Jakarta (voa-islam.com)- Menanggapi santernya pemberitaan media massa atas permintaan revisi bahkan pencabutan Peraturan Bersama Menteri (PBM) pasca insiden penusukan pendetra HKBP, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai hal ini berlebihan, karena MUI menilai insiden penusukan jemaat HKBP Ciketing, Bekasi, sudah dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mencabut Peraturan Bersama Menteri (PBM).
..."Ada keinginan dari HKBP untuk berusaha keras supaya PBM dicabut, dengan dicabut maka akan menyelesaikan masalah," ungkapnya...
"Dari persoalan ini, masalah ini ada tendensi dipolitisir menjadi isu yang lebih luas agar PBM ini dicabut," ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Amrullah Ahmad saat jumpa pers di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu (18/9/2010).
Amrullah menduga ada sebagian kelompok dari jemaat HKBP yang menginginkan permasalahan ini menjadi isu nasional. Hal ini dikarenakan, mereka ingin agar PBM ini segera dicabut oleh pemerintah. "Ada keinginan dari HKBP untuk berusaha keras supaya PBM dicabut, dengan dicabut maka akan menyelesaikan masalah," ungkapnya.
Padahal, lanjutnya, jika PBM itu nantinya dicabut maka dikhawatirkan akan timbul masalah baru yang dapat memicu kerukunan umat beragama di Indonesia. "Padahal kalau PBM dicabut, di kalangan umat beragama akan terjadi anarki yang luar biasa, karena rumah ibadah akan dibangun tanpa tenggang rasa masyarakat sekitar," pungkasnya.
Untuk itu pihaknya meminta kepada masyarakat untuk bisa menahan diri dan tidak terlalu bersikap reaktif agar tidak memicu aksi yang lebih besar lagi.
Selain itu MUI juga menilai bahwa PBM saat ini juga sudah tepat namun problem yang sebenarnya terjadi adalah penerapan yang kurang tepat dan benar oleh pemerintah daerah setempat mengenai perizinan pendirian rumah ibadah.
Kendati demikian pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait mengenai masalah HKBP. Namun dalam pertemuan terakhir dengan masyarakat setempat belum dilibatkan sehingga masih ada ketidakseimbangan informasi.
PBM Tak Perlu Direvisi
Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menilai bahwa Peraturan Bersama Menteri (PBM) Dalam Negeri dan Menteri Agama yang mengatur perijinan pendirian rumah ibadah tidak perlu direvisi kembali. Hal ini dikarenakan peraturan tersebut sudah tepat dan moderat untuk pendirian rumah ibadah.
''Kami tidak menganggap PBM perlu direvisi. Karena itu sudah pada tingkat peraturan yang sangat moderat.
''Kami tidak menganggap PBM perlu direvisi. Karena itu sudah pada tingkat peraturan yang sangat moderat. Kan syarat (tanda tangan) sebelumnya itu 200 kepala Keluarga (KK) tapi sekarang cukup 90 kepala Keluarga (KK),'' ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Amrullah Ahmad saat memberikan keterangan persnya di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (18/9/2010).
Menurutnya PBM merupakan peraturan yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kerukunan umat beragama terutama menyangkut perizinan pendirian rumah ibadah. Sehingga jika PBM nantinya dicabut, dikhawatirkan akan terjadi konflik antar umat beragama.
''MUI mendukung PBM karena itu adalah salah satu cara untuk mendukung kerukunan. Kalau PBM dicabut, pasti akan terjadi anarkis,'' ungkapnya.
Amrullah menjelaskan sekarang ini informasi yang beredar di masyarakat tidak berimbang. Karena selama ini pernyataan yang disampaikan hanya dari satu pihak saja, sedangkan dari pihak masyarakat setempat sampai saat ini tidak belum pernah dimintai keterangannya atas insiden tersebut.
''Berita yang beredar selama ini masih bias seolah-seolah HKBP jadi korban. Jangan sampai itu dalam pembebasan lahan ada rekayasa. Dari masyarakat sendiri kan belum kita dengar,'' pungkasnya.
HKBP Ngeyel Tetep Kebaktian, FUIM Imbau Untuk Legowo
Di lain tempat, Forum Umat Islam Mustika Jaya (FUIM) mengibau agar umat kristiani warga Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah, Desa Ciketing, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi menerima putusan pemerintah untuk mendirikan dan menjalankan peribadahan di tempat baru yang telah diberikan pemerintah.
...yang menolak pendirian rumah peribatan mereka di Ciketing. "Kami menyarankan agar HKBP Ciketing legawa menerima putusan pemerintah untuk beribadat di lokasi yang diberikan pemerintah. Ini perlu supaya tidak ada aksi anarkis dari masyarakat," ujarnya...
Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari gesekan dengan warga yang menolak pendirian rumah peribatan mereka di Ciketing. "Kami menyarankan agar HKBP Ciketing legawa menerima putusan pemerintah untuk beribadat di lokasi yang diberikan pemerintah. Ini perlu supaya tidak ada aksi anarkis dari masyarakat," ujar Ketua FUIM Ustad Tajudin , Sabtu (18/9).
Hal itu disampaikan menanggapi keputusan HKBP Ciketing untuk tetap menjalankan kebaktian, Minggu (19/9), di lokasi yang ditolak warga, yakni di Pondok Timur Indah, Ciketing, Bekasi. Kebaktian yang akan dipimpin Ephorus (pemimpin tertinggi) Gereja HKBP Pendeta Bonar Napitupulu dan Sekjen HKBP Ramlan Hutahaen itu akan dilangsungkan di lahan kosong tanpa bangunan.
"Jemaah akan tetap melangsungkan kebaktian di lahan kosong milik gereja di Ciketing, Minggu (19/9)," ujar kuasa hukum, HKBP Pondok Indah Timur Saor Siagian.
FUIM juga menegaskan warga sudah menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan aparat keamanan berkaitan dengan peribadatan mereka di Ciketing. Sebab, pemerintah dan aparat sudah menetapkan sanksi bagi HKBP Ciketing jika tidak mematuhi keputusan pemerintah.
Ustad Tajudin menyatakan pihaknya melarang warga untuk berbuat anarkis kepada warga HKBP yang tetap beribadah di lokasi yang dilarang. FUIM sendiri tidak akan melakukan tindakan apa-apa.
"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan aparat keamanan. Biar aparat saja yang menyikapi keputusan warga HKBP itu," tegas Tajudin.
Sebelumnya, dalam rapat bersama pada 16 September 2010, diputuskan solusi bagi HKBP. Rapat dihadiri Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad dengan Direktur Penanganan Konflik Kemendagri Widiyanto, bersama pihak-pihak terkait seperti Kapolres Bekasi, Dandim Bekasi, Dinas Agama Bekasi, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK).
Solusi tersebut adalah, memindahkan lokasi peribadatan HKBP Pondok Timur Indah ke lahan baru. Dalam hal ini pemerintah menawarkan dua lahan baru itu. Yakni, di lahan fasilitas sosial-fasilitas umum PT Timah, Mustikajaya, Bekasi, dan lahan kosong milik Yayasan Strada Mustikajaya, Bekasi.
Untuk lahan di PT Timah, Wali Kota Bekasi sendiri telah memberikan surat izin penggunaan lahan tersebut secara gratis. Sementara untuk lahan di Yayasan Strada saat ini tengah dalam menunggu untuk dijual atau ditawarkan dengan harga pasar. (LieM/dbs)