JAKARTA (voa-islam.com) – Dalam tempo beberapa jam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengusulkan Kapolda Metro Jaya, Komjen Timur Pradopo, sebagai calon tunggal Kapolri. Prosesinya diawali dengan menaikkan pangkat dan memberi kedudukan baru kepada Timur sebagai Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam), Senin (4/10) kemarin. Setelah persyaratan administratif Timur sebagai calon Kapolri terpenuhi, Presiden SBY menyerahkan nama Timur sebagai Kapolri Ketua DPR RI Marzuki Alie.
Pencalonan super kilat yang dilakukan oleh Presiden SBY ini dinilai tidak wajar, merusak sistem kaderisasi Polri, dan membingungkan masyarakat.
“Pemilihan umum dan proses seleksi kaderisasi itu cukup lama di kepolisian. Cara-cara demikian pastinya kurang wajar. Padahal polisi sudah membuat sistem pemilihan seleksi yang mestinya harus dihormati. Sistem ini malah dirusak sendiri,” kata pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, Selasa (5/10/2010).
...Cara-cara demikian pastinya kurang wajar. Padahal polisi sudah membuat sistem pemilihan seleksi yang mestinya harus dihormati. Sistem ini malah dirusak sendiri...
Bambang menambahkan, SBY harus menjelaskan pengangkatan Timur yang menjadi Komjen dalam satu hari. Biasanya pengangkatan jabatan seseorang tidak langsung diikuti dengan penambahan bintang. Lazimnya, setelah surat telegram rahasia Kapolri keluar, seorang perwira tidak langsung dilantik apalagi dinaikkan bintangnya.
“Ini TR, pelantikan dan naik bintang sekaligus. Apa nggak wajar? Semua itu ada prosesnya nggak bisa langsung-langsung begitu,” tukasnya.
“Semua itu ada tata caranya. Ada masa di mana polri itu menilai dan menyeleksi. Dalam waktu semalam apa bisa menilai seseorang. Kita kan perlu pembuktian data-data dari departemen lain berikut catatan lainnya dari lembaga-lembaga terkait,” jelasnya.
Bambang menambahkan, Presiden bisa menaikkan seorang calon secara wajar dan berjenjang kalau memang mau. Sementara, Timur diangkat dalam waktu satu hari dan dicalonkan dalam hitungan jam saja.
Apakah dengan dicalonkannya Timur secara mendadak, SBY ingin menunjukkan dirinya paling berwenang memilih Kapolri?
“Ada kecenderungan ke sana. Begitulah hak prerogatif. Padahal dalam demokrasi sistem aturan tonggak utama. Bukan hak prerogatif. Hak itu tunduk pada aturan. Kalau bisa dihapuskan saja,” usul Bambang.
Senada itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menilai keputusan Presiden SBY telah membingungkan masyarakat dengan mengulur-ulur waktu pemilihan Kapolri sehingga menimbulkan spekulasi terkait calon Kapolri.
“Presiden akhirnya mengirim nama Komjen Timur Pradopo sebagai calon Kapolri. Untuk sementara kita menyambut baik dulu usulan Presiden yang telah beberapa hari ini membuat bingung masyarakat,” ujar Bambang, Selasa (5/10/2010).
...usulan Presiden beberapa hari ini membuat bingung masyarakat...
Sementara itu, Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adnan Pandu Raja mengaku heran terhadap keputusan kilat SBY. Sebab, nama Timur tidak pernah diperhitungkan publik.
“Heran saja karena dari awal tidak pernah nama Timur dibicarakan,” ujarnya, Selasa (5/10/2010).
Adnan menjelaskan, Kompolnas telah merekomendasikan lebih dari lima nama untuk diajukan ke DPR. Kompolnas juga menyerahkan rekam jejak para calon untuk dijadikan bahan pertimbangan presiden.
Rekomendasi Kompolnas itu berisi pertimbangan-pertimbangan setiap calon termasuk rekam jejak dengan meminta masukan dari KPK, Komnas HAM dan lainnya.
Walau memang Kompolnas belum memiliki kewenangan untuk ikut serta dalam pencalonan dan penentuan nama kapolri baru. “Tapi seharusnya presiden mempertimbangkan masukan Kompolnas,” sesal Adnan.
Komentar miring terhadap langkah Presiden SBY juga disuarakan oleh politisi PDIP Tubagus Hasanuddin. Menurutnya, dengan pengusulan Timur Pradopo sebagai Kapolri yang secepat itu, SBY dianggap telah merusak tatanan yang telah ada selama ini.
“Pengangkatan Timur Pradopo sebagai Kapolri memang benar merupakan hak prerogatif Presiden, tapi telah merusak berbagai tatanan yang telah dibangun bangsa ini,” kata Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDIP itu, Selasa (5/10/2010).
Pertama, presiden dianggap telah merusak “merit system” dalam sistem pembinaan personel Polri. “Bagaimana mungkin seorang yang baru beberapa jam naik pangkat sudah diberi jabatan promosi lagi, ini terlalu vulgar,” kata Tubagus.
Kedua, presiden dinilai telah menghancurkan semangat kompetisi di lingkungan para perwira polri. “Untuk apa berprestasi kalau ujung-ujungnya hanya ditentukan oleh kedekatan kepada penguasa, prestasi kalah oleh koneksi,” kata Tubagus.
Ketiga, presiden sendiri yang justru telah mempolitisasi jabatan kapolri dengan menggeser Polri ke dalam ranah politik praktis dan memperpuruk citra kepolisian.
...presiden telah mempolitisasi jabatan kapolri dengan menggeser Polri ke dalam ranah politik praktis dan memperpuruk citra kepolisian...
Muluskah langkah Komjen Timur Pradopo menapaki takhta Kapolri? Indonesia Police Watch (IPW) memrediksi langkah pria kelahiran Jombang, 10 Januari 1956 ini bakal terjegal di Komisi III DPR. Pasalnya, Timur dikenal memiliki sejumlah catatan buruk selama menjabat di lingkungan kepolisian.
“Timur banyak sekali memiliki track record yang negatif. Catatan hitam milik Timur ini bisa ditolak oleh teman-teman di Komisi III DPR,” ujar Neta S Pane dari IPW. [taz/dbs]