

Jakarta (voa-islam.com) -Direktur Jenderal  Pajak Tjiptadjo keberatan dengan ide  menjadikan zakat sebagai  pengurang kewajiban pajak yang diusung sebagian kalangan dalam  pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Zakat  
"Secara  pribadi, saya kurang sependapat dengan ide zakat sebagai pengurang  pajak yang rencananya akan dimasukkan ke dalam RUU Zakat," kata  Tjiptardjo kepada wartawan di  Gedung Direktorat Pajak,  Kamis (26/8).
"Secara pribadi, saya kurang sependapat dengan ide zakat sebagai pengurang pajak yang rencananya akan dimasukkan ke dalam RUU Zakat," kata Tjiptardjo
Dia menyebut dua  alasan penolakan. Pertama, Undang-Undang  Perpajakan sudah mengakomodir  kewajiban membayar zakat di kalangan umat Islam. Di dalam UU tersebut,  zakat digunakan sebagai faktor pengurang penghasilan bruto wajib pajak.  Nilai kewajiban pajak, lanjut dia, dihitung dari penghasilan bersih yang  telah dikurangi faktor pengurang, termasuk zakat. "Jadi zakat itu sudah  diakomodir sebagai bunga di UU Perpajakan, sebagai pengurang  penghasilan bruto," ujarnya.  
 Alasan kedua, zakat dianggap  sebagai kewajiban relijius, bukan kewajiban bernegara. Implikasinya,  zakat dan pajak merupakan dua entitas yang berbeda sehingga harus  ditarik secara terpisah. "Zakat itu urusan manusia dengan Tuhan,"  ujarnya. 
 Direktorat Jenderal Pajak telah menerima beberapa  masukan dari beberapa pihak terkait latar belakang usulan ini.  Tjiptardjo juga mengakui permasalahan zakat sebagai pengurang pajak  masih terbuka sebagai bahan perdebatan.   
 Adapun mengenai  potensial loss yang mungkin terjadi apabila RUU Zakat mengatur zakat  sebagai pengurang pajak, dia mengaku belum dikaji Ditjen Pajak.   
 RUU Zakat sendiri mengatur tata kelola zakat di kalangan muslim dan  telah masuk dalam program legislasi nasional 2010. Pengelolaan zakat  saat ini diatur melalui UU Nomor 38 Tahun 1999 yang dianggap kurang  memadai. 
 Ide zakat sebagai pengurang pajak diusung oleh  Kementerian Agama dan beberapa organisasi massa besar Islam seperti  Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah untuk dimasukkan ke dalam RUU Zakat. Di  Indonesia, potensi zakat diperkirakan mencapai Rp 70 triliun. Jika ide  ini jadi diterapkan, maka penerimaan pajak negara akan berkurang dalam  jumlah yang hampir sama. (Ibnudzar/tio)