Jakarta (voa-islam.com) –Akhir-akhir ini santer diberitakan bahwa Jakarta akan tenggelam pada tahun 2012. Jakarta akan tenggelam pada 2012? Ungkapan ini bukanlah isu murahan. Hal tersebut, dinilai bisa terjadi jika pemerintah setempat tidak memperdulikan kondisi lingkungan dalam menjalankan pembangunan.
Berdasarkan keterangan sejumlah pakar lingkungan, kondisi tanah Jakarta saat ini memang mengalami persoalan. Setiap tahunnya, settlement amblesan terjadi di wilayah Jakarta hingga 10 sentimeter. Proses itu terjadi secara pelan-pelan.
...“ Saya tidak bisa bayangkan, mungkin rumor mengenai Jakarta tenggelam bisa saja terjadi pada 2012,”
“Jika penggunaan air tanah secara berlebihan tidak bisa dikontrol oleh pemerintah. Saya tidak bisa bayangkan, mungkin rumor mengenai Jakarta tenggelam bisa saja terjadi pada 2012,” ujar Pendiri Indonesia Water Institut (IWI) Firdaus Ali belum lama ini.
Hal tak jauh berbeda diutarakan pakar geotenik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Masyhur Irsyam. Menurut dia, kondisi tanah di Jakarta terus mengalami penurunan. Hal ini dikatakannya usai menganalisa peristiwa jalan ambles di Jalan RE Martadinata, Jakarta Utara.
Dengan terjadinya konsolidasi tanah lunak akan turun 5 sampai 10 sentimeter per tahun akan memadat dan kekuatan tanahnya makin lama akan semakin meningkat. Kejadian ini dalam istilah geoteknik disebut “Drained Condition”. Jadi kalau tidak ada perubahan lingkungan, semakin lama timbunan badan jalan akan semakin stabil.
“Tapi kenyataannya terjadi kelongsoran, sehingga penyebabnya adalah perubahan lingkungan yang kemungkinan dapat diakibatkan oleh beberapa hal seperti beban lalu lintas yang besar, pasang surut air laut yang tinggi dan surut mendadak, serta perubahan geometri lereng jalan,” ujar Masyhur.
Tak hanya itu, kejadian longsor tersebut juga diprediksi akan merambah ke sejumlah kawasan lainnya di Ibu Kota. Karena itu, pemerintah diimbau untuk mewaspadai agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Sehingga perlu diantisipasi melebarnya bidang kelongsoran karena bisa membahayakan pengguna jalan maupun orang,” pungkasnya.
Faham Neoliberal Biang Keladinya
Menanggapi santernya rumor tersebut, pengamat lingkungan mengamati beragam faktor dituding menjadi penyebab Kota Jakarta terancam tenggelam. Salah satunya, akibat kebijakan pemerintah yang berkiblat kepada Neoliberalisme.
Pengamat lingkungan hidup Sony Keraf berpendapat, kolapsnya lingkungan Jakarta selama ini dikarenakan kebijakan neoliberalisme dalam rangka pembangunan kota dan kerap berfikir dalam kerangka kepentingan ekonomi.
“Semua lahan kosong di Jakarta selalu dipertanyakan nilai keuntungannya, dan dialihkan menjadi wilayah pemukiman atau tempat komersil lainnya,” ujar Sony, belum lama ini.
...“Hal ini menunjukan pemerintah terjebak dalam ideologi neoliberalisasi,” tandasnya...
Dia mencontohkan beberapa kawasan yang seharusnya dijadikan kawasan tangkapan air malah dijadikan kawasan komersil yang seluruhnya diserahkan kepada pasar. Seperti Pantai Indah Kapuk, Kelapa Gading, dan Pantai Mutiara. “Hal ini menunjukan pemerintah terjebak dalam ideologi neoliberalisasi,” tandasnya.
Seharusnya, lanjut dia, pemerintah dengan kewenangan yang ada bisa menegakkan aturan yang berlaku, dimana daerah tersebut tidak bisa dialih fungsikan. Karena itu, politisi PDI Perjuangan ini menilai, Pemprov DKI menjadi pihak paling bertanggung jawab atas kondisi alam Jakarta yang saat ini tengah kritis.
“Solusinya kurangi penggunaan air tanah seiring dengan penyediaan air permukaan dan mengembalikan ruang terbuka hijau. Jika itu bisa dilakukan, tidak perlu ada langkah radikal seperti pemindahan Ibu Kota,” ungkapnya lagi.
Stop Pembangunan Gedung Pencakar Langit
Dengan alasan itulah pengamat meminta Pemerintah DKI Jakarta untuk menghentikan izin proyek bangunan.
...“Pemprov DKI harus menyetop pemberian izin mendirikan bangunan mal, hotel, apartemen, dan lain sebagainya untuk dilakukan kajian komperhensif terlebih dahulu,”...
“Pemprov DKI harus menyetop pemberian izin mendirikan bangunan mal, hotel, apartemen, dan lain sebagainya untuk dilakukan kajian komperhensif terlebih dahulu,” ujar pengamat lingkungan Sony Keraf, belum lama ini.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup era Megawati ini menegaskan, berdasarkan data yang diperoleh, saat ini daya tampung pembangunan di Jakarta sudah tidak kuat. Artinya, lanjut dia, mulai saat ini Pemprov DKI harus menghentikan pemberian izin mendirikan bangunan.
“Kalau pemerintah terus memberi izin sebaiknya Ibukota dipindahkan saja. Karena untuk membongkar bangunan yang ada tidak mungkin. Selain merugikan pekerja, juga akan merugikan investor,” tandasnya.
Selain itu, penegakkan hukum terhadap masalah lingkungan juga dinilai Sony masih lemah. Hal ini terjadi akibat ada tarik menarik kepentingan.
“Sebenarnya dalam RUU tata ruang sudah dituangkan ada pidana bagi pemberi izin yang melanggar tata ruang. Tetapi dalam pembahasannya itu tidak diterima. Banyak rekomendasi ilmiah yang dikalahkan rekomendasi politik,” pungkasnya.
Pertama kali isu ini muncul setelah dikemukakan oleh Peneliti teknik lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali tahun 2009 lalu, dan isu ini mencuat lagi ke media setelah amblesnya jalan di Jalan RE Martadinata, Jakarta Utara.
Firdaus Ali memperkirakan Jakarta akan tenggelam sebelum tahun 2012. Itu lantaran penyedotan air tanah secara berlebihan di Jakarta sehingga permukaan tanah Ibu Kota semakin turun. "Tidak hanya tenggelam, kita juga akan kehausan," kata doktor lulusan University of Wisconsin.
Perhitungan tersebut berdasarkan data penurunan permukaan tanah di Jakarta yang rata-rata 10 sentimeter setiap tahun. Di Jakarta Barat, selama 11 tahun terakhir, permukaan tanah turun 1,2 meter. Di wilayah Kemayoran dan Thamrin, Jakarta Pusat, dalam 8 tahun terakhir turun 80 sentimeter. "Jika kondisi ini terus berlanjut, permukaan tanah Jakarta akan berada di bawah permukaan air laut," ujar Firdaus.(Liem/0z0)