

Jakarta (voa-islam.com) - Keluarga terduga teroris Khairul Ghazali  (Ustadz Ghazali) melaporkan Datasemen Khusus  (Densus) 88 ke Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM).  Penggerebekan rumah Ghazali di Tanjung Balai Medan, Minggu 19 September  lalu, diyakini melanggar HAM. 
Demikian disampaikan istri dan adik Khairul Ghazali di kantor Komnas HAM, Jumat 1 Oktober 2010. "Orang sedang beribadah salat kok dipukuli," kata Adik Khairul, Akil Akhyar kepada wartawan. "Di sana tidak ada perlawanan senjata dan tidak ada pagar betis." Kakaknya, kata Akil, bersikeras menyelesaikan salat meski diseret polisi. "Kakak saya lalu dilakban mulutnya dan tangan diikat," jelas Akil.
...Saya ditempatkan di ruang ATK, seluas 2x2,5 meter tanpa lubang angin dan toilet," ucap Kartini sambil menangis...
Istri Khairul, Kartika Panggabean kemudian  menceritakan kronologi penggerebekan Densus ke rumahnya, pertengahan  September itu. "Saat itu, sore-sore ada tamu datang ke rumah. Abdullah  dan istri (tetangga Khairul satu kampung), Dani dan dua orang temannya,"  jelas Kartika. 
Saat Magrib, kaum pria kemudian salat di ruang  belakang dekat dapur, sementara Kartini dan istri Abdullah duduk-duduk  di ruang tamu. Tiba-tiba, 10-15 petugas memasuki rumahnya. Kartika yang  sedang menggendong bayinya dan istri Abdullah kemudian digiring ke rumah  tetangga. Sementara petugas lainnya, masuk ke ruang belakang. 
"Saat  jalan ke rumah tetangga itu, saya dengar suara tembakan. Saya menoleh  ke belakang (ke arah rumah) karena khawatir dengan suami saya," kata  Kartika yang bercerita sambil terisak. Tapi, polisi tetap memaksa dia  untuk berjalan ke rumah tetangga. 
Dari rumah tetangga, Kartini  mengintip ke luar dan melihat suaminya diinjak dan dipukuli dan  dinaikkan ke dalam mobil bersama Abdullah. "Kemudian dua orang lainnya  dibawa keluar pakai keranda," kata dia. Kartini kemudian dibawa ke  Polres Tanjung Balai. Di sana, dia tetap membawa bayinya.
Tak sampai disitu "Lalu saya diseret,  dibawa ke mana saya tidak tahu. Setelah sampai saya  tahu itu adalah  Mapolres Tanjung Balai. Saya ditempatkan di ruang ATK,  seluas 2x2,5  meter tanpa lubang angin dan toilet selama tujuh hari," ucap Kartini sambil  menangis.
"Saya  tanya, anak saya ini bagaimana? Anak saya baru 2  minggu. Densus bilang,  tinggal saja. Saya belum selesai nifas, kalau  stres takut pendarahan,"  ujar Kartini yang hanya kuat bercerita 15  menit lalu memilih istirahat  karena kelelahan.
"Saya ke Jakarta ini ingin tahu kabar suami saya bagaimana?" kata dia semakin sesengukan. Karena lemas, dia minta istirahat dan Komnas HAM menyediakan ruangan di lantai dua.
Densus Sudah Sangat Kelewatan
Sementara itu, Salah satu anggota TPM Medan, Bambang Santoso, menilai tindakan Densus 88 sangat berlebihan. Insiden tersebut dinilai melanggar hukum dan hak asasi manusia.
"Kami mendapat 3 hal penting. Pertama, terjadi proses penghilangan nyawa. Proses yang diperlihatkan seperti ditunjukan Polri sebagai balas dendam dan tameng anak-anak, tidak mungkin terjadi,"
Menurut dia, tidak  diperlukan tembakan karena  dalam rumah itu tidak ada senjata atau pun  bom. "Kami mendapat 3 hal  penting. Pertama, terjadi proses penghilangan  nyawa. Proses yang  diperlihatkan seperti ditunjukan Polri sebagai balas  dendam dan tameng  anak-anak, tidak mungkin terjadi," papar Bambang.
"Kedua,  adanya  penangkapan sewenang-wenang penembakan dan proses di Mapolres  Tajung  Balai tidak berdasar KUHAP. Ketiga, perlakuan tidak manusiawi,   menyeret, memukul orang yang sedang salat sangat bertentangan dengan   kebebasan menjalankan ibadah, HAM," lanjut Bambang.
Densus Bekerja Tanpa Prosedur
Selain itu, Salah satu pengacara Tim Pembela Muslim (TPM), Munarman, mengatakan pihaknya sudah ke DPR untuk meminta Densus 88 diaudit kinerjanya. "Ada korban Densus yang berulang dan sistemik. Rencana penangkapan tanpa surat, pembunuhan, dan penyiksaan," kata Munarman.
"Ada korban Densus yang berulang dan sistemik. Rencana penangkapan tanpa surat, pembunuhan, dan penyiksaan," kata Munarman.
Pihaknya juga meminta agar Komnas HAM membantu mereka untuk menghentikan modus-modus yang dilakukan Densus.
Seperti diberitakan sebelumnya, penggerebekan Densus ini terkait dengan pengejaran rampok Bank CIMB Niaga Medan pada 18 Agustus lalu. Dalam pengejaran ini, Densus menembak mati beberapa tersangka.
 Mabes Polri kemudian merilis bahwa aksi perampokan ini terkait dengan jaringan terorisme yang selama ini dikejar Densus 88. (Ibnudzar/dbs)