

Jakarta (voa-islam.com) - Maraknya budaya konsumtif terutama dalam  menyambut momentum setiap lebaran membuat para ulama prihatin. Tidak seharusnya  pola hidup semacam itu dilestarikan usai menjalani ibadah puasa. Salah satunya datang dari  Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj yang prihatin dan mengajak agar umat Islam tidak berlebih-lebihan dalam berlebaran.
         
"Lebih  baik dirayakan secara sederhana agar bisa menolong saudara yang lain  yang kurang beruntung yang kebetulan jumlahnya sangat banyak," ujar  Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj di Jakarta, Sabtu (4/9/2010) malam.
..."Lebih baik dirayakan secara sederhana agar bisa menolong saudara yang lain yang kurang beruntung"...
Menurut KH Said Aqil Siradj, umat muslim di Indonesia masih membutuhkan bimbingan dalam  merayakan Idul Fitri, agar tidak terjerumus dalam pola hidup isyrof  (berfoya-foya)."Agama senantiasa menganjurkan agar kaum muslimin selalu  bersikap zuhud," tandasnya.
Alumnus Pesantren Lirboyo itu juga  menganjurkan kepada umat muslim agar meningkatkan tali silaturrahim  dengan mengunjungi sanak saudara, sahabat, dan kaluarga. "Langkah ini  penting untuk mengatasi semangat individualisme yang telah mengarah pada  disintegrasi sosial," pungkasnya.
Bisa Saja Berlebaran Tanggal 9 September
Sementara itu, ditanya tentang penentuan 1 Syawal, Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj menyatakan, kemungkinan  Lebaran tahun ini berbeda sangat besar.
Hal itu berdasarkan pada  hadits nabi yang memerintahkan umat muslim mulai berpuasa dan berlebaran  apabila telah melihat hilal (bulan). "Dalam hadits Bukhari Muslim  disebutkan puasa itu satu bulan atau 29 hari. Namun apabila hilal tidak  terlihat maka digenapkan menjadi 30 hari," ujarnya di PBNU, Sabtu (4/9/2010).  
..."Soal ketetapannya akan diputuskan setelah dilakukan rukyatul hilal pada 8 Septermber,"...
Hal itu berarti kemungkinan  PBNU bisa jadi merayakan Lebaran pada 9 September dengan syarat apabila  hilal telah terlihat.  KH Said Aqil Siradj menegaskan, PBNU  juga menggunakan metode hisab, sama seperti PP Muhammadiyah. Dengan  metode itu diketahui Lebaran pasti jatuh pada 10 September.
"Tapi dalam hadits ditegaskan bukan ada atau tiadanya hilal. Melainkan hilal sudah bisa dilihat atau belum," ungkapnya.      
Seperti  diketahui, PP Muhammadiyah telah terlebih dulu menetapkan 1 Syawal  jatuh pada 10 September. Begitu pula dengan kalender pemerintah. "Soal  ketetapannya akan diputuskan setelah dilakukan rukyatul hilal pada 8  Septermber," tandasnya. (Syila/ozo)