Saat Rabbaniyah mengungkapkan kesedihannya, dia berharap agar Ustadz Ghozali dibebaskan. ‘’Saya ingin Buya cepat pulang. Buya nggak bersalah. Orang lain yang bersalah, kenapa Buya yang ditangkap,” ujar Rabaniah, putri kedua Ustadz Khairul Ghozali yang ditangkap Tim Densus 88 Antiteror di Tanjung Balai, Minggu (19/9) lalu.
...‘’Saya ingin Buya cepat pulang. Buya nggak bersalah. Orang lain yang bersalah, kenapa Buya yang ditangkap,”...
Harapan itu disampaikan Rabaniah saat mengadu di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Jumat (24/9) kemarin. Gadis berusia 17 tahun yang kini duduk di SMU Muhammadiyah 18 Kampung Lalang Medan itu menambahkan, selama ini orangtuanya tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang mencurigakan seperti dituduhkan Densus 88 Antiteror.
“Kegiatan Buya setiap harinya menulis buku, ikut pengajian, sebagai tukang kusuk. Jadi saya tidak percaya kalau Buya teroris. Buya orang baik,”ungkap Rabaniah yang saat itu didampingi paman (adik Khairul Ghozali, red) Adil Akhyar SH. Kehadiran mereka ke LBH Medan untuk mencari kebenaran dan minta advokasi terkait ditangkapnya Khairul Ghozali.
Densus Lakukan Rekayasa dan Sebar Fitnah
Pada kesempatan itu, Adil Akhyar menjelaskan, penangkapan yang dilakukan Densus 88 adalah sebuah rekayasa, yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Dan yang patut digarisbawahi, penangkapan itu dilakukan pada saat Ustadz Khairul Ghozali tengah melaksanakan salat Maghrib berjamaah di kediamannya di Tanjung Balai.
“Ini semua rekayasa dan fitnah. Tidak ada sedikit pun perlawanan dilakukan oleh Ustadz Ghozali serta dua orang yang meninggal saat kejadian.
“Ini semua rekayasa dan fitnah. Tidak ada sedikit pun perlawanan dilakukan oleh Ustadz Ghozali serta dua orang yang meninggal saat kejadian. Waktu itu, Ustadz Ghozali sedang salat Maghrib berjamaah mana mungkin menenteng-nenteng senjata dan melakukan perlawanan,’’ tegasnya sembari mengatakan apa yang sampaikan Kapolri itu fitnah dan rekayasa.
SBY Harus Meninjau dan Bubarkan Densus 88
Atas penyerangan yang tidak berprikemanusiaan itu, sambung Akhyar, diharapkan agar presiden segera meninjau dan membubarkan densus 88 karena telah melanggar dan bertindak diluar hukum.
‘’Saya minta agar presiden SBY agar memperhatikan konfrensi pers ini. Jangan presiden hanya mendengarkan laporan sepihak dari Kapolri BHD. Kami juga meminta pada komisi III DPR-RI, untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan segera meninjau kembali Densus 88 karena sudah tidak berprikemanusiaan,’’ tegas Akhyar.
Akhyar sendiri sudah mengetahui keberadaan abang kandungnya tersebut, menurut info yang dia terima, abangnya berada di Mabes Polri. Sementara itu langkah hukum yang akan ditempuh keluarga besar Ghozali yakni melaporkan kasus ini ke Amnesty Internasional. ‘’Saat ini kami sudah memberikan keterangan pada Amnesty Internasional, laporan tersebut sudah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris,’’ katanya.
Sedangkan untuk keponakannya yang masih berumur beberapa bulan dan ditahan Polres Tanjung Balai, bersama ibunya Kartini Panggabean, pihaknya juga sudah melaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Diceritakannya, sesuai pengakuan saksi mata di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Kartini Panggabean. Saat Ghozali tengah menjadi imam salat Maghrib di rumahnya dengan lima orang makmum. Tiba-tiba muncul sekitar 20-an orang yang belakangan diketahui Densus 88 masuk ke rumah mereka, dan tanpa tedeng aling-aling langsung memberondong Ghozali dan makmumnya dengan tembakan.
Namun saat terdengar tembakan pertama, tiga makmum langsung tersentak dari salat dan menyelamatkan diri. Sementara dua lainnya, langsung terkapar di tempat dengan bersimbah darah. Sementara itu, Ghozali yang menjadi imam terus saja salat. “Kalau memang mau ada yang ditanya mestinya setelah orang yang salat itu selesai dulu beribadah,’’jelasnya.
Adil Akhyar menambahkan, pihaknya akan terus memperjuangkan nasib abangnya. Karena Polri pernah melakukan kesalahan dalam melakukan penangkapan. “Saya dan teman-teman LBH pernah memenangkan Prapidana tahun 2003 lalu. Beberapa waktu lalu polisi juga salah tangkap di Lubuk Pakam,’’katanya.
Akhyar menambahkan, saat ini anak-anak Ghozali trauma dan malu untuk bersekolah bahkan adayang diberhentikan dari pesantren. Sementara istri dan anak Ghozali yang paling kecil diamankan di Polres Tanjung Balai. ‘’Apa polisi tidak pernah berpikir sampai ke arah situ, mengorbankan orang lain demi kepentingan yang tidak jelas. Kepentingan yang direkayasa, fitnah dan sebagainya,” tandasnya.
Melanggar HAM, LBH Medan Akan Koordinasi dengan TPM
Sementara itu Direktur LBH Medan Nuriyono menjelaskan, LBH Medan akan melakukan koordinasi dengan tim Pembela Muslim untuk segera melakukan bantuan hukum terhadap anak dan istri Ghozali, dan juga berupaya untuk melakukan pembelaan kepada Ghozali sendiri. “Kita akan koordinasi dengan Tim Pembela Muslim (TPM) serta melakukan komunikasi dengan kepolisian untuk melakukan pembelaan,” tegasnya.
Hal senada diutarakan Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis SH, menurutnya kepolisian dalam hal ini Densus 88 telah melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan. “Ini melanggar HAM. Dalam hukum, ada beberapa tempat yang tidak bisa dilakukannya penangkapan antara lain, pengadilan, rumah ibadah dan beberapa tempat lainnya,’’jelasnya.
Nah, dalam kasus Ghojali kejadiannya malah lebih tragis dimana orang yang sedang ibadah langsung ditangkap dengan cara-cara yang berlebihan. Untuk itu, sebaiknya keberadaan Densus 88 Antiteror ditinjau ulang. ‘’Karena jika terus-terusan seperti ini, pelanggaran HAM akan semakin banyak,” tundasnya. (Ibnudzar/trb)