa PBNU itu, jangan ditelan mentah-mentah, karena orang korupsi  banyak dasar yang melandasi melakukan perbuatan tercela," jelas As'at di  kantor Pemkab Lumajang, Selasa (24/8/2010).
 
 Fatwa PBNU itu sebenarnya sangat bagus untuk memberikan efek jera pada  koruptor. Namun, harus jelas klasifikasinya koruptor yang tidak boleh  disholati. Nanti, orang tidak makan uang negara dinyatakan korupsi tidak  disholati padadah dia orang beragama Islam.
 
 "Jika ada orang korupsi uang negara, karena tidak memiliki uang untuk makan, apakah harus tidak disholati," ungkapnya.
 
 As'at menambahkan, Koruptor yang patut tidak disholati, yakni orang yang  sudah berprofesi tukang korupsi dan banyak merugikan negara. Sehingga  PBNU harus memilah-milah mana koruptor yang pantas diholati dan yang  tidak.
 
 "Sekali lagi, fatwa PNBU harus dikaji dengan ilmu agama islam yang berlandasaran Al-Qur'an dan hadist," pungkasnya. (Ibnudzar/bjo)